Keluarga Korban Kebakaran Lapas Tangerang Mengadu ke Komnas HAM

Merdeka.com - Sejumlah keluarga korban kebakaran Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas I Tangerang, Banten, didampingi beberapa lembaga bantuan hukum mendatangi Kantor Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengadu terkait kasus yang menewaskan 49 narapidana tersebut.
"Kami melaporkan temuan dari pengakuan keluarga korban dan melaporkan temuan tersebut ke Komnas HAM," kata Perwakilan Tim Advokasi Korban Kebakaran Lapas Kelas I Tangerang Ma'ruf Bajammal di Jakarta, Kamis (28/10).
Pengaduan tersebut bermula ketika Tim Advokasi Korban Kebakaran Lapas Kelas I Tangerang yang terdiri atas LBH Masyarakat (LBHM), LBH Jakarta, Imparsial, dan LPBH NU Tangerang membuka posko pengaduan.
-
Dimana peristiwa kebakaran terjadi? Peristiwa tersebut terjadi di ibu kota Kerajaan K'anwitznal dekat lokasi pemakaman.
-
Siapa yang bisa dilapor? KDRT dapat berupa kekerasan fisik, psikis, seksual, atau ekonomi yang dilakukan oleh anggota keluarga terhadap anggota keluarga lainnya.
-
Dimana kebakaran terjadi? Api yang awalnya dinyalakan untuk membakar daun bambu kering, tiba-tiba menyebar dengan cepat dan melahap ranting-ranting di sekitarnya.
-
Dimana lokasi kebakaran? Pabrik Mainan Kader adalah pabrik mainan Thailand yang memproduksi boneka mainan dan boneka plastik berlisensi. Mainan-mainan yang diproduksinya ini terutama ditujukan untuk ekspor ke Amerika Serikat dan negara maju lainnya.
-
Di mana teror pembakaran terjadi? Pelaku pembakaran misterius di Kampung Tipar, RT 02, RW 06, Kelurahan Mekarsari Kecamatan Cimanggis, Depok mulai terungkap.
Selama itu, kata dia, pihaknya menerima sembilan pengaduan dan tujuh di antaranya memberi kuasa untuk meminta pendampingan hukum.
Dari pengakuan para keluarga korban, Tim Advokasi Korban Kebakaran Lapas Kelas I Tangerang menemukan setidaknya tujuh poin penting dari tragedi memilukan tersebut.
Pertama, adanya ketidakjelasan proses identifikasi tubuh korban yang meninggal dunia. Dengan kata lain, identifikasi yang dilakukan dinilainya tidak transparan. Bahkan, sampai korban dimakamkan tidak ada informasi jelas yang diterima oleh ahli waris.
"Jadi apa dasar identifikasi korban tersebut bisa teridentifikasi," kata Ma'ruf.
Poin kedua, yakni adanya ketidakterbukaan penyerahan jenazah korban yang meninggal dunia. Pada saat jenazah diserahkan, pihak keluarga ingin melihat namun disugesti oleh petugas agar tidak melihatnya.
Para keluarga korban terutama yang mengadu tetap bersikukuh ingin melihat untuk terakhir kalinya namun tetap saja tidak bisa. Selanjutnya, tim menemukan ketidaklayakan peti jenazah korban yang hanya terbuat dari triplek.
"Menurut keluarga korban peti tersebut tidak layak menjadi peti jenazah," katanya.
Bahkan, ada keluarga korban yang terpaksa membeli sendiri peti jenazah karena menilai peti yang disediakan pemerintah tidak layak untuk pemakaman anggota keluarganya.
Temuan keempat, yakni adanya indikasi intimidasi saat ahli waris menandatangani surat administrasi pengambilan jenazah korban. Saat akan menandatangani surat tersebut, keluarga korban diminta secepatnya menyelesaikan.
"Atas dasar itu kami melihat adanya upaya intimidasi saat proses penandatanganan penyerahan jenazah," ujar dia.
Temuan kelima, yakni terdapat upaya pembungkaman agar para keluarga korban tidak menuntut pihak manapun atas peristiwa kebakaran Lapas Kelas I Tangerang. Hal itu diperkuat melalui sepucuk surat yang harus ditandatangani ahli waris.
Poin keenam, tim menemukan tidak adanya pendampingan psikologis berkelanjutan yang dilakukan pemerintah, dalam hal ini Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham), pascapenyerahan jenazah.
Akibatnya, ada keluarga korban yang hingga saat ini ketika mendengar kata bakar atau melihat sesuatu yang dibakar merasa trauma atau tidak kuat.
Poin kKetujuh, terkait pemberian uang duka senilai Rp30 juta dinilainya sama sekali tidak cukup.
"Uang tersebut hanya habis untuk penghiburan atau kegiatan berdoa keluarga korban saja. Bahkan, ada yang terpaksa menomboki untuk kegiatan pascapemakaman," ujarnya.
(mdk/ded)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Keluarga korban menilai hingga kini belum ada kejelasan terkait kasus tersebut dan mendorong Komnas HAM untuk terlibat melakukan penyelidikan.
Baca Selengkapnya
Heru berkeliling posko sembari melihat dan menyapa warga. Sesekali warga nampak menyampaikan keluh kesahnya ke Heru Budi.
Baca Selengkapnya
Keluarga Rico mendatangi Komnas HAM, LPSK hingga KPAI agar kasus ini menjadi atensi dan pihak-pihak terkait bisa diperiksa.
Baca Selengkapnya
Komnas HAM menjelaskan 278 orang melaporkan institusi Polri
Baca Selengkapnya
Rustini mengatakan kedatangannya bersama sejumlah kader Perempuan Bangsa serta dua anggota DPR RI Fraksi PKB adalah wujud kepedulian terhadap sesama.
Baca Selengkapnya
Laporkan ‘Tragedi Boyolali’ ke Komnas HAM, TPN Ganjar Mahfud Tuntut Bentuk Tim Independen
Baca Selengkapnya
Dugaan pelanggaran HAM tersebar di seluruh di Indonesia.
Baca Selengkapnya
Laporan ke Bareskrim Polri dilakukan keluarga korban setelah tidak ada perkembangan penyidikan dari Polda Kalteng.
Baca Selengkapnya
Menurut Yusri, proses penyelidikan itu sebagaimana laporan dari pihak keluarga soal dugaan tersebut yang telah diterima Pomdam I/Bukit Barisan (BB).
Baca Selengkapnya
Awal mula peristiwa Talangsari dipicu oleh semakin kuatnya doktrin pemerintahan Soeharto tentang asas tunggal Pancasila.
Baca SelengkapnyaPj Gubernur Jakarta juga akan mengevaluasi sejumlah aspek agar kejadian serupa tak terulang.
Baca Selengkapnya
Kapuslabfor Bareskrim Polri Brigjen Sudjarwoko mengatakan, telah mengumpulkan sejumlah barang bukti berupa abu dan arang usai melakukan olah TKP.
Baca Selengkapnya