Merdeka.com - Globalisasi di dunia kini sudah mempengaruhi segala aspek yang ada di Indonesia, salah satunya berkembangnya jumlah kaum LGBT (lesbian, gay, biseksual, transgender). Bahkan saat ini mereka sudah berani terang-terangan menyatakan status mereka di masyarakat.

Istilah LGBT digunakan semenjak tahun 1990-an dan menggantikan frasa komunitas gay, karena istilah ini lebih mewakili kelompok-kelompok yang telah disebutkan. Istilah ini juga diterapkan oleh mayoritas komunitas dan media yang berbasis identitas seksualitas dan gender di Amerika Serikat dan beberapa negara berbahasa Inggris lainnya.

Hingga kini, banyak komunitas-komunitas LGBT di Indonesia yang bermunculan di Indonesia, seperti Arus Pelangi dan GAYa Nusantara. Melalui komunitas tersebut, kaum LGBT mencoba untuk memperjuangkan hak-hak mereka sebagai warga negara.

Meski begitu, banyak pula kaum LGBT yang sukses dalam karir maupun kegiatan gender mereka. Bahkan dalam mencapai kesuksesan tersebut, mereka tidak malu untuk menunjukkan status seksualnya.

Berikut orang-orang yang sukses dan bangga dengan status LGBT:

Joop Ave

Pria kelahiran Yogyakarta, 5 Desember 1934 ini merupakan Menteri Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi Republik Indonesia pada Kabinet Pembangunan VI pada masa pemerintahan Presiden Soeharto.Dia memulai kariernya sebagai penulis dan penyiar pada program bahasa Prancis di RRI, Jakarta (1957) sebelum dipekerjakan oleh Departemen Luar Negeri (1957). Sepuluh tahun kemudian, dia bertanggung jawab di Konsulat Jenderal Indonesia di New York, AS (1967), Sekretaris I (1970) dan Konsuler (1972).Ave menjabat sebagai Kepala Rumah Tangga di Istana Presiden dari tahun 1972 sampai 1978. Ia dianugerahi gelar Raden Mas Kanjeng Haryo Condronegoro oleh Mangkunegara VIII. Pada saat istana Surakarta terbakar, dia adalah salah satu dari kelompok khusus yang aktif dalam meneliti penyebab kebakaran.Dibalik karirnya yang menjulang tinggi, Ave merupakan seorang gay. Hal ini terbukti dengan beredarnya kabar dirinya melakukan pencabulan pada seorang pelayan hotel di New Zealand. Akibat perilakunya tersebut, pelayan hotel mengadukan Ave kepada Manager Hotel, sehingga dia diancam Manager Hotel akan diadukan ke polisi.

Dorce Gamalama

Siapa yang tak kenal dengan Dorce Gamalama? Selebriti di Indonesia yang dikenal dengan keputusannya operasi kelamin. Dorce yang terlahir sebagai laki-laki ini memutuskan untuk berganti kelamin menjadi perempuan setelah menyadari dirinya memiliki ketertarikan terhadap kaum pria.Hal ini juga dia manfaatkan untuk membuat penampilannya di panggung tambah menarik, yaitu melawak dengan berpura-pura menjadi wanita. Ketika itulah ia mendapatkan nama panggilan dari Myrna pemimpin kelompok tari waria Fantastic Dolls, yaitu Dorce Ashadi.Meski mendapat tentangan dari berbagai pihak, hal ini membuat Dorce semakin terkenal dengan maraknya pemberitaan di media tentang dirinya. Setelah muncul di TVRI stasiun daerah Surabaya, Dorce kerap tampil di berbagai kota di Indonesia, diikuti oleh film Dorce Sok Akrab dan Dorce Ketemu Jodoh, dan kontrak rekaman.Dorce juga mendapat berbagai prestasi,seperti keberhasilannya masuk dalam daftar presenter papan atas. Bahkan setelah peluncurkan sembilan album sekaligus hanya dalam waktu lima bulan, Dorce meraih book record Museum Record Indonesia (MURI). Album yang melibatkan 74 artis itu, menempatkan Dorce masuk di posisi 1883 dalam daftar penerima penghargaan MURI.

Dede Oetomo

Dede Oetomo adalah seorang sosiolog, aktivis AIDS, dan aktivis gay Indonesia. Dengan cita-citanya memperjuangkan hak-hak bagi kaum gay, Dede akhirnya mendirikan organisasi homoseksual dengan nama GAYa Nusantara.Organisasi ini menjadi pelopor organisasi gay di Indonesia yang terbuka dan bangga akan jati dirinya serta tidak mempermasalahkan keragaman seks, gender dan seksualitas serta latar belakang lainnya. Melalui organisasi ini, Dede bertujuan mengajak gay di Nusantara untuk bangga akan seksualitasnya.Pada tahun 1998, Dede memperoleh penghargaan Felipa de Souza Award dan pada 2001 Utopia Awards. Pada 2012, Dede Oetomo juga mencalonkan diri sebagai calon komisioner Komnas HAM dan gagal pada tahap akhir.Bersama tokoh feminis dan peneliti Soe Tjen Marching, ia mendirikan Jurnal Gandrung, sebuah jurnal akademis pertama di Indonesia yang membahas tentang gender dan seksualitas.