Keinginan Anak Anggota DPRD Bekasi Nikahi Korban yang Dia Perkosa Tak Bisa Dibenarkan
Merdeka.com - AT (21) anak anggota DPRD Bekasi yang menjadi tersangka pemerkosaan remaja inisial PU (15) mengaku siap menikahi korban. Tersangka berdalih menyayangi korban dan ingin bertanggung jawab.
"AT mengaku sayang dan tulus sama PU. Ketika ditanya mau atau tidak dinikahkan, dia jawab bersedia. Karena (tersangka dan korban) saling sayang sebenarnya," kata kuasa hukum AT, Bambang Sunaryo, Rabu (26/5) lalu.
Keinginan AT menikahi korban PU mendapat sorotan The Institute for Criminal Justice Reform (ICJR).
"Ide menikahkan korban dengan dalih menghindari dosa apalagi untuk meringankan hukuman jelas tidak dapat dibenarkan. Pelaku telah melakukan tindak pidana, yang merupakan urusan hukum publik, bukan ranah kekeluargaan atau keperdataan," kata ICJR dalam keterangan tertulis, Jumat (28/5).
ICJR meminta pihak kepolisian menelaah secara kritis. Menurut ICJR, hubungan seksual antara orang dewasa dengan anak-anak harus dikategorikan sebagai tindak pidana. Sekalipun ada narasi perbuatan itu dilakukan atas dasar suka sama suka. ICJR mengutip Pasal 81 Perpu 1 tahun 2016 jo Pasal 76D UU No. 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
"Perbuatan melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain juga dinyatakan sebagai tindak pidana, Dikarenakan korban berusia anak, maka tidak ada konsep persetujuan murni orang dibawah usia 18 tahun untuk melakukan hubungan seksual," terang dia.
Selain itu, jalan menikahkan anak korban dengan pelaku kekerasan seksual dalam hal ini perkosaan selain tidak sejalan dengan prinsip perlindungan hak anak juga bertentangan dengan komitmen pencegahan perkawinan anak. Sebagaimana pada Pasal 26 UU No. 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
"Telah secara jelas menyatakan orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab untuk mencegah terjadinya perkawinan anak," ucap dia.
Dalam UU ini juga telah dinyatakan bahwa anak korban kejahatan seksual memerlukan perlindungan khusus yang terdiri dari upaya: edukasi tentang kesehatan reproduksi, nilai agama, dan nilai kesusilaan; rehabilitasi sosial; pendampingan psikososial pada saat pengobatan sampai pemulihan; dan pemberian perlindungan dan pendampingan pada setiap tingkat pemeriksaan mulai dari penyidikan, penuntutan, sampai dengan pemeriksaan di sidang pengadilan.
"Menikahkan korban dan pelaku dengan konsekuensi korban harus terus hidup bersama orang yang melakukan kekerasan terhadapnya jelas bukan merupakan pemulihan," terang dia.
Untuk itu ICJR mengingatkan pada aparat penegak hukum yang menangani kasus ini menggunakan perspektif korban dan anak.
"Penyidik harus peka dengan orientasi tetap pada anak korban, bukan semata-mata narasi penyelesaian perkara dengan pernikahan yang dapat berdampak buruk pada anak," tandas dia.
Terpisah, pakar Psikologi Forensik, Reza Indragiri Amriel, menilai meski pelaku berniat menikahi korban bukan berarti proses pidana yang dihadapinya menjadi gugur.
"Kalau memang perkosaan, baik dari sisi hukum maupun psikologis, patutlah diproses secara pidana," tegas Reza kepada Liputan6.com, Jumat (28/5).
Menurut Reza dari sisi hukum, karena dikunci sebagai pidana, maka tidak patut jika mereka dinikahkan. UU Perkawinan pun menetapkan 19 tahun sebagai batas usia minimal menikah.
Reza menekankan bahwa dari sisi hukum, dengan latar psikologis apa pun seks dengan anak tetap tak bisa dibenarkan. Seks dengan anak, dari kacamata UU Perlindungan Anak, tetap merupakan kejahatan.
"Secara positif, itu merupakan perlindungan ekstra bagi anak," tekannya.
Reporter: Ady Anugrahadi, Yopi MakdoriSumber: Liputan6.com
(mdk/lia)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Si Pria yang merupakan anak korban mengaku tega memukul sang Ayah yang sudah pikun karena kesal meninggalkan rumah.
Baca SelengkapnyaBerada dalam situasi di mana Anda dan pasangan kepergok anak saat bercinta tentu bisa memicu perasaan yang kompleks. Jangan panik, segera lakukan hal ini.
Baca SelengkapnyaKapolda memutuskan terhitung mulai 31 Januari 2024, Bripka NA diberhentikan tidak dengan hormat dari Dinas Bintara Polri.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Untuk proses pemulihan, orang dewasa dibutuhkan waktu sekitar 3 minggu dan anak-anak selama 2 minggu.
Baca SelengkapnyaDemam berdarah merupakan salah satu penyakit yang sering menyerang anak-anak. Oleh karena itu, penting bagi orang tua untuk melakukan pencegahan DBD.
Baca SelengkapnyaBocah tak berdosa itu tewas di tangan ibu kandungnya yang berinisial SNF (26) pada Kamis (7/3) pagi.
Baca SelengkapnyaKapolres Blitar Kota AKBP Danang Setiyo ikut turun lapangan bersama anggotanya saat tengah berpatroli malam.
Baca SelengkapnyaSempat kerja di Bandara Soekarno-Hatta selama dua tahun, Opi memutuskan buat banting setir berjualan bakso ikan dengan gerobak.
Baca SelengkapnyaAnies-Cak Imin mendorong cuti bagi ayah yang istrinya melahirkan.
Baca Selengkapnya