Menanti eksekusi nyata hukuman kebiri
Merdeka.com - Setelah penantian panjang, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akhirnya mengesahkan Perppu Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-undang (UU) Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menjadi UU. Di mana salah satu poin dari Perppu tersebut adalah penambahan hukuman kepada pelaku kekerasan seksual dengan sanksi kebiri kimia.
Pengesahan UU ini sebenarnya tak terlalu berjalan mulus di DPR. Sebab, tidak semua fraksi di DPR menyetujui. Fraksi yang menolak menandatangani adalah Partai Gerindra dan PKS.
Salah satunya alasannya karena pemerintah dan LSM sendiri belum satu suara soal hukuman untuk pelaku kejahatan seksual terdapat terhadap anak.
"Gerindra konsisten bahwa kami setuju dalam semangat perlindungan anak, sanksi pidana harus ditingkatkan. Namun dari berbagai informasi yang kami dapatkan, seperti dari Komnas Perempuan, Komnas HAM, Kontras, dan lainnya, semuanya menyatakan menolak pengesahan Perppu Perlindungan Anak menjadi UU. Padahal mereka langsung berurusan dengan para pelaku kekerasan anak. Perppu adalah kado dari presiden yang indah di luar, namun kosong di dalam," jelas Anggota DPR Fraksi Gerindra Rahayu Saraswati.
Hal yang sama juga dikemukakan Fraksi PKS Anggota Fraksi PKS, Ledia Hanifa, menilai kebiri bukan solusi menekan kejahatan seksual pada anak. Selain itu, katanya, UU ini belum sempurna sehingga ditakutkan akan mendatangkan persepsi berbeda saat dijalankan.
"Data yang menjadi dasar Perppu ini masih kurang jelas. Sebenarnya, klausul tentang pemberatan hukuman yang sebabkan terjadinya penyakit menular kejiwaan dan kerusakan organ reproduksi, tidak bisa dilakukan ketika terdakwa sedang menjalani proses hukum," tegasnya.
"Karena itu, melihat banyak hal yang harus dipenuhi, maka fraksi PKS berpandangan daripada membuat perppu nomor 1/2016 menjadi UU di mana banyak kelemahan di dalamnya. Kami fraksi PKS menolak perppu nomor 1/2016 tentang perlindungan anak," sambung Ledia.
(mdk/lia)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Jelang Pencoblosan, Anies Berharap Tidak Ada Lagi Pelanggaran Etik
DKPP menyatakan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Hasyim Asy'ari melanggar etik.
Baca SelengkapnyaPeta Partai yang Mendukung dan Menolak Hak Angket Kecurangan Pemilu di DPR
Wacana hak angket untuk mengusut kecurangan Pemilu 2024 masih bergulir.
Baca SelengkapnyaPKS Tentukan Jadi Oposisi atau Gabung Pemerintah Setelah Hasil Pemilu Diumumkan KPU
Posisi PKS di pemerintahan bakal diputuskan lewat Musyawarah Majelis Syuro PKS.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
TKN: Ketua KPU Bisa Kena Hukuman Lebih Berat kalau Tolak Pendaftaran Prabowo-Gibran
TKN menilai putusan DKPP terhadap Ketua KPU Hasyim Asy'ari juga tidak berdampak pada pencalonan Prabowo-Gibran.
Baca SelengkapnyaGiliran Universitas Bung Karno Keluarkan Petisi Tolak Penyalahgunaan Kekuasaan di Pemilu 2024
KPU, Bawaslu, DKPP serta organ yang berada di bawahnya diinginkannya bersikap independen
Baca SelengkapnyaGerindra Belum Wacanakan Revisi UU MD3 Tentukan Kursi Ketua DPR
Gerindra menyebut mekanisme pemilihan ketua DPR masih sesuai UU Nomor 2 Tahun 2018 tentang MPR, DPR, DPRD dan DPD (UU MD3).
Baca SelengkapnyaKPU Konversi Suara Partai Politik Setelah Sengketa di MK
Pelapor dugaan PHPU dapat meregister perkaranya dalam kurun waktu 3X24 jam terhitung dari KPU merilis hasil putusan pemilu.
Baca SelengkapnyaSegini Pensiunan yang Bakal Diterima Anggota DPR Usai Menjabat 5 Tahun
Mantan anggota DPR-RI berhak mendapatkan uang pensiun saat periode jabatannya selesai.
Baca SelengkapnyaLKPP Bertekad Sejahterakan UMKK Jateng Lewat e-Katalog
Kepala LKPP Hendrar Prihadi menyebut alokasi anggaran pada rencana umum pengadaan barang dan jasa setiap tahunnya mencapai Rp1.200 triliun.
Baca Selengkapnya