Koruptor-koruptor yang Masa Hukumannya Dipotong Mahkamah Agung
Merdeka.com - Sejumlah terpidana koruptor pernah mendapat 'hadiah' dari Mahkamah Agung (MA). 'Hadiah' tersebut berupa pemotongan masa tahanan hingga bebas. Salah satunya hukuman terpidana korupsi Idrus Marham.
MA mengabulkan pengajuan kasasi Idrus Marham. Alhasil, hukuman Idrus menjadi lebih ringan dibandingkan vonis majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi di Pengadilan Jakarta Pusat.
Tak hanya Idrus, Mahkamah Agung (MA) juga pernah memotong masa tahanan hingga memutuskan bebas terpidana koruptor. Berikut ulasannya:
Sudjiono Timan
Mahkamah Agung (MA) pernah mengabulkan permohonan Peninjauan Kembali (PK) terpidana korupsi Rp369 miliar, Sudjiono Timan. Padahal, kasus korupsi yang melibatkan Sudjiono Timan merugikan keuangan negara sebesar Rp2,1 triliun. Alhasil, pengajuan PK itu dikabulkan Mahkamah Agung dengan memvonis bebas Sudjiono Timan pada 2013.
Ketua Majelis Hakim PK, Suhadi mengatakan, permohonan PK diajukan oleh kuasa hukum Sudjiono Timan. Alasan dikabulkannya PK tersebut karena majelis hakim menilai ada kekeliruan dalam putusan MA sebelumnya terhadap Sudjiono Timan.
"Perbuatan melawan hukum secara material itu menurut putusan Mahkamah Konstitusi kan tidak boleh. Yang namanya PMH secara material itu kan bisa melanggar ketidakpatutan, ketidakhati-hatian, nah oleh MK itu tidak boleh digunakan karena bertentangan dengan UUD. Itu menjadi salah satu pertimbangan majelis," kata Suhadi, Kamis (22/8/2013).
Idrus Marham
Mahkamah Agung mengabulkan kasasi terdakwa kasus suap PLTU Riau Idrus Marham. Pengajuan kasasi dilakukan Idrus usai putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memberikan hukuman 5 tahun penjara denda Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan. Vonis ini lebih lama dua tahun dari putusan Pengadilan Tipikor.
"Dikabulkan," demikian bunyi putusan yang dikeluarkan 2 Desember 2019 tersebut, seperti dikutip dari laman MA, Selasa (3/12).
Sebelumnya, Pengadilan Tipikor Jakarta memvonis Idrus Marham 3 tahun penjara. Di tingkat banding, hukuman Idrus ditambah menjadi 5 tahun. Namun di tingkat Kasasi, hukuman Idrus dipotong menjadi 2 tahun.
Idrus Marham tersangkut kasus korupsi terkait suap proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Riau 1. Diketahui, Idrus dan Eni Maulani Saragih menerima uang sebanyak Rp2,25 miliar dari pengusaha Johanes Budisutrisno Kotjo.
Irman Gusman
Mahkamah Agung mengabulkan upaya hukum Peninjauan Kembali (PK) terpidana kasus suap impor gula Irman Gusman. Vonis mantan Ketua DPD itu dikurangi menjadi 3 tahun penjara dan denda Rp50 juta subsider 1 bulan kurungan.
"Hukumannya dikurangi menjadi 3 tahun," ujar Maqdir Ismail, kuasa hukum Irman saat dikonfirmasi, Kamis (26/9/2019).
MA membatalkan putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 112/Pid.Sus/TPK/2016/PN.Jkt.Pst tanggal 20 Februari 2017. Putusan ini dibacakan oleh Hakim Ketua Suhadi, anggota Abdul Latif dan Eddy Army.
Irman sebelumnya dijatuhi vonis 4 tahun 6 bulan penjara oleh Pengadilan Tipikor pada Februari 2017. Irman dinyatakan bersalah menerima suap Rp100 juta dari Xaveriandi Sutanto dan Memi sebagai pemilik CV Semesta Berjaya.
Keduanya memberi suap Irman agar mengarahkan CV yang bergerak di bisnis sembako itu mendapat alokasi 1.000 ton gula impor dari Perum Bulog. Dalam fakta sidang, Irman menyanggupi permintaan Xaveriandi dan Memi dengan kompensasi ada jatah untuknya sebesar Rp300 per kg.
Atas perbuatannya itu, selain divonis 4,5 tahun, hak politik Irman dicabut selama tiga tahun usai menjalani hukuman.
Patrialis Akbar
Terpidana korupsi kasus suap impor daging, Patrialis Akbar, juga mendapat potongan hukuman dari Mahkamah Agung. Awalnya, hukuman Patrialis Akbar selama 8 tahun penjara. Namun pada tingkat Peninjauan Kembali (PK) MA mengurangi hukuman menjadi 7 tahun dan membayar uang pengganti sebesar USD 10.000, Selasa (27/8/2019).
Sebelumnya, majelis hakim Pengadilan Negeri Tipikor, Jakarta Pusat, memvonis 8 tahun penjara pada Patrialis karena dinyatakan bersalah atas penerimaan suap dari Basuki Hariman, pengusaha importir daging sapi.
"Menyatakan terdakwa Patrialis Akbar telah terbukti secara sah bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama dan berlanjut. Maka majelis hakim menjatuhkan pidana penjara selama 8 tahun denda Rp300 juta diganti 3 bulan kurungan," ucap ketua majelis hakim, Nawawi saat membacakan vonis Patrialis di Pengadilan Negeri Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (4/9).
(mdk/dan)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Sahroni: Pengembalian Nilai Kerugian Negara dari Kasus Korupsi Masih Kecil
Selama ini, kata dia, penanganan kasus korupsi terlalu mengedepankan hukum pidana sebagai alat penyelesaiannya.
Baca SelengkapnyaJaksa Geledah Kantor Gubernur Sumbar, Cari Bukti Dugaan Korupsi Alat Praktik SMK
Jaksa Geledah Kantor Gubernur Sumbar, Cari Dokumen Pengadaan Alat Praktik SMK yang Diduga Dikorupsi
Baca SelengkapnyaKejaksaan Agung Bakal Bikin Satgas Khusus, Diyakini Penanganan Perkara Korupsi Timah Kian Terang
Kejagung telah menetapkan belasan orang sebagai tersangka dalam perkara ini
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Kejagung Buka Suara Terkait Sosok HL, Pemilik Rumah di PIK Digeledah Dalam Kasus Korupsi Timah
Kejagung menyatakan banyak pihak yang keliru terkait sosok HL yang rumahnya digeledah penyidik.
Baca SelengkapnyaKejagung Tetapkan 5 Tersangka Baru Kasus Korupsi Komoditi Timah
Ketut menyebut, penetapan lima tersangka itu dilakukan pada Jumat, 16 Februari 2024.
Baca SelengkapnyaKejagung Tetapkan Tersangka Baru Kasus Korupsi Komoditi Timah, Ditahan di Rutan Pondok Bambu
Sudah ada sembilan tersangka dari puluhan saksi diperiksa Kejagung,
Baca SelengkapnyaRugikan Negara Rp1,3 Triliun, 6 Tersangka Korupsi Pembangunan Jalur KA Besitang-Langsa Ditahan
Kejaksaan Agung menetapkan enam tersangka korupsi proyek pembangunan jalur kereta api Besitang-Langsa pada Balai Teknik Perkeretaapian Medan tahun 2017-2023.
Baca SelengkapnyaUsut Dugaan Korupsi Dana Hibah Rp60 Miliar, Kejari Periksa Ketua KONI dan Mantan Kadispora Makassar
Setidaknya anggaran sekira Rp60 miliar diselidiki Kejari Makassar tahun anggaran 2022 sampai 2023.
Baca SelengkapnyaPengusaha Spa Gugat Kenaikan Pajak Hiburan 75 Persen, Begini Respons Sri Mulyani
Kementerian Keuangan mempersilahkan pelaku usaha spa untuk melakukan gugatan secara resmi melalui Mahkamah Konstitusi (MK).
Baca Selengkapnya