Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

KUHP Belum Jangkau Kekerasan Seksual, Baleg DPR Sebut RUU PKS Mendesak Disahkan

KUHP Belum Jangkau Kekerasan Seksual, Baleg DPR Sebut RUU PKS Mendesak Disahkan Ilustrasi Penganiayaan. ©2013 Merdeka.com/Shutterstock

Merdeka.com - Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Willy Aditya menilai, Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) punya urgensi untuk dibahas. Kasus kekerasan seksual menjadi fenomena gunung es di Indonesia.

Menurut dia, perlu ada undang-undang secara khusus mengatur kekerasan seksual. Sementara, KUHP dinilai masih terbatas dan belum menjangkau kejahatan seksual.

"Kita masih butuh peraturan perundang-undangan yang menjangkau tindak kekerasan seksual. Kenapa? Karena KUHP kita sangat terbatas sekali dalam proses menjangkau itu," ujar Willy dalam diskusi di DPR RI, Selasa (16/3).

Saat ini RUU PKS sudah masuk Program Legislasi Nasional prioritas 2021. Tiga fraksi utama yang mengusulkan adalah NasDem, PDIP dan PKB. Berbeda dengan sebelumnya, RUU ini akan dibahas di Baleg bukan Komisi VIII.

Willy mengungkap ada hal pokok mengapa RUU PKS penting dibahas. RUU tersebut harus memiliki perspektif pendekatan terhadap korban.

"Tentu pendekatan itu yang harus kita letakan. Kita harus gunakan dalam hal itu restorative justice bagaimana itu bisa berlaku surut terhadap pelanggaran-pelanggaran yang sudah ada," ujar politikus NasDem ini.

Kedua, penting dibahas perspektif antara penegak hukum. Willy mengatakan, aparat penegak hukum masih belum memiliki kesamaan perspektif ketika menangani kasus kekerasan seksual.

"Perspektif antara penegak hukum itu penting. Kita masih blank nih perspektif gender atau perspektif diskriminatif gender atau kesetaraan gender itu bagi aparat penegakan hukum," ucapnya.

Ketiga adalah edukasi. Willy menilai mayoritas masyarakat masih terjebak dalam kultur feodalistik. Kekerasan seksual dianggap tabu. Faktanya angka kekerasan seksual selalu meningkat tiap tahunnya.

Sehingga, perlu ada edukasi, diskusi dan penelitian terhadap isu ini. Harapannya RUU PKS tidak lagi terus dibenturkan dengan peradaban kebudayaan barat dan timur atau isu liberal.

"Kalau sejauh ini saya baca dari draf (RUU PKS) yang ada dan dari aspirasi publik, kita harus tabayun, harus dialog, harus research. Untuk ini UU ini tidak terjadi perbenturan peradaban antara barat-timur antara tradisi yang individualis yang libertarian dengan tradisi yang ketimuran," kata Willy.

RUU PKS Masuk Prolegnas 2021

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga mendorong pengesahan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) yang jadi agenda prioritas 2021. Sebab dia menilai RUU tersebut dianggap sudah sangat mendesak dan mengingat kondisi saat ini darurat kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak.

"Pada akhirnya memunculkan upaya bagi kami selaku eksekutif untuk semakin progresif menghimpun berbagai perspektif, pandangan, upaya, pendapat, serta masukan. Maka dimasukkannya kembali RUU PKS dalam Prolegnas tahun 2021, tentunya membawa harapan besar bagi kami semua agar RUU PKS segera disahkan," kata Bintang Puspayoga dalam keterangan pers, Rabu (10/2).

Dia menuturkan berbagai data dan fakta telah membuktikan saat ini Indonesia sedang benar-benar membutuhkan sistem yang holistik untuk dapat menghapuskan kekerasan seksual. Kemudian dia juga mengatakan hal tersebut membutuhkan payung hukum yang komprehensif untuk melindungi perempuan dari kekerasan seksual mulai dari pencegahan, perlindungan sampai penanganan.

Dia membeberkan angka kekerasan seksual yang dilaporkan penyintas sangat memprihatinkan. Hal tersebut tentunya tidak hanya membutuhkan penguatan di bidang penanganan semata sehingga penyintas berani melapor dan mendapatkan penanganan yang tepat.

Dia menjelaskan survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR) 2018, menunjukkan 1 dari 17 anak laki-laki pernah mengalami kekerasan seksual, sementara kasus pada anak perempuan lebih tinggi, dimana 1 dari 11 anak perempuan pernah mengalaminya. Kemudian survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional (SPHPN) 2016, menunjukkan 1 dari 3 perempuan berusia 15-64 tahun pernah mengalami kekerasan fisik dan seksual.

Data Catatan Tahunan 2020 dari Komnas Perempuan juga memperlihatkan selama 12 tahun terakhir, kekerasan terhadap perempuan di Indonesia meningkat 792% (8 kali lipat). Dia pun menegaskan saat ini yang perlu diperhatikan adalah meningkat pencegahan melalui edukasi sejak dini yang dilakukan secara masif dan sistematis.

"Sekalipun RUU PKS tersebut gagal disahkan tahun 2019, namun Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) terus menghimpun masukan dan dukungan dari berbagai sektor pembangunan untuk menyempurnakan RUU PKS dan upaya mendapatkan dukungan," ungkap Bintang.

(mdk/gil)
ATAU
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Kemendikbud Turun Tangan Usut Kasus Dugaan Pelecehan Seksual Rektor Universitas Pancasila

Kemendikbud Turun Tangan Usut Kasus Dugaan Pelecehan Seksual Rektor Universitas Pancasila

Korban dugaan pelecehan seksual dilakukan rektor Universitas Pancasila sebelumnya menyurati Kemendikbud.

Baca Selengkapnya
Ketua KPU Hasyim Asy’ari Dilaporkan Anak Buah ke DKPP Terkait Dugaan Pelecehan Seksual

Ketua KPU Hasyim Asy’ari Dilaporkan Anak Buah ke DKPP Terkait Dugaan Pelecehan Seksual

Korban dugaan pelecehan seorang perempuan yang bertugas sebagai Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN).

Baca Selengkapnya
Respons Ketua KPU Hasyim Asy’ari Dilaporkan Anak Buah ke DKPP Terkait Dugaan Pelecehan Seksual

Respons Ketua KPU Hasyim Asy’ari Dilaporkan Anak Buah ke DKPP Terkait Dugaan Pelecehan Seksual

Hasyim kali ini dilaporkan atas dugaan pelanggaran etik pelecehan seksual.

Baca Selengkapnya
Kamu sudah membaca beberapa halaman,Berikut rekomendasi
video untuk kamu.
SWIPE UP
Untuk melanjutkan membaca.
PKS soal Putusan DKPP: Rakyat Tentu Tidak Ingin Orang yang Dipilih Bermasalah Etika

PKS soal Putusan DKPP: Rakyat Tentu Tidak Ingin Orang yang Dipilih Bermasalah Etika

Dia meminta harus bisa dihentikan dan tidak menjadi tren.

Baca Selengkapnya
DPM UI Desak Melki Sedek Berhenti ‘Manggung’ Pasca Disebut Bersalah di Kasus Dugaan Pelecehan Seksual

DPM UI Desak Melki Sedek Berhenti ‘Manggung’ Pasca Disebut Bersalah di Kasus Dugaan Pelecehan Seksual

Soal sanksi yang diberikan pihak kampus, DPM UI menilai hal itu sudah sesuai.

Baca Selengkapnya
Penjelasan Satgas PPKS UI soal Laporan Dugaan Kekerasan Seksual yang Dituduhkan pada Melki

Penjelasan Satgas PPKS UI soal Laporan Dugaan Kekerasan Seksual yang Dituduhkan pada Melki

Satgas PPKS UI menyatakan tidak memberikan tembusan laporan dugaan kekerasan seksual Melki ke pihak mana pun, termasuk rektor.

Baca Selengkapnya
Dituduh Melakukan Kekerasan Seksual, Ketua BEM UI Dinonaktifkan

Dituduh Melakukan Kekerasan Seksual, Ketua BEM UI Dinonaktifkan

Dia menerima apa yang telah menjadi keputusan organisasi tersebut. Dia pun akan mengikuti proses hukum yang berlaku.

Baca Selengkapnya
Nonaktifkan ETH Buntut Kasus Dugaan Pelecehan Seksual, 8 Kandidat Bersaing Jadi Rektor Universitas Pancasila

Nonaktifkan ETH Buntut Kasus Dugaan Pelecehan Seksual, 8 Kandidat Bersaing Jadi Rektor Universitas Pancasila

Keputusan menonaktifkan ETH ini berdasarkan hasil Rapat Pleno Yayasan pada hari Senin 26 Februari 2024.

Baca Selengkapnya
Terseret Skandal Pungli, Segini Harta Kepala Rutan KPK Achmad Fauzi

Terseret Skandal Pungli, Segini Harta Kepala Rutan KPK Achmad Fauzi

Skandal pungli di Rutan KPK itu diduga melibatkan 93 pegawai.

Baca Selengkapnya