NasDem Sepakat Pembahasan Klaster Ketenagakerjaan RUU Ciptaker Ditunda
Merdeka.com - Fraksi NasDem sepakat pembahasan klaster ketenagakerjaan dalam RUU Cipta Kerja untuk ditunda. Hal ini menanggapi permintaan Ketua DPR RI, Puan Maharani.
"Terkait statemen Ketua DPR saya kira itu bahasa tersirat dari keinginan yang sama dengan kami di NasDem," kata Wakil Ketua Fraksi NasDem, Willy Aditya, kepada wartawan, Jumat (24/4).
"Sebab tidak mungkin juga mbak Puan akan statemen langsung meminta Baleg untuk tidak membahas atau mengeluarkan klaster itu dari RUU. Itu tidak etis. Secara politik itu juga tidak bagus. Maka yang digunakan adalah bahasa ditunda atau ditempatkan di bagian akhir," imbuhnya.
Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) ini berpandangan semua fraksi di DPR memiliki kesamaan pendapat soal klaster ketenagakerjaan dalam RUU Ciptaker.
"Di sisi lain, saya melihat, semua pihak juga nampaknya sudah satu pemahaman bahwa klaster ini memang perlu dikeluarkan dari RUU Ciptaker," jelas dia.
Sejauh ini, kata dia, Pemerintah belum menyatakan sikapnya terkait klaster ketenagakerjaan. Meskipun demikian, dia memperkirakan, sikap pemerintah akan sama dengan DPR.
"Pemerintah sendiri juga tampaknya sudah sepemahaman, utamanya pasca pertemuan Presiden dengan perwakilan 3 serikat buruh. Dan ini bagus. Ini artinya proses komunikasi dan demokrasi berjalan dengan baik," tandasnya.
Ditunda Karena Semua Fokus Tangani Virus Corona
Sebelumnya, Ketua DPR RI Puan Maharani meminta Badan Legislasi (Baleg( DPR RI menunda pembahasan pasal-pasal terkait ketenagakerjaan pada RUU Cipta Kerja. Hal ini menanggapi ramainya perbincangan masyarakat terkait RUU tersebut.
"Pada kesempatan kali ini atas nama ketua dan pimpinan DPR, saya ingin menyampaikan bahwa terkait dengan pembahasan omnibus law Cipta Kerja, untuk klaster ketenagakerjaan, kami meminta kepada Baleg untuk menunda pembahasannya," ujar Puan kepada wartawan, Kamis (23/4).
Menurutnya, pembahasan pasal-pasal terkait ketenagakerjaan di RUU Cipta Kerja ditunda selain karena semua pihak sedang fokus pada penanganan pandemi Covid-19, juga agar DPR menerima masukan masyarakat terutama serikat pekerja.
"Kami minta Baleg tidak membahas dahulu materi-materi pada klaster ketenagakerjaan sehingga bisa menunggu aspirasi atau berdiskusi dengan masyarakat terkait dengan klaster ketenagakerjaan," tegasnya.
Beri Alternatif
Willy Aditya meminta agar para penolak bisa memberikan alternatif peraturan lain yang dianggap laik menggantikan RUU usulan pemerintah tersebut. "Terkait statemen atau permintaan dari para akademisi itu, ya itu sah sah saja. Meskipun saya agak menyayangkan," kata dia. "Kalau mereka memang menolak RUU Ciptaker, apa tawaran mereka dalam upaya melakukan penyederhanaan perizinan dan iklim investasi yang sehat. Jangan cuma minta dan mendesak saja. Apa tawarannya kalau bukan omnibus law?" ujarnya. Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) ini menegaskan, bahwa parlemen bertugas untuk melakukan pembahasan terhadap RUU. Dalam pembahasan tersebut perlu ada 'pertarungan argumentasi'. "Toh, kami di DPR ini kan sekadar membahas saja. DPR ini kan battle of ideas selain battle of interest. Apa-apa yang diusulkan oleh pihak manapun diblejeti di sini. Termasuk RUU Ciptaker ini. Jangan pernah berpikir kalau sebuah RUU masuk prolegnas atau masuk pembahasan otomatis akan lolos atau disahkan. Semuanya dipertarungkan," ungkapnya. Keterlibatan elemen masyarakat, seperti akademisi tidak saja hanya untuk mengkritik sebuah RUU atau kebijakan, melainkan juga memberikan tawaran model kebijakan yang lain. Tidak hanya soal RUU, tapi juga soal solusi untuk sejumlah tantangan yang akan dihadapi ke depan."Apa tawaran bagi masalah tumpah tindihnya regulasi kita? Apa solusi dari ruwet dan parasitnya birokrasi perizinan kita? Apa jawaban terhadap krisis ekonomi global yang sudah di depan mata? Apa yang bisa ditawarkan untuk menghadapi bonus demografi yang sudah mulai kita rasakan mulai tahun 2020 ini?," tegasnya. Dia berharap, pihak yang menolak cuma sekedar menyatakan penolakan dan permintaan agar RUU Ciptaker dicabut saja. Lebih dari itu, kontribusi nyata berupa tawaran gagasan untuk masalah dan tantangan- tantangan tadi. "Kemudian sampaikan itu ke pemerintah atau partai-partai agar bisa diakselerasi lebih jauh menjadi usulan atau bahkan langkah politik. Jadi kongkrit tawarannya," terang Willy.Jika memang RUU Ciptaker ini atau konsep omnibus ini dipandang berbahaya, maka dia berharap, para akademisi bisa membangun opini yang mencerdaskan. Tentu saja dengan konsep alternatifnya."Kalau cuma minta cabut atau menolak saja, aktivis semester satu juga bisa. Tapi kalau levelnya sudah akademisi ya jangan begitulah," tandasnya.
(mdk/lia)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Curhat Eks Napiter Kembali ke Pangkuan NKRI Sumpah Setia pada Pancasila
Munir berharap agar masyarakat tetap damai dan rukun meskipun memiliki perbedaan pilihan politik.
Baca SelengkapnyaKetua DPP NasDem Ingatkan Masyarakat Pilih Pemimpin Bukan karena Penampilan Lucu
Taufik mengingatkan kepada masyarakat untuk memilih presiden dan wakil presiden berdasarkan kemampuan mengatasi permasalahan bangsa.
Baca SelengkapnyaKPU Sidrap Rampungkan Rekapitulasi Pemilu 2024, Prabowo-Gibran dan NasDem Raih Suara Tertinggi
KPU Sidrap Rampungkan Rekapitulasi Pemilu 2024, Prabowo-Gibran dan NasDem Raih Suara Tertinggi
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Jelang Pengumuman Hasil Pemilu 2024, KPU dan DPR RI Dijaga Ketat Petugas Gabungan
Sejumlah personel keamanan gabungan disiagakan untuk menjaga ketat KPU dan DPR jelang pengumuman hasil Pemilu 2024.
Baca SelengkapnyaGerindra Belum Wacanakan Revisi UU MD3 Tentukan Kursi Ketua DPR
Gerindra menyebut mekanisme pemilihan ketua DPR masih sesuai UU Nomor 2 Tahun 2018 tentang MPR, DPR, DPRD dan DPD (UU MD3).
Baca SelengkapnyaPembelaan KPU Tepis Kabar Proses Penghitungan Suara Nasional dan Luar Negeri Hasil Setingan
Diketahui, KPU RI telah menggelar rapat pleno terbuka rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara tingkat nasional
Baca SelengkapnyaDPR RI Setujui Usulan Pemerintah soal Pilkada Hanya 1 Putaran
Ketua Baleg DPR RI, Supratman Andi Agtas menjelaskan pemenang Pilkada tak perlu memperoleh suara 50+1 seperti pada aturan Pilpres.
Baca SelengkapnyaPPP dan NasDem Kompak Tak Serukan Hak Angket Saat Rapat Paripurna
NasDem mengaku tengah berkomunikasi dengan PDIP sebagai partai yang menginisiator hak angket.
Baca SelengkapnyaWakil Ketua MPR Desak Pemerintah Tindak Tegas OPM: Semakin Didiamkan Kedaulatan Negara Dipertaruhkan
Tewasnya Danramil Aradide merupakan insiden kesekian kalinya yang tidak hanya merenggut korban jiwa, tetapi juga mencederai kedaulatan bangsa.
Baca Selengkapnya