Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Mengurai Radikalisme di Kampus

Mengurai Radikalisme di Kampus Densus 88. ©2021 Merdeka.com

Merdeka.com - Pengamat Pendidikan Nasional Darmaningtyas mengatakan munculnya radikalisme di kampus merupakan tanggung jawab semua pihak, sehingga upaya pembenahannya tidak bisa hanya dibebankan pada kampus semata, namun institusi pendidikan secara keseluruhan.

'Itu bukan semata-mata tanggung jawab pihak kampus, tetapi juga institusi pendidikan secara keseluruhan, mulai dari SMP, SMA juga. Kalau doktrinnya di SMP dan SMA itu sudah kuat, ya tentunya ketika menjadi mahasiswa mereka tidak bisa digoyahkan. Jadi ini menjadi tanggung jawab bersama," ujar Darmaningtyas di Jakarta, Kamis (2/6), dalam siaran pers Pusat Media Damai Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (PMD BNPT).

Ia melanjutkan, tidak ada yang salah dengan sistem penerimaan mahasiswa di kampus, karena pada dasarnya perguruan tinggi merupakan tempat yang dipenuhi dengan perebutan pemaknaan yang juga ingin dimenangkan oleh setiap kelompok atau golongan untuk bisa eksis.

"Saya kira kalau dalam proses penerimaannya itu tidak ada yang salah. Tapi saya katakan bibit-bibit itu sudah muncul sejak dulu, di mana pascareformasi itu justru di kampus-kampus negeri dikuasai oleh kelompok-kelompok yang cenderung ke kanan," tutur pria yang juga menjadi Pengurus Persatuan Keluarga Besar Tamansiswa (PKBTS) Yogyakarta itu.

Kampus Meremehkan Masalah Radikalisme

Darmaningtyas juga turut menyayangkan jika ada institusi perguruan tinggi yang cenderung meremehkan masalah radikalisme di lingkungan kampus. Menurutnya hal ini cenderung akan membuat mahasiswa terhegemoni oleh pandangan-pandangan yang radikal yang tidak disadari.

"Sebenarnya akan menjadi bahaya kalau masalah radikalisme di kampus ini dianggap remeh, didiamkan saja dan tidak ada counter (perlawanan) wacana. Karena jumlahnya kan mungkin sedikit. Justru karena sedikit itu mereka menjadi militan," jelasnya.

Menurut pria kelahiran Gunung Kidul, 9 September 1962 itu, kunci utama guna mengurai persoalan radikalisme di lingkungan institusi pendidikan ialah bagaimana mewujudkan agar tatanan atau nilai-nilai yang ada di dalam Pancasila itu terimplementasi dengan baik.

"Jadi kuncinya menurut saya di situ saja, sehingga orang tidak perlu mencari cari ideologi lain, kecuali dia melaksanakan dan mengimplementasikan Pancasila sebagai ideologi bangsa dan negara ini secara baik," katanya.

Terkait kasus yang telah terlanjur terjadi di lingkungan kampus, Darmaningtyas menilai perlu dibangunnya kebijakan, yaitu melalui perlawanan wacana, yakni kampus perlu lebih menggalakkan upaya guna memperkenalkan ideologi Pancasila secara lebih nyata kepada siswanya dan juga counter perbuatan.

"Counter perbuatannya adalah dengan mengimplementasikan ideologi Pancasila secara nyata sehingga orang tidak lagi bermimpi tentang ideologi yang lainnya karena Pancasila pun sudah dianggap memberikan jawaban apa yang mereka inginkan," tegasnya.

Menurutnya, kerentanan mahasiswa sehingga mudah direkrut oleh kelompok radikal adalah akibat dari melihat adanya ketidakkonsistenan di dalam kehidupan. Pancasila yang hanya ‘dicekoki’ sebagai sebuah teori dan hafalan tanpa contoh implementasi yang jelas dan konsisten.

"Jadi ibaratnya seperti tiap hari dicekokin ideologi Pancasila, tetapi itu tidak terlihat di dalam praktek, itulah kelemahan yang dimanfaatkan oleh kelompok radikal untuk merekrut anak muda. Karena kebingungan anak muda melihat ketidakkonsistenan di situ," katanya.

Terkait hal tersebut, dirinya menyebut perlu ada upaya - upaya konkrit yang bisa dilakukan oleh segenap institusi Pendidikan baik dari tingkat pendidikan yang paling rendah dari SD hingga perguruan tinggi. Hal itu guna membangun institusi Pendidikan yang nyaman, untuk mengembangkan sikap moderat dan toleran serta dapat menumbuhkan nilai toleransi sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.

"Pertama, memberikan mata kuliah Pancasila kepada seluruh siswa di tiap tingkat Pendidikan. Kedua, mengembangkan berbagai kegiatan ekstrakurikuler seperti seni dan olahraga. Inikan yang tidak kita sadari, baik itu kesenian ataupun olahraga itu dapat mengurangi pandangan-pandangan yang radikal," ujar Alumni Fakultas Filsafat, Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta ini.

Karena menurutnya, mengembangkan berbagai kegiatan ekstrakurikuler seni dan olahraga itu menjadi penting di Lembaga Pendidikan. Ini agar para siswa selain belajar, mereka juga dapat membangun kebersamaan melalui kegiatan seni dan olah raga. Karena dengan sikap seseorang yang tertutup dan enggan bersosialisasi, maka ia akan mudah dipengaruhi pemikiran radikal.

Sebelumnya, seorang mahasiswa salah satu perguruan tinggi di Jawa Timur ditangkap Densus 88 karena diduga menjadi bagian jaringan organisasi terorisme.

BNPT Terapkan Skema Pentahelix

Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menyatakan akan menerapkan skema pentahelix untuk mencegah dan menanggulangi aksi terorisme serta radikalisme.

Kepala BNPT Komjen Pol Boy Rafly Amar mengatakan konsep pentahelix merupakan langkah pelibatan lima unsur, yakni pemerintah, akademisi, dunia usaha, masyarakat dan media.

"Konsep pentahelix merupakan gabungan lima unsur untuk pencegahan dan penanggulangan radikalisme dan terorisme. Pada 2022, kami mulai menerapkan konsep pentahelix," kata Boy dilansir Antara, Selasa (15/2).

Boy menjelaskan penerapan konsep pentahelix diharapkan mampu membuat multisektor yang ada bisa bersinergi secara lebih mendalam untuk mencegah dan menanggulangi radikalisme, khususnya menangkal unsur terorisme transnasional dan transideologi.

!20 Negara di Dunia Terdampak Terorisme

Berdasarkan data yang dimiliki BNPT sedikitnya ada 120 negara di dunia yang kini terdampak adanya aksi terorisme yang bersumber dari transnasional dan transideologi.

"Terorisme ini sangat terkait dengan transnasional dan transideologi yang saat ini tengah gencar berkembang," katanya.

Untuk itu, peran bersama unsur pentahelix, khususnya media memiliki peran mencegah berkembangnya ujaran kebencian dan berita-berita hoaks sehingga diharapkan dengan peranan tersebut akan membuat publik memiliki imunitas dan terhindar dari berita hoaks.

Secara khusus Mantan Kadiv Humas Polri itu mengingatkan bahwa masyarakat hendaknya mengingat kembali upaya besar para pemuda Nusantara pada 1928 yang telah berikrar untuk tetap bersatu demi Indonesia.

(mdk/ded)
ATAU
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Perangi Radikalisme dan Terorisme dengan Moderasi Beragama

Perangi Radikalisme dan Terorisme dengan Moderasi Beragama

Di tengah upaya membumikan toleransi pada keberagaman, kelompok radikal melakukan framing terhadap moderasi beragama.

Baca Selengkapnya
Jangan Termakan Hasutan Kelompok Intoleran Jelang Nataru

Jangan Termakan Hasutan Kelompok Intoleran Jelang Nataru

Jangan sampai dimanfaatkan untuk menyebarkan narasi intoleransi, bahkan mengarah pada aksi radikal terorisme.

Baca Selengkapnya
Gencarkan Narasi Damai, Perbedaan Jangan Dianggap Permusuhan

Gencarkan Narasi Damai, Perbedaan Jangan Dianggap Permusuhan

Narasi-narasi provokatif dapat memicu perpecahan harus dihindari terlebih di tahun politik.

Baca Selengkapnya
Kamu sudah membaca beberapa halaman,Berikut rekomendasi
video untuk kamu.
SWIPE UP
Untuk melanjutkan membaca.
Muncul Gerakan Universitas Selamatkan Demokrasi, Anies: Kampus Bicara Setelah Tangkap Suara Rakyat

Muncul Gerakan Universitas Selamatkan Demokrasi, Anies: Kampus Bicara Setelah Tangkap Suara Rakyat

nies Baswedan mengaku senang berbagai kampus turut menyuarakan kepeduliannya terhadap kondisi demokrasi.

Baca Selengkapnya

"Perundungan dengan Dalih Apa pun Tak Boleh Dibiarkan!"

Dirjen HAM menyebut tindakan merundung bisa mencederai martabat dan merugikan seseorang.

Baca Selengkapnya
Jadikan Perbedaan Kekuatan Cegah Masuknya Paham Radikal Intoleran

Jadikan Perbedaan Kekuatan Cegah Masuknya Paham Radikal Intoleran

Masyarakat jangan mudah terpapar informasi hoaks dan ujaran kebencian yang dapat memicu konflik.

Baca Selengkapnya
Ganjar: Kritik Kampus Bukti Demokrasi Ada di Dalam Jurang

Ganjar: Kritik Kampus Bukti Demokrasi Ada di Dalam Jurang

Kampus memiliki kebebasan akademik untuk menyuarakan pandangan mereka.

Baca Selengkapnya
Gerakan Kampus Kritik Jokowi Makin Luas, Timnas AMIN: Pertanda Alam Perubahan akan Terjadi

Gerakan Kampus Kritik Jokowi Makin Luas, Timnas AMIN: Pertanda Alam Perubahan akan Terjadi

Timnas AMIN menilai gerakan sejumlah kampus di Indonesia menginginkan Pemilu 2024 berjalan dengan jujur merupakan pertanda perubahan akan terjadi.

Baca Selengkapnya
Ramai-Ramai Sivitas Akademika Kritik Pemerintah, Puan: Biarkan Rakyat Memilih Pemimpin, Tanpa Intimidasi

Ramai-Ramai Sivitas Akademika Kritik Pemerintah, Puan: Biarkan Rakyat Memilih Pemimpin, Tanpa Intimidasi

Puan juga mempersilakan masyarakat memberikan penilaian dan menyuarakan aspirasi sesuai yang nuraninya.

Baca Selengkapnya