MK Tolak Gugatan Soal JHT BPJS Ketenagakerjaan di UU Cipta Kerja
Merdeka.com - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan yang dilayangkan seorang warga bernama Samiani terkait aturan Jaminan Hari Tua (JHT) BPJS Ketenagakerjaan dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
"Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," ujar Hakim Ketua MK Anwar Usman sebagaimana dikutip dalam draft putusan pada laman situ MK, Kamis (7/7).
Gugatan yang telah terdaftar dengan nomor 25/PUU/PAN.MK/AP3/02/2022, Samiani dalam permohonannya menyebut jika aturan JHT di UU Cipta Kerja melanggar pasal 28D ayat (1), 28H ayat (3), dan 28 I ayat (2) UUD 1945.
-
Apa gugatan yang dilayangkan ke Jokowi? Gugatan itu dilayangkan Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) melayangkan gugatan terhadap Presiden Joko Widodo (Jokowi) ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Gugatan itu terkait dengan tindakan administrasi pemerintah atau tindakan faktual.
-
Dimana gugatan diajukan? 1. Penggugat atau kuasanya mendaftar gugatan ke Pengadilan Agama/Mahkamah Syariah.
-
Siapa yang mengajukan gugatan ke MK? Diketahui, ada 11 pihak yang menggugat aturan batas usia capres dan cawapres ke MK. Dengan sejumlah petitum.
-
Siapa yang bisa mengajukan gugatan? 1. Penggugat atau kuasanya mendaftar gugatan ke Pengadilan Agama/Mahkamah Syariah.
-
Apa yang dituntut oleh jaksa? 'Menghukum terdakwa Bayu Firlen dengan pidana penjara selama selama 4 (empat) Tahun dan Denda Sebesar Rp.1.000.000.000,- (satu milyar rupiah) Subsider 6 (enam) bulan penjara dikurangi selama Terdakwa ditahan dengan perintah agar Terdakwa tetap ditahan,' lanjutan dari keterangan yang dikutip dari SIPP Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Alhasil dia pun meminta MK untuk mengubah ketentuan pada UU Cipta Kerja. Dia turut menguji Pasal 35 ayat (2) dan Pasal 37 ayat (1) UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang telah diubah menjadi UU Cipta Kerja.
Samiani menginginkan adanya ketentuan JHT yang diberikan untuk menjamin peserta mendapat uang tunai jika pensiun, cacat total tetap, meninggal dunia, mengundurkan diri, ataupun di-PHK.
Dengan, meminta jaminan dari JHT dibayar tunai sekaligus saat peserta pensiun, cacat total tetap, meninggal dunia, mengundurkan diri, ataupun di-PHK. Alasan itu, dituangkan Sumiani karena dia merasa ada ketidakpastian hukum.
Atas argumentasi itu, Hakim Mahkamah berpendapat jika esensi mendasar tujuan JHT adalah diperolehnya manfaat uang tunai yang dibayarkan sekaligus pada saat peserta memasuki usia pensiun, meninggal dunia, dan cacat total tetap.
Uang itu, sesungguhnya dapat menjadi bekal bagi peserta yang bersangkutan atau ahli warisnya dalam mempertahankan derajat kehidupan yang layak.
"Oleh karena itu, titik krusial manfaat dari jaminan hari tua sebenarnya terletak pada saat peserta menghadapi masa pensiun, meninggal dunia, atau cacat total tetap yang berakibat tertutupnya kemungkinan untuk mendapatkan kesempatan bekerja kembali," tutur hakim.
"Dengan demikian, pembayaran uang tunai yang berasal dari jaminan hari tua sangat bermanfaat untuk menyambung biaya kehidupan peserta dan keluarga/ ahli warisnya, khususnya dalam mempertahankan derajat kehidupan yang layak," tambah hakim.
Sementara hal itu berbeda dengan peserta yang berhenti bekerja karena alasan-alasan lain, seperti karena pemutusan hubungan kerja atau mengundurkan diri, yang masih dimungkinkan mendapatkan kesempatan bekerja di tempat lain.
(mdk/eko)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Keputusan tersebut pun sempat diwarnai perbedaan pendapat (dissenting opinion) dari empat hakim konstitusi.
Baca SelengkapnyaHamdan menilai PP itu cacat hukum lantaran saling tumpang tindih dan inkonsisten dengan peraturan hukum lainnya.
Baca SelengkapnyaJokowi mengatakan hal tersebut merupakan wewenang MK.
Baca SelengkapnyaDugaan intervensi yang dilakukan Jokowi untuk menguntungkan Prabowo-Gibran juga tidak beralasan secara hukum.
Baca SelengkapnyaPengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta mengabulkan sebagian gugatan yang diajukan oleh hakim konstitusi Anwar Usman.
Baca SelengkapnyaAnwar Usman sebelumnya menggugat pengangkatan hakim Suhartoyo sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi (MK).
Baca SelengkapnyaHal itu dikatakan Alamsyah Hanafiah saat bersaksi terkait laporan dugaan pelanggaran etik Anwar Usman Cs.
Baca SelengkapnyaMahfud menilai adanya riak-riak setelah pengesahaan RUU menjadi UU merupakan hal yang lumrah. Dia menyebut akan ada pihak yang setuju dan tidak.
Baca SelengkapnyaPenolakan itu disampaikan majelis hakim MK dalam sidang digelar hari ini.
Baca SelengkapnyaPermohonan banding diajukan pada Selasa 27 Agustus 2024.
Baca SelengkapnyaSekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto mengatakan, keputusan PTUN tersebut akan berimplikasi panjang.
Baca SelengkapnyaUU Cipta Kerja ternyata memberikan dampak kepada semua lini. Bagaimana dengan aturan pemerintah daerah?
Baca Selengkapnya