Kisah juru sita menelusuri aset pengutang pajak di rimba Papua
Merdeka.com - Edi Supriyanto dan Sujarwo Adi, dua petugas jurusita pajak Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Sorong, Papua Barat ditugaskan mengusut tunggakan pajak dua perusahaan pemilik Hak Pengelolaan Hutan (HPH) di Bintuni. Keduanya harus blusukan ke hutan Papua untuk mencari lokasi penyimpanan kayu yang hendak disita.
Awalnya pihak PT RKA dan PT PA, dua perusahaan penunggak pajak terbesar di KPP Pratama Sorong terkesan menutup-tutupi sisa aset mereka.
"Saat itu dalam pertemuan di KPP Pratama Sorong sekitar Maret 2011, saya minta mereka membayar minimal 10 persen dari total tagihan Rp 140 miliar. Mereka bilang tidak sanggup," kata Adi.
Dua perwakilan PT RKA dan PT PA itu mengatakan hanya memiliki aset bangunan di gedung dan tanah di Jl. Soepomo, Jakarta Selatan, dan tanah dan bangunan seluas 45 hektare di Pulau Karas, Fakfak, Papua Barat.
"Saya jebak dengan pertanyaan enggak mungkin lah perusahaan HPH tidak punya aset lagi berupa sisa kayu karena informasi dari masyarakat masih ada sisa kayu dua perusahaan itu," tutur Adi.
Tanpa diduga, lanjut Adi, kedua perwakilan itu mengakui, bahwa masih ada sisa kayu hasil tebangan yang tersebar di beberapa lokasi. Setelah diminta, pihak perusahaan kemudian menyerahkan daftar Stock Opname (SO) dan Surat Keterangan Hasil Hutan dari Dinas Kehutanan, serta peta lokasi sebaran kayu gelondongan tersebut.
Setelah dikonfirmasi ke Dinas Kehutanan Kabupaten Teluk Bintuni, surat-surat yang diserahkan itu valid dan merupakan bukti kepemilikan atas kayu-kayu hasil tebangan 2002 dan 2005 itu.
Adi dan Edi kemudian ditugaskan untuk melakukan survei mengecek lokasi kayu. Sebelum ke Bintuni, keduanya melakukan survei ke Fakfak dan menemukan bangunan bekas pabrik sudah rata dengan tanah, dan sebagian tanah sudah dipakai masyarakat. "Nilai asetnya sekitar Rp 1,5-2 miliar dan langsung kami sita," ujarnya.
Perjalanan terberat dirasakan ketika melakukan survei ke Bintuni. Menggunakan mobil double cabin, tim yang terdiri dari lima orang termasuk Adi dan Edi, berangkat dari KPP Pratama Manokwari. Bintuni saat itu berada dalam wilayah kerja KPP Pratama Manokwari. Sementara di Bintuni, terdapat perwakilan Ditjen Pajak berupa Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) Bintuni.
Perjalanan darat Manokwari-Bintuni ditempuh 8 jam dengan jalan tanah dan lumpur. Di beberapa titik, rombongan beberapa kali terjebak genangan lumpur. Setelah sampai di Bintuni, rombongan kemudian melanjutkan perjalanan ke daerah Mogoi yang berjarak 130 km. Di sana terdapat log pond, salah satu lokasi tempat penyimpanan kayu yang berada dekat muara.
"Perjalanan kami tempuh 5 jam dan kami terjebak lumpur sehingga mobil yang kami pakai tidak dapat keluar dari kubangan lumpur dan rawa-rawa. Karena misi harus selesai jam 14.00 WIT kami putuskan untuk melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki ke log pond dan 1,5 jam kemudian kami tiba di lokasi," kenang Adi.
Adi mengingat, total dia harus berjalan kaki selama 11 jam untuk melakukan survei. "Kami akhirnya dibantu oleh seorang polisi yang bertugas di wilayah itu yang membantu menderek mobil dan memberikan kami tumpangan menginap," tutup Adi.
(mdk/cza)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Minimnya lapangan pekerjaan dan upah buruh yang rendah membuat warga Blitar rela meninggalkan kampung halamannya
Baca SelengkapnyaDalam perjalanan pengantaran surat suara pemilu itu, para anggota kepolisian Puncak Jaya Papua tiba-tiba mendapati momen tak terduga.
Baca SelengkapnyaPeristiwa itu terjadi Pukul 07.57 WIB, saat melintas dari arah Utara, beberapa ratus meter dekat Stasiun Tanggullangin
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Cerita Prabowo Subianto saat masih menjadi Danjen Kopassus dan memimpin operasi penting di Papua.
Baca SelengkapnyaPetugas gabungan di Lampung kemudian membantu menenangkan pemudik asal Karawang, Jawa Barat tersebut.
Baca SelengkapnyaCalon penumpang yang telah memiliki tiket, bisa melakukan pembatalan tiket di loket stasiun. Nantinya akan dikembalikan 100 persen di luar bea pesan.
Baca SelengkapnyaPolisi itu harus mendaki gunung, melewati hutan belantara dan menerjang beberapa sungai deras untuk menuju perkampungan.
Baca SelengkapnyaRibuan mahasiswa dan masyarakat secara mengarak peti jenazah Lukas Enembe menuju persemayaman.
Baca SelengkapnyaModus pelaku, berpura-pura memesan dan meminta diantarkan ke suatu tempat. Tetapi dalam perjalanan dihabisi.
Baca Selengkapnya