Jika UU Baru Diterapkan, KPK Pesimis Ungkap Kasus Kakap
Merdeka.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pesimis bisa mengungkap kasus megakorupsi jika revisi UU Nomor 30/2002 diterapkan. Pasalnya, dalam UU tersebut terdapat Pasal 40 tentang penerbitan surat perintah penghentian penyidikan (SP3).
Dalam pasal tersebut berbunyi lembaga antirasuah dapat menghentikan proses penanganan perkara jika tak kunjung rampung dalam waktu paling lama dua tahun.
"Kalau penanganan perkara di KPK dibatasi waktunya dua tahun, mungkin kasus seperti TPPU atau kasus seperti TCW (Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan) ini tidak mungkin terbongkar," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah, Kamis (10/10).
Dalam kasus Wawan, KPK membutuhkan waktu setidaknya 5 tahun untuk membongkar dan mengembalikan aset setengah triliun dari hasil korupsi adik dari mantan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah itu. Masih banyak kasus-kasus dengan nilai kerugian negara yang besar dan membutuhkan waktu yang lama dalam proses penyidikan. Salah satu kendala lamanya menelisik kasus megakorupsi lantaran sifatnya lintas negara.
"Kasus e-KTP, BLBI, korupsi di sektor kehutanan, pertambangan, atau kasus lain yang butuh perhitungan kerugian keuangan negara yang signifikan, atau kasus besar yang bersifat lintas negara, itu tidak mungkin atau katakanlah sulit untuk selesai dalam waktu dua tahun," jelasnya.
Febri mengatakan, penerbitan SP3 oleh KPK hanya satu dari puluhan poin dalam revisi UU KPK yang akan melemahkan pemberantasan korupsi. Menurut Febri, pemberantasan korupsi merupakan kejahatan luar biasa yang membutuhkan kekhususan untuk menanganinya.
"Sementara untuk kasus tindak pidana umum saja tak ada batas waktu. Nah ini yang kami lihat ada pertentangan antar satu dan yang lain. Sehingga kami menyimpulkan pada saat itu, ini ada salah satu poin yang sangat beresiko melemahkan KPK," tutupnya.
Reporter: Fachrur RozieSumber: Liputan6.com
(mdk/fik)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Akui Kepercayaan Terhadap KPK Kurang, Mahfud Ingin Kembalikan UU KPK Lama Jika Terpilih Jadi Wapres
Mahfud menegaskan keberadaan lembaga antirasuah itu masih sangat dibutuhkan untuk memberantas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).
Baca SelengkapnyaDipanggil Terkait Kasus Korupsi Eks Mentan SYL, Kepala Bapanas Arief Prasetyo Tak Penuhi Panggilan KPK
Arief Prasetyo meminta penjadwalan ulang. Ali menjamin, KPK akan menginformasikan jadwal pemeriksaan berikutnya.
Baca SelengkapnyaKPK Tagih Komitmen Prabowo-Gibran dalam Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi
KPK ingatkan pasangan Prabowo-Gibran dalam hal memperkuat KPK
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Jelang Pencoblosan, Anies Berharap Tidak Ada Lagi Pelanggaran Etik
DKPP menyatakan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Hasyim Asy'ari melanggar etik.
Baca SelengkapnyaPKS Minta Publikasi Sirekap Dihentikan, Ini Alasannya
KPU diminta tidak mempublikasikan hasil yang justru berbeda karena banyaknya temuan kesalahan.
Baca SelengkapnyaKejagung dan KPK Dinilai Perlu Koordinasi Bongkar Kasus Korupsi LPEI, Ini Alasannya
KPK telah menaikkan status penanganan kasus korupsi LPEI.
Baca SelengkapnyaDPR Apresiasi Langkah Kejagung Masukkan Kerugian Ekonomi Negara dalam Kasus Korupsi
Penghitungan kerugian ekonomi negara bisa menjadi pertimbangan hakim dalam memutus perkara korupsi.
Baca SelengkapnyaLKPP Bertekad Sejahterakan UMKK Jateng Lewat e-Katalog
Kepala LKPP Hendrar Prihadi menyebut alokasi anggaran pada rencana umum pengadaan barang dan jasa setiap tahunnya mencapai Rp1.200 triliun.
Baca SelengkapnyaKejagung Koordinasi dengan BPK soal Kerugian Negara dari Korupsi Timah
Sejauh ini nilai kerugian negara akibat korupsi tersebut senilai Rp271 triliun.
Baca Selengkapnya