Nasib Nakes, Dulu Garda Terdepan saat Pandemi, Kini Insentif Tak Kunjung Diterima

Minggu, 15 Januari 2023 16:51 Reporter : Rahmat Baihaqi
Nasib Nakes, Dulu Garda Terdepan saat Pandemi, Kini Insentif Tak Kunjung Diterima Tim medis di RS Persahabatan. ©REUTERS/Willy Kurniawan

Merdeka.com - Tenaga Kesehatan (nakes) merupakan garda terdepan dalam menangani kasus Covid-19 di Indonesia sejak mulanya masuk pada tahun 2020. Berbagai upaya pun dilakukan dalam menghadapi pasiennya.

Hingga tiga tahun berlalu, mereka mampu bertahan hingga akhirnya pemerintah memutuskan untuk mencabut 'pandemi' Covid-19 menjadi 'endemi' pada 30 Desember 2022 lalu.

Tentu dalam upaya mereka sebagai garis terdepan penanganan Covid harus mendapatkan haknya justru tidak terpenuhi. Salah satunya mengenai insentif mereka yang hingga saat ini tak kunjung terpenuhi.

Salah satunya adalah mantan nakes yang berasal dari Semarang. Ia menjadi relawan kontrak Covid-19 di salah satu rumah sakit pada Desember 2020 bertepatan dengan meledaknya virus Covid varian Delta.

Saat itu Tahun 2021, penularan Covid-19 mulai mereda. Kemudian, ia ditugaskan di ruang non Isolasi hingga 2022 dirinya dipanggil kembali menempati ruang ICU isolasi untuk memperkuat nakes yang ada saat kasus Omicron.

Singkat cerita, pada tahun Maret 2022 tersebut perihal insentif nakes tidak kunjung diterima. Meskipun pada saat itu juga pihak kepala ruang RS tempatnya bekerja meminta data perihal itu. Ia pun berinisiatif untuk melaporkan melalui kanal lapor Covid-19

"Pada bulan Juli saya berinisiatif menanyakan kanal Lapor Covid-19 terkait insentif nakes di rumah sakit saya bekerja. Laporan diterima dan akan ditindak lanjuti Kemenkes namun tidak ada jawaban pasti," ungkap salah satu mantan Nakes asal Semarang yang tidak disebutkan namanya melalui pertemuan daring lapor Covid-19, Minggu (15/1).

Pada bulan 14 Desember 2022 dirinya tiba-tiba mendapatkan panggilan dan disidang oleh pihak manajemen rumah sakit. Ia dipanggil lantaran telah melaporkan perihal insentifnya yang dianggap pelanggaran.

"Pada saya itu saya disidang, bahwasanya yang dikategorikan pelanggaran. Saya mendapatkan punishment dari ringan sampai berat," papar dia.

Nakes asal Semarang itu menjelaskan, hukuman yang bersifat ringan berupa tidak pemotongan bahkan tidak diberikannya jasa medis atau tunjangan kinerja. Sedangkan yang paling berat adalah pemberhentian.

Ia kemudian dipanggil kembali pada 2 Januari 2023 menghadap bagian kepegawaian dan diberikan surat pemberhentian tertanggal 30 Desember.

Padahal sebelumnya, ia tiba telah mendapatkan kontrak kerja sebagai nakes hingga 31 Desember.

"Pada 2 Januari itu saya sudah dinyatakan diberhentikan dan tidak memiliki pekerjaan apapun, hingga pada saat itu juga saya masih tidak mendapatkan insentif saya,".

Cerita serupa juga dialami oleh Fen Budiman yang merupakan mantan anggota nakes di RS darurat wisma atlet, Jakarta. Dirinya sudah bekerja satu tahun di wisma atlet sejak tahun 2020 sebagai relawan pertama sejak dibukanya penangan pandemi Covid-19.

Ia mengatakan awal mula adanya kendala insentif Covid-19 bersama 14 teman lainnya ada yang menunggak mulai dari dua bulan bahkan tiga bulan. Namun tunggakan tersebut dapat dibayarkan.

"Setelahnya dari kami ada yang mengalami penunggakan ada yang enam bahkan tujuh bulan, dan kami sepakat untuk menanyakan ke pihak rumah sakit," ujar Fen.

Bukan memberikan penjelasan pasti, Fen bersama rekan-rekannya justru mendapatkan jawaban yang tidak mengenakan. Ia justru disuruh untuk memilih apakah masih ingin bekerja atau tidak.

"Ada beberapa tanggapan bahwa 'kalau kalian enggak mau bekerja di sini lagi silakan keluar. Kalau kalian mempertanyakan insentif kalian kan relawan ngapain mempertanyakan insentif'," ceritanya.

Ia beranggapan perihal tidak terbayarkan insentifnya sudah diatur dalam peraturan Kementerian Kesehatan dan harus segera dilunasi sejak 2020 hingga 2021.

2 dari 2 halaman

Tidak berhenti di situ, Fen masih berupaya untuk meminta haknya dengan membeberkan fakta di lapangan melalui konferensi pers ke pihak jaringan nakes dan diteruskan ke pihak Kementerian Kesehatan. Salah satunya ketidak cairan insentifnya.

"Namun pada saat itu saya mendapatkan intimidasi dari TNI dan Polisi di rumah sakit kurang lebih lima jam di ruangan sidang. Bahkan saya juga diancam mulai dari yang ringan sampai ke berat," tuturnya.

Fen pun bahkan mendapatkan tindakan kekerasan yang pada saat itu dikira seorang laki-laki dan mendapatkan toleransi ketika dirinya diketahui seorang perempuan. Hingga akhirnya surat pemecatan pun dilayangkan terhadap Fen pada 10 Mei 2021.

[rhm]
Komentar Pembaca

Ingatlah untuk menjaga komentar tetap hormat dan mengikuti pedoman komunitas kami

Be Smart, Read More

Indeks Berita Hari Ini

Opini