Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Kontroversi Omnibus Law soal Jokowi Bisa Ubah UU dengan PP, Benarkah Salah Ketik?

Kontroversi Omnibus Law soal Jokowi Bisa Ubah UU dengan PP, Benarkah Salah Ketik? Pemerintah Serahkan Draft RUU Omnibus Law. ©2020 Liputan6.com/JohanTallo

Merdeka.com - Pemerintah sudah menyerahkan draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law kepada DPR pada Rabu (12/2) lalu. Namun ada satu pasal yang menjadi sorotan yakni pasal 170 yang isinya, "Pemerintah Pusat memiliki wewenang mengubah ketentuan dalam undang-undang melalui Peraturan Pemerintah".

Pasal 170 ayat (1) berbunyi; "Dalam rangka percepatan pelaksanaan kebijakan strategis cipta kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), berdasarkan Undang-Undang ini Pemerintah Pusat berwenang mengubah ketentuan dalam Undang-Undang ini dan/atau mengubah ketentuan dalam Undang-Undang yang tidak diubah dalam Undang-Undang ini".

Pasal 170 ayat (2) berbunyi; "Perubahan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah".

Terkait hal itu, pemerintah memberikan alasan adanya kesalahan ketik dalam pasal yang tertuang di rancangan undang-undang tersebut. Banyak pihak yang menilai kejadian salah ketik seharusnya tidak terjadi. Berikut ulasannya:

Menkumham Sebut Salah Ketik

Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly mengaku ada salah ketik dalam draf Omnibus Law Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja. Salah ketik yang dimaksud adalah soal jika Presiden berwenang mengubah undang-undang melalui Peraturan Pemerintah (PP). Dia bilang, PP tidak memungkinkan mengubah UU.

"Ya ya.. (salah ketik) enggak bisa dong PP melawan undang-undang. Peraturan perundang undangan itu," kata Yasonna di Kantor Presiden, Jakarta Pusat, Senin (17/2).

Menurut Yasonna, yang bisa diubah menggunakan PP dalam Omnibus Law RUU Cipta Kerja adalah Peraturan Daerah (Perda). Dalam artian, Perda tidak boleh bertentangan dengan UU di atasnya seperti Peraturan Presiden (Perpres) dan PP.

"Kalau bertentangan, kita cabutnya tidak melalui eksekutif review seperti dulu. Kalau dulu kemendagri membuat eksekutif review kemudian melalui keputusan mendagri dibatalin, tidak bisa. Harus melalui misalnya, Perda itu kan produk perundang-undangan. Diatasnya ada Perpres diatasnya ada PP. Undang undang nanti setelah kita lihat peraturan ini ya pembatalannya melalui peraturan perundang-undangan di atasnya," katanya.

Mahfud MD Sebut PP Tidak Bisa Ubah UU

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD membenarkan adanya salah ketik terdapat pada Pasal 170 Omnibus Law Cipta Kerja yang menyebut peraturan pemerintah bisa mengganti undang-undang. Menurut dia, peraturan pemerintah tidak bisa mengubah undang-undang. Namun, hanya bisa mengubah tata cara pengubahan.

"Ya salah ketik sebenarnya. Artinya seharusnya keliru, kan tadi sudah disepakati kalau kembali ke dasar teori ilmu per-UU. Bahwa yang bisa mengubah Undang-undang itu hanya Undang-undang. Kalau PP itu hanya bisa mengatur lebih lanjut, itu prinsipnya," kata Mahfud di Kantor Presiden, Jakarta Pusat, Selasa (18/2).

Dia menjelaskan RUU Cipta Kerja tersebut masih dalam bentuk rancangan. Karena itu, dia mengklaim hal tersebut masih bisa diperbaiki sebab masih dalam pembahasan di DPR.

"Namanya RUU Demokratis itu masih bisa diperbaiki selama masa pembahasan dan sekarang sudah dimulai proses penilaian masyarakat. Silakan saja dibuka," ungkap Mahfud.

PPP Menolak Alasan Pemerintah Salah Ketik

Sementara itu, Sekjen PPP, Asrul Sani mengomentari kesalahan pengetikan dalam draf omnibus law Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja. Menurut dia, alasan pemerintah soal kesalahan pengetikan tidak dapat diterima. Salah ketik, dalam pandangan dia misalnya terkait dengan adanya kata yang hilang atau ditambahkan.

"Saya kira tidak salah ketik lah. Sebab kalau salah ketik itu misalnya harusnya katanya ada menjadi tidak ada, itu menjadi salah ketik. Atau harusnya 'bisa' menjadi 'tidak bisa' atau seharusnya 'tidak bisa' tapi terketik 'bisa'. Nah itu salah ketik," ungkapnya, di Komplek Parlemen, Jakarta, Rabu (19/2).

Tapi kalau sudah dibangun dalam satu kalimat, maka pemerintah tidak bisa beralasan bahwa terjadi salah ketik.

"Apalagi itu ada dua ayat yang terkait dengan itu paling tidak itu enggak salah ketiklah. Tapi sekali lagi itu kan baru RUU. Nah kami tentu berterima kasih bahwa para ahli hukum, elemen masyarakat sipil, teman-teman media mengingatkan itu, sehingga itu nanti menjadi paham pembahasan di DPR ini," ujar Asrul.

Demokrat: Lucu, Omnibus Law Cipta Kerja Kok Salah Ketik

Sedangkan Wakil Ketua Umum Partai Demokrat, Syariefuddin Hasan heran RUU prioritas usulan pemerintah Omnibus Law terdapat salah ketik.

"Ternyata ada bantahan Menko Polhukam dan Menkum HAM bahwa itu salah ketik katanya. Ya masa sih lucu kok yang prioritas kok salah ketik," ujar Syarief di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (18/2).

Bamsoet: Salah Ketik Biasa, Gitu Saja Kok Repot

Ketua MPR Bambang Soesatyo menilai tidak perlu memusingkan salah ketik dalam Omnibus Law Cipta Kerja. Kesalahan itu berada pada pasal 170 yang memuat peraturan pemerintah dapat membatalkan undang-undang.

"Yang pasti kalau sudah disampaikan salah ketik, tinggal kita biasa saja, kok gitu saja repot?," ujar politikus yang akrab disapa Bamsoet di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (19/2).

(mdk/dan)
ATAU
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Jokowi Dituding Tidak Netral, TKN Jelaskan Aturan Hukum Perbolehkan Presiden Dukung Capres

Jokowi Dituding Tidak Netral, TKN Jelaskan Aturan Hukum Perbolehkan Presiden Dukung Capres

Jokowi memiliki hak individu untuk mendukung paslon manapun.

Baca Selengkapnya
Anies Jamin Revisi Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja Jika jadi Presiden 2024

Anies Jamin Revisi Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja Jika jadi Presiden 2024

Anies Baswedan memastikan bakal merevisi Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker).

Baca Selengkapnya
Jokowi Ungkap Alasan Naikkan Pangkat Prabowo Jadi Jenderal Kehormatan TNI

Jokowi Ungkap Alasan Naikkan Pangkat Prabowo Jadi Jenderal Kehormatan TNI

Usulan kenaikan pangkat Prabowo ini merupakan usulan Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto.

Baca Selengkapnya
Kamu sudah membaca beberapa halaman,Berikut rekomendasi
video untuk kamu.
SWIPE UP
Untuk melanjutkan membaca.
Soal Permintaan Pemakzulan Jokowi, Puan Maharani: Kita Jalankan Konstitusi Sesuai Aturan

Soal Permintaan Pemakzulan Jokowi, Puan Maharani: Kita Jalankan Konstitusi Sesuai Aturan

"Kita jalankan konstitusi itu dengan aturan yang ada. Silahkan saja aspirasi disampaikan," kata Puan

Baca Selengkapnya
Muncul Desakan Pemakzulan Jokowi, Istana Klaim Kepuasan ke Presiden Masih Tinggi di Atas 75 Persen

Muncul Desakan Pemakzulan Jokowi, Istana Klaim Kepuasan ke Presiden Masih Tinggi di Atas 75 Persen

Istana menegaskan, Presiden Joko Widodo atau Jokowi tak terganggu dengan munculnya wacana pemakzulan Jokowi.

Baca Selengkapnya
UntitledJokowi di Ujung Periode Kekuasaan, Dari Wacana Hak Angket Hingga Pemakzulan

UntitledJokowi di Ujung Periode Kekuasaan, Dari Wacana Hak Angket Hingga Pemakzulan

Langkah Gibran maju di Pilpres 2024 membuat sejumlah pihak meradang dan mendorong pemakzulan Jokowi.

Baca Selengkapnya
Tak Bahas Hak Angket, Istana Minta Pertemuan Jokowi dan 2 Menteri PKB Tak Dispekulasikan ke Mana-Mana

Tak Bahas Hak Angket, Istana Minta Pertemuan Jokowi dan 2 Menteri PKB Tak Dispekulasikan ke Mana-Mana

Ari menyebut pertemuan tersebut juga merupakan permintaan dari para menteri PKB.

Baca Selengkapnya
Reaksi Prabowo soal Jokowi Sebut Presiden Boleh Berkampanye dan Berpihak

Reaksi Prabowo soal Jokowi Sebut Presiden Boleh Berkampanye dan Berpihak

Sudah ada aturan yang mengatur terkait Presiden boleh berkampanye atau tidak.

Baca Selengkapnya
Jokowi Sebut Presiden Boleh Memihak di Pilpres, Perludem Nilai Bakal Jadi Pembenaran Pejabat Tak Netral

Jokowi Sebut Presiden Boleh Memihak di Pilpres, Perludem Nilai Bakal Jadi Pembenaran Pejabat Tak Netral

Perludem menyayangkan pernyataan Presiden Joko Widodo soal presiden boleh berpihak di Pilpres 2024

Baca Selengkapnya