Hot Issue

Kasus Gagal Ginjal Akut Muncul Lagi, Kini Siapa yang Bertanggung Jawab?

Selasa, 7 Februari 2023 13:26 Reporter : Lydia Fransisca
Kasus Gagal Ginjal Akut Muncul Lagi, Kini Siapa yang Bertanggung Jawab? ilustrasi ginjal. lifeline24.co.uk

Merdeka.com - Masyarakat kembali dihebohkan dengan temuan dua kasus baru gagal ginjal akut pada anak atau Gagal Ginjal Akut Progresif Atipikal (GGAPA) di Jakarta. Hal ini pertama kali diungkap oleh Epidemiolog Pandu Riono dalam akun Twitternya @drpriono1 pada Minggu (5/2).

Informasi itu langsung didalami Dinas Kesehatan DKI Jakarta. Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinkes DKI Jakarta Dwi Oktavia membenarkan temuan tersebut.

"Memang benar, kasus meninggal satu orang dan kami masih dalam proses pengumpulan informasi," kata Lies, sapaan akrabnya pada Minggu (5/2).

Keesokan harinya, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) memberikan pernyataan resmi. Juru Bicara Kementerian Kesehatan dr. M Syahril, temuan ini mengagetkan. Karena sejak awal Desember tidak ada penambahan kasus baru GGAPA.

2 dari 5 halaman

Kronologi Dua Kasus Baru Gagal Ginjal

Syahril menjelaskan, dua kasus ini terdiri dari satu kasus terkonfirmasi dan satu kasus suspek. Satu kasus konfirmasi GGAPA dengan pasien anak usia 1 tahun. Balita itu tiba-tiba mengalami demam pada tanggal 25 Januari 2023 dan diberikan obat sirop penurun demam yang dibeli di apotek dengan merek Praxion.

"Pada tanggal 28 Januari, pasien mengalami batuk, demam, pilek, dan tidak bisa buang air kecil atau anuria. Kemudian, dibawa ke Puskesmas Pasar Rebo, Jakarta Timur untuk mendapatkan pemeriksaan dan pada tanggal 31 Januari mendapatkan rujukan ke Rumah Sakit Adhyaksa," jelas Syahril.

Karena ada gejala GGAPA, pasien direncanakan untuk dirujuk ke RSCM. Namun, keluarga menolak dan meminta pulang paksa. Lalu, pada tanggal 1 Februari, orang tua membawa pasien ke RS Polri dan mendapatkan perawatan di ruang IGD dan pasien sudah mulai buang air kecil.

"Pada tanggal 1 Februari, pasien kemudian dirujuk ke RSCM untuk mendapatkan perawatan intensif sekaligus terapi fomepizole. Namun, tiga jam setelah di RSCM, pada pukul 23.00 WIB pasien dinyatakan meninggal dunia," ujar Syahril.

Pada kasus lainnya, pasien adalah anak usia 7 tahun. Pasien awalnya mengalami demam pada tanggal 26 Januari. Kemudian, anak tersebut mengkonsumsi obat penurun panas sirop yang dibeli secara mandiri.

"Pada tanggal 30 Januari, anak mendapatkan pengobatan penurun demam tablet dari Puskesmas. Pada tanggal 1 Februari, pasien berobat ke klinik dan diberikan obat racikan. Pada tanggal 2 Februari dirawat di RSUD Kembangan," jelas Syahril.

Pasien kemudiandirujuk dan saat ini masih menjalani perawatan di RSCM. Tak hanya itu, Kemenkes juga melakukan pemeriksaan lebih lanjut terkait pasien ini.

3 dari 5 halaman

Minta Tak Langsung Minum Obat Jika Sakit

Terpisah, Kepala Seksi Surveilans, Epidemiologi, dan Imunisasi Dinkes DKI, Ngabila Salama mengungkapkan kondisi terkini pasien suspek tersebut. Menurutnya, sudah mulai membaik.

Dia mengimbau kepada masyarakat untuk tidak langsung minum obat karena biasanya anak yang sakit bisa sembuh sendiri jika beristirahat dengan baik.

"Usahakan tidak minum obat, tidak langsung minum obat. Kalaupun keluhan tidak membaik, harus minum obat, (harus) di bawah supervisi dokter ahli. Kita serahkan kepada dokter ahli untuk membuat justifikasi dan pengobatan yang terbaik," kata Ngabila.

Untuk mencegah hal serupa terjadi, Kemenkes memilih langkah antisipatif. Kemenkes bekerjasama dengan berbagai pihak mulai dari IDAI, BPOM, Ahli Epidemiologi, Labkesda DKI, Farmakolog, para Guru besar dan Puslabfor Polri dalam melakukan penelusuran epidemiologi untuk memastikan penyebab pasti dan faktor risiko yang menyebabkan gangguan ginjal akut.

"Saat ini sedang dilakukan pemeriksaan lebih lanjut sampel obat dan darah pasien," jelas Syahril.

Kemenkes juga meminta Dinas Kesehatan Pemerintah Daerah lain untuk aktif memantau pasien dengan gejala GGAPA dan segera merujuk ke rumah sakit yang telah ditunjuk untuk menangani pasien tersebut.

Kemenkes juga kembali mengeluarkan surat kewaspadaan kepada seluruh Dinas Kesehatan, Fasilitas Pelayanan Kesehatan dan Organisasi Profesi Kesehatan terkait dengan kewaspadaan tanda klinis GGAPA dan penggunaan Obat Sirop meskipun penyebab kasus baru ini masih memerlukan investigasi lebih lanjut.

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) juga langsung bergerak. Memerintahkan penghentian sementara produksi dan distribusi obat yang dikonsumsi pasien hingga investigasi selesai dilaksanakan.

"Terkait perintah penghentian sementara dari BPOM, industri farmasi pemegang izin edar obat tersebut telah melakukan voluntary recall atau penarikan obat secara sukarela," tambah Syahril.

4 dari 5 halaman

Pertanyakan Pengawasan BPOM

Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI Tjandra Yoga Aditama, menyayangkan BPOM tak belajar dari pengalaman sebelumnya. Tjandra mengucapkan, ini merupakan hal tragis dan menyedihkan ketika anak Indonesia harus meninggal karena meminum obat yang resmi beredar.

"Apalagi kalau memang yang meninggal sekarang ini ternyata berhubungan dengan obat yang tadinya sudah dinyatakan tidak berbahaya dan aman dikonsumsi. Bagaimana kita melindungi anak-anak bangsa jadinya?" ujar Tjandra.

Dia tak sepakat jika kemudian orangtua seolah yang dipersalahkan karena dianggap asal memberikan obat. Justru, obat itu berani diberikan karena orangtua meyakini yang beredar sudah mendapat izin resmi untuk dikonsumsi.

"Jadi orangtua sudah waspada karena hanya menggunakan obat resmi dan harusnya aman untuk anaknya," sambungnya.

Temuan baru ini semakin membuat publik bertanya-tanya. Bagaimana dengan kualitas obat sirop lainnya yang beredar.

"Karena ini tidak dapat dipastikan bahwa semua seratus persen aman maka apakah kita akan mengambil risiko ada jatuh korban lagi. Memang tahun yang lalu ada ratusan anak yang meninggal, dan sekarang satu anak, tetapi satu nyawa tentu tidak dapat tergantikan oleh apapun juga," kata Tjandra.

5 dari 5 halaman

Tanggapan BPOM

BPOM mengklaim telah melakukan investigasi atas sampel produk obat dan bahan baku baik dari sisa obat pasien, sampel dari peredaran dan tempat produksi, serta telah diuji di laboratorium Pusat Pengembangan Pengujian Obat dan Makanan Nasional (PPPOMN). Lalu, BPOM juga telah mengaku telah melakukan pemeriksaan ke sarana produksi terkait Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB).

Bareskrim Polri juga telah mengirimkan sampel atau hasil investigasi ke BPOM terkait obat yang dikonsumsi dua anak terindikasi mengidap gagal ginjal akut.

Dengan dilaporkannya tambahan kasus baru GGAPA, hingga 5 Februari 2023 tercatat 326 kasus GGAPA dan satu suspek yang tersebar di 27 provinsi di Indonesia. Dari sejumlah tersebut 116 kasus dinyatakan sembuh, sementara enam kasus masih menjalani perawatan di RSCM Jakarta. [lia]

Baca juga:
Kasus Gagal Ginjal Akut Muncul Lagi, Kemenkes: Jangan Beli Obat Tanpa Resep Dokter
BPOM Hentikan Peredaran Obat Sirop Praxion Terkait Gagal Ginjal, Waspadai Tandanya
DPR Minta Pemerintah Ambil Tindakan Terkait Ditemukan Kembali Kasus Gagal Ginjal Akut
Potret Ortu Korban Gagal Ginjal Akut Berkaos Hitam 'Kukira Obat Ternyata Racun'
Polisi Kirim Hasil Investigasi Kasus Gagal Ginjal Akut Anak di DKI ke BPOM
Temuan Baru Kasus Gagal Ginjal Akut, DPR Soroti Pengawasan Obat Dilakukan BPOM

Komentar Pembaca

Ingatlah untuk menjaga komentar tetap hormat dan mengikuti pedoman komunitas kami

Be Smart, Read More

Indeks Berita Hari Ini

Opini