Kasus Obstruction of Justice, Irfan Widyanto Dituntut Satu Tahun Penjara
Merdeka.com - Jaksa Penuntut Umum (JPU) menjatuhkan tuntutan terhadap terdakwa Irfan Widyanto selama satu tahun penjara. Tuntutan ini terkait kasus menghalangi penyidikan atau obstruction of justice atas kematian Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.
"Menjatuhkan pidana penjara kepada terdakwa Irfan Widyanto, dengan pidana penjara selama satu tahun," kata JPU dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (27/1).
Selain itu, dalam kasus ini juga Irfan Widyanto dijatuhi pidana denda oleh JPU sebesar Rp10 juta.
"Menjatuhkan pidana denda kepada terdakwa Irfan Widyanto, sebesar Rp10 juta subsider 3 bulan penjara," ujarnya.
Selanjutnya, Irfan juga disebutnya terbukti secara sah melakukan perbuatan melawan hukum yang mengganggu sistem elektronik.
"Menyatakan terdakwa Irfan Widyanto telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan perbuatan turut serta melakukan perbuatan dengan sengaja tanpa hak atau melawan hukum melalukan tindak apapun yang berakibat terganggunya sistem elektronik dan atau mengakibatkan sistem elektronik menjadi tidak bekerja sebagai diatur dan diancam pidana Pasal 49 jo Pasal 33 UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP sebagaimana dakwaan kesatu primer," pungkasnya.
Hanya Jalankan Perintah
Terdakwa Irfan Widyanto mengakui alasannya menjalankan perintah untuk mengamankan DVR CCTV semata-mata karena mengetahui jika perintah itu datang dari Mantan Kepala Detasemen (Kaden) A Biro Paminal Divisi Propam Polri, Agus Nurpatria.
Keterangan itu disampaikan Irfan saat menanggapi keterangan saksi Agus Nurpatria dalam kesaksian saat sidang menyatakan bahwa perintahnya hanya untuk memeriksa dan mengamankan CCTV pos keamanan Komplek Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan.
"Saya hanya menjalankan perintah dari komandan selaku Kaden A Paminal yang komandan pun menyadari bahwa, pangkat kombes banyak di Mabes," kata Irfan saat sidang di PN Jakarta Selatan, Jumat (16/12).
Irfan pun menyatakan jika alasannya mematuhi perintah mengamankan CCTV karena melihat posisi dan pangkat Agus yang saat itu sebagai Komisaris Besar (Kombes) di Paminal Div Propam yang disegani dan ditakuti oleh anggota polisi lain.
"Namun kombes di Divisi Paminal menurut kami polisi umum, itu cukup menakutkan apabila perintahnya tidak dilaksanakan," ujar Irfan.
Meski tak dijelaskan menakutkan yang dimaksud terkait hal apa, tetapi Irfan malah seolah membalikan keadaan. Dengan posisi Agus Nurpatria yang juga tak berani menolak perintah dari Hendra Kurniawan kala itu menjabat Karo Paminal.
"Komandan saja juga tidak berani bila melawan perintahnya Karo Paminal, apalagi saya melawan perintah dari komandan," kata Irfan.
(mdk/fik)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Irfan menjelaskan, pihaknya sangat menyayangkan informasi tersebut disebarluaskan dan masuk ke ranah publik.
Baca SelengkapnyaBerikut isi Undang Undang Pemilu terbaru tahun 2023 terbitan Presiden Joko Widodo.
Baca SelengkapnyaPolisi menerapkan pemeriksaan ganjil genap (gage) sebelum memasuki Jalur Puncak.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Istana menegaskan, Presiden Joko Widodo atau Jokowi tak terganggu dengan munculnya wacana pemakzulan Jokowi.
Baca SelengkapnyaEdy selaku pelapor berharap penyidik segera memeriksa Firli Bahuri bersama pengacaranya, Ian Iskandar selaku terlapor dalam kasus ini.
Baca SelengkapnyaPolisi ungkap detik-detik peristiwa tewasnya eks calon siswa Bintara Iwan oleh anggota TNI AL Serda Adan.
Baca SelengkapnyaAlasan tetap melekat status sebagai jurnalis, kata Aiman, karena posisinya masih sebagai wartawan dengan status cuti.
Baca SelengkapnyaKorban dijanjikan menjadi tentara dan pelaku meminta uang ratusan juta rupiah dari keluarga.
Baca SelengkapnyaIa menduga, wacana pemakzulan mungkin adalah taktik pengalihan isu atau refleksi kekhawatiran pendukung calon lain akan kekalahan.
Baca Selengkapnya