Kejar aset diuntungkan SKL BLBI, KPK bakal terapkan pidana korporasi
Merdeka.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat ini mempertimbangkan penerapan tanggung jawab korporasi dalam tindak pidana korupsi terkait kasus dugaan korupsi penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) terhadap obligor Badan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) oleh Syafruddin Arsyad Temenggung, mantan kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).
"Kami juga dapat informasi penyidik mempertimbangkan untuk menerapkan ketentuan pidana korporasi sebagai strategi memaksimalkan asset recovery untuk mengejar aset-aset yang diuntungkan dari SKL BLBI," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah, Selasa (16/5).
Meski Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) dengan pemegang saham terbesar adalah Sjamsul Nursalim sudah tidak aktif lagi, Febri mengatakan Perma tentang tanggung jawab korporasi tetap dipertimbangkan untuk diterapkan dengan menelusuri aset-aset pihak yang diuntungkan dari SKL tersebut. Mantan aktivis Indonesian Corruption Watch (ICW) itu mengatakan penerapan Perma sebagai upaya maksimal pengembalian negara yang merugi Rp 3.7 triliun dari tindakan Syafruddin.
Atas upaya ini pula, KPK saat ini juga menelusuri sejumlah aset yang berkaitan dengan kasus ini, baik di dalam atau luar negeri.
"Untuk aset di luar negeri akan dibangun kerjasama internasional yang sudah difasilitasi untuk memaksimalkan aset recovery dan pengumpulan bukti," katanya.
Diketahui, Syafruddin kala itu sebagai Kepala BPPN menerbitkan SKL terhadap obligor BLBI, Sjamsul Nursalim, pemegang saham Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI). Sjamsul diwajibkan membayar pengembalian utang sekitar Rp 4.8 triliun namun dalam realisasinya dia hanya membayar Rp 1.1 triliun dan masih tersisa Rp 3.7 triliun belum dibayar.
Sekitar tahun 2002, Syafruddin pun menerbitkan SKL terhadap Sjamsul meski kewajiban pembayaran belum terpenuhi. Jumlah Rp 3.7 triliun lah yang dianggap KPK sebagai kerugian negara.
Atas perbuatannya, Syafruddin disangkakan telah melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah Nomor 20 Tahun 2001 Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
(mdk/dan)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Sanksi Pembatasan Kegiatan Usaha Dicabut OJK, Akulaku PayLater Kembali Salurkan Pembiayaan
Akulaku diminta meningkatkan tata kelola perusahaan yang baik dan pelaksanaan manajemen risiko dalam menjalankan kegiatan usaha BNPL.
Baca SelengkapnyaPPATK Temukan Transaksi Janggal Bendahara Parpol, TKN Prabowo: Yang Berhak Mengusut Itu Penegak Hukum
Diduga transaksi keuangan itu untuk kepentingan penggalangan suara.
Baca SelengkapnyaKisah Nasabah PNM Mekaar, Ambil Kredit Rp5 Juta Kini Bisa Ekspor Produk Hingga ke Malaysia dan Brunei Darussalam
Jokowi menegaskan, pembukaan akses tersebut yang perlu didorong pada UMKM. Sehingga menciptakan peluang-peluang pasar baru bagi produknya.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
TKN soal Salam 4 Jari: Kenapa Enggak Lima Jari? Dadah Sudah Selesai
Gerakan itu sebagai bentuk kepanikan lantaran elektabilitas Prabowo-Gibran terus meningkat.
Baca SelengkapnyaPertumbuhan DPK Perbankan Melambat per November 2023, OJK Ungkap Penyebabnya
Di sisi lain likuiditas industri perbankan pada bulan November 2023 dalam level yang memadai.
Baca SelengkapnyaBuruh di-PHK dan THR Tidak Dibayar Jelang Lebaran, Ayo Laporkan ke Sini
Layanan pengaduan itu dibuka Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI).
Baca SelengkapnyaPenyidik Ungkap Alasan Penerbitan Sprindik Baru dalam Kasus Dugaan Pemerasan Firli terhadap SYL
Penyidik Dittipidkor Bareskrim Polri, AKP Denny Siregar menjadi saksi sidang praperadilan yang dimohonkan Ketua nonaktif KPK Firli Bahuri di PN Jaksel.
Baca SelengkapnyaSektor Properti Pulih dari Pandemi, KPR Bank BTN Tumbuh 12,66 Persen
Alhasil, pemulihan ekonomi telah menunjukkan perbaikan yang signifikan ke arah yang lebih baik
Baca SelengkapnyaDipanggil Terkait Kasus Korupsi Eks Mentan SYL, Kepala Bapanas Arief Prasetyo Tak Penuhi Panggilan KPK
Arief Prasetyo meminta penjadwalan ulang. Ali menjamin, KPK akan menginformasikan jadwal pemeriksaan berikutnya.
Baca Selengkapnya