Korupsi Dana PEN, Eks Dirjen Kemendagri Ardian Didakwa Terima Suap Rp2,4 Miliar
Merdeka.com - Mantan Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Mochamad Ardian Noervianto didakwa menerima suap Rp2.405.000.000 atau Rp2,4 miliar. Tim Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meyakini Ardian menerima suap itu agar Kabupaten Kolaka Timur mendapatkan dana pinjaman Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) tahun anggaran 2021.
"Melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang ada hubungannya sedemikian rupa sehingga dipandang sebagai perbuatan berlanjut yaitu menerima hadiah atau janji yakni menerima uang seluruhnya Rp2.405.000.000,00," ujar jaksa KPK dalam surat dakwaan dibacakan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (16/6).
Jaksa menyebut uang itu diterima Ardian dari Bupati Kolaka Timur Andi Merya Nur dan LM. Roesdianto Emba selaku adik dari Bupati Muna La Ode Muhammad Rusman Emba.
Jaksa menyebut awalnya pada Maret 2021, Andi Merya yang saat itu masih menjabat Plt. Bupati Kolaka Timur menyampaikan keinginan untuk mendapatkan dana tambahan pembangunan Infrastruktur di Kabupaten Kolaka Timur kepada Rusdianto Emba.
Kemudian Rusdianto menyampaikan keinginan Andi Merya kepada Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan SDM Kabupaten Muna Sukarman Loke yang memiliki jaringan di pusat agar membantu mewujudkan keinginan Andi.
Selanjutnya Sukarman menyampaikan informasi tersebut kepada Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Muna La Ode M. Syukur Akbar yang sedang mengurus pengajuan pinjaman dana PEN Daerah Kabupaten Muna.
Kemudian pada 1 April 2021, Sukarman menyarankan agar Kabupaten Kolaka Timur mengajukan dana pinjaman PEN Daerah dengan bunga yang lebih rendah dari pinjaman lainnya. Kemudia Kolaka Timur mengajuka kepada Ardian Noervianto dana PEN Daerah sejumlah Rp 350 miliar.
Lalu pada 4 Mei 2021, Andi Merya bersama La Ode M. Syukur menemui Ardian di ruang kerjanya di Kemendagri. Dalam pertemuan tersebut Ardian menyanggupi Rp 300 miliar dana PEN untuk Kolaka Timur.
Setelah pertemuan, M. Syukur beberapa Komunikasi dengan Ardian menanyakan soal dana PEN Kolaka Timur. Kemudian Ardian menyebutkan posisi Kabupaten Kolaka Timur nomor urutan 48 sehingga kemungkinan tidak akan mendapat dana pinjaman PEN untuk tahun 2021.
Namun lantaran kerap ditanya soal dana pinjaman PEN untuk Kolaka Timur, Ardian menyarankan agar Kolaka Timur mengikuti Kabupaten Muna yang pernah menerima dana PEN Daerah.
Atas saran tersebut, pada 10 Juni 2021 diadakan pertemuan antara Ardian, M. Syukur, dan Sukarman di Kemendagri. Dalam pertemuan itu Ardian meminta fee sebesar 1 persen kepad M. Syukur.
"Atas permintaan Terdakwa (Ardian) tersebut, selanjutnya disampaikan oleh Sukarman melalui Roesdianto Emba. Selanjutnya Andi Merya meminta Mujeri Dachri Muchlis (suami Andi Merya) mentransfer uang seluruhnya sebesar Rp 2 miliar ke rekening Roesdianto Emba untuk diserahkan kepada Terdakwa melalui M. Syukur dan Sukarman," kata jaksa.
Atas hal itu, Ardian memprioritaskan dengan membahasnya dalam Rakortek dengan PT. SMI, Pemkab Kolaka Timur, Kemenkeu (DJPK) dan Kemendagri yang hasilnya Kabupaten Kolaka Timur mendapatkan pinjaman dana PEN Rp151 miliar.
"Oleh karena Terdakwa meminta agar usulan PEN Pemerintah Kabupaten Kolaka Timur disesuaikan, sehingga Andi Merya membuat surat usulan baru yang ditujukan kepada PT SMI dengan ditembuskan kepada Direktur Jenderal Bina Keuangan Kementerian Dalam Negeri sebesar Rp 151 miliar," kata jaksa.
Pembagian Uang Suap
Setelah pengajuan dana PEN itu berhasil, uang suap dari Andi dibagi-bagi. Ardian mendapatkan Rp 1,5 miliar, sedangkan Rp 500 juta sisanya disimpan Sukarman untuk dibagikan ke beberapa orang yang membantu.
Selain itu, menurut jaksa, Ardian, Laode, dan Sukarman juga menerima beberapa uang lain terkait pengurusan dana PEN Kolaka Timur. Sehingga, total yang yang diterima oleh Ardian bersama Laode dan Sukarman mencapai Rp 2,4 miliar.
Ardian didakwa melanggar Pasl 12 huruf a Jo Pasal 18 UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP, atau Pasal 11 Jo Pasal 18 UU Tipikor Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP
Reporter: Fachrur Rozie/Liputan6.com
(mdk/gil)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Kejati DKI Jakarta menetapkan enam tersangka korupsi pengelolaan Dana Pensiun Bukit Asam tahun 2013 sampai 2018 dengan kerugian negara Rp234 miliar.
Baca SelengkapnyaLaporan kedua terkait PKN atas bantuan dana pemerintah kepada Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Pusat pada Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora).
Baca Selengkapnyaaksa KPK juga membebankan Dudy dengan membayar uang pengganti.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Anggota DPR RI dari Fraksi PDIP Hendrawan Supratikno menyoroti penanganan perkara tersebut.
Baca SelengkapnyaKeterangan mereka dibutuhkan penyidik KPK untuk mengetahui aliran uang distribusi itu ke para tersangka.
Baca SelengkapnyaArief Prasetyo meminta penjadwalan ulang. Ali menjamin, KPK akan menginformasikan jadwal pemeriksaan berikutnya.
Baca SelengkapnyaSebanyak 90 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diduga terlibat pungli di Rutan KPK bakal dipecat
Baca SelengkapnyaIa dipanggil penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 29 Januari dan 20 Februari 2024
Baca SelengkapnyaKPK telah menetapkan SW sebagai tersangka korupsi pemotongan dana insentif ASN Sidoarjo sebesar Rp2,7 miliar.
Baca Selengkapnya