Jokowi: Penurunan Indeks Persepsi Korupsi Indonesia jadi Koreksi Kita Bersama

Kamis, 2 Februari 2023 11:11 Reporter : Raynaldo Ghiffari Lubabah
Jokowi: Penurunan Indeks Persepsi Korupsi Indonesia jadi Koreksi Kita Bersama Presiden Jokowi. ©2022 Merdeka.com

Merdeka.com - Presiden Joko Widodo menyebut penurunan Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia akan menjadi evaluasi pemerintah. Transparency International Indonesia (TII) meluncurkan data IPK atau "Corruption Perception Index" (CPI) Indonesia pada 2022 yaitu melorot 4 poin menjadi 34 dari sebelumnya 38 pada 2021 atau berada di posisi 110 dari 180 negara yang disurvei.

"Itu akan menjadi evaluasi dan koreksi kita bersama," kata Presiden Jokowi seusai mengunjungi Pasar Baturiti, Tabanan, Bali dilansir Antara, Kamis (2/2).

IPK mengacu pada 8 sumber data dan penilaian ahli untuk mengukur korupsi sektor publik di 180 negara dan teritori. Skor dari 0 berarti sangat korup dan 100 sangat bersih.

Dengan hasil tersebut, Indonesia hanya mampu menaikkan skor IPK sebanyak 2 poin dari skor 32 selama satu dekade terakhir sejak 2012. Pada 2021 skor IPK Indonesia adalah 38 dengan peringkat 96.

"Skor ini merupakan penurunan paling drastis sejak 1995," ungkap Wawan pada Selasa (31/1).

Di ASEAN, Singapura menjadi negara yang dinilai paling tidak korup (skor 83), diikuti Malaysia (47), Timor Leste (42), Vietnam (42), Thailand (36), Indonesia (34), Filipina (33), Laos (31), Kamboja (24), Myanmar (23).

Sedangkan di tingkat global, Denmark menduduki peringkat pertama dengan IPK 90, diikuti dengan Finlandia dan Selandia Baru (87), Norwegia (84), Singapura dan Swedia (83) serta Swiss (82). Sementara di posisi terendah ada Somalia dengan skor 12, Suriah dan Sudan Selatan (13), Venezuela (14).

IPK Indonesia sama dengan Bosnia Herzegovina, Gambia, Malawi, Nepal dan Sierra Leone. IPK Indonesia bahkan lebih rendah dibanding dengan Kolombia (39), Lesotho (37), Kazakhstan (36) maupun Sri Langka (36).

2 dari 2 halaman

Deputi TII Wawan Suyatmiko menyebut berdasarkan analisis, indikator ekonomi mengalami tantangan besar antara profesionalitas perusahaan dalam menerapkan sistem antikorupsi dengan kebijakan negara yang melonggarkan kemudahan berinvestasi.

"Negara berkembang mau pilih investor dari negara yang seperti apa? Apakah dari negara dengan standar antikorupsi tinggi atau yang penting pertumbuhan ekonomi jalan?" ucap Wawan.

Analisis lain adalah dari sisi indikator politik, tidak terjadi perubahan signifikan karena korupsi politik masih marak ditemukan.

"Jenis korupsi suap, gratifikasi hingga konflik kepentingan antara politisi, pejabat publik dan pelaku usaha masih lazim terjadi. Pelaku usaha yang datang ke Indonesia bukan hanya memiliki risiko berbentuk untung rugi tapi juga risiko politik," tambah Wawan.

Selanjutnya indikator penegakan hukum menunjukkan kebijakan antikorupsi terbukti belum efektif dalam mencegah dan memberantas korupsi. [ray]

Baca juga:
KPK Terus Kembangkan Kasus Lukas Enembe, Diduga Banyak Pihak Lain Terlibat
Periksa Ketua dan Anggota DPRD Jatim, KPK Telusuri Distribusi Dana Hibah
KPK Dalami Dugaan Plt Dirjen Dikti Terima Banyak Titipan Calon Mahasiswa Baru
KPK Periksa Sembilan Anggota DPRD Jatim Terkait Dugaan Suap Dana Hibah
Lukas Enembe Tagih Janji Ketua KPK Firli Bahuri

Komentar Pembaca

Ingatlah untuk menjaga komentar tetap hormat dan mengikuti pedoman komunitas kami

Be Smart, Read More

Indeks Berita Hari Ini

Opini