Jadi Tersangka Korupsi Pembangunan Masjid, Eks Sekda Sumsel Ajukan Praperadilan
Merdeka.com - Mantan Sekretaris Daerah (Sekda) Sumatera Selatan (Sumsel), Mukti Sulaiman, mencoba mengoreksi tindakan penyidik Kejaksaan Tinggi Sumsel yang menetapkannya sebagai tersangka korupsi pembangunan Masjid Raya Sriwijaya. Dia mengajukan praperadilan ke Pengadilan Negeri (PN) Palembang.
Juru bicara PN Palembang, Abu Hanifah mengungkapkan, permohonan praperadilan disampaikan kuasa hukum Mukti Sulaiman dan diterima pada 28 Juni 2021 dengan nomor perkara 15/Pid.Pra/2021/PN Plg. Mereka menggugat Jaksa Agung Cq Kepala Kejati Sumsel.
"Benar, permohonan gugatan praperadilan dari Mukti Sulaiman sudah diterima dan didaftarkan," ungkap Abu, Kamis (1/7).
Sidang perdana praperadilan mulai digelar 8 Juli 2021 yang dipimpin Hakim Harun Yulianto sesuai penunjukan dari Ketua PN Palembang. Sidang ini nantinya akan menguji atau membuktikan sah atau tidaknya penetapan tersangka kepada Mukti Sulaiman."Sidangnya sudah dijadwalkan, insyaallah Kamis pekan depan dimulai," ujarnya.
Sebelumnya, Kasi Penkum Kejati Sumsel Khaidirman mengungkapkan, penyidik menetapkan dua tersangka baru dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pembangunan Masjid Raya Sriwijaya, Rabu (16/6). Dua tersangka baru itu yakni Mukti Sulaiman, yang merupakan Sekretaris Daerah Sumsel periode 2013-2016, dan Ahmad Nasuhi, mantan Kepala Biro Kesejahteraan Rakyat Setda Sumsel.
Kedua tersangka langsung ditahan 20 hari di Rumah Tahanan Pakjo Palembang. Mereka dikenakan Pasal 2 dan 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dengan ancaman paling rendah 4 tahun penjara.
Total sudah enam orang yang dijadikan tersangka dalam kasus ini. Sebelumnya, penyidik menetapkan empat tersangka lain, yakni Ketua Panitia Pembangunan Masjid Sriwijaya periode 2015-2018 Eddy Hermanto, Divisi Lelang Pembangunan Syarifudin, serta dua orang swasta Yudi Arminto dan Dwi Kridayani.
Kasus dugaan korupsi Masjid Sriwijaya terbongkar setelah pembangunan mangkrak beberapa tahun. Masjid yang sejatinya akan menjadi terbesar di Asia di atas lahan 20 hektare itu menggunakan dana APBD sebesar Rp130 miliar pada pembangunan tahap pertamanya.
(mdk/yan)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Menguak Sisi Lain Masjid Agung Sumenep, Tak Boleh Dipugar dengan Alasan Modernisasi
Pendiri masjid ini berpesan bahwa merusak masjid adalah hal tabu.
Baca SelengkapnyaBuntut Kericuhan Pengajian Ustaz Riza Basalamah, GP Ansor Laporkan Dugaan Pengeroyokan
Kericuhan yang terjadi saat pengajian Ustaz Syafiq Riza Basalamah di Masjid Assalam Purimas berbuntut panjang.
Baca SelengkapnyaKericuhan Kajian Ustaz Syafiq Riza Basalamah, Kemenag Surabaya Keluarkan Edaran Larangan Pengajian Provokatif
Kemenag Surabaya akan berkoordinasi dengan Kepolisian saat di singgung apakah akan mengeluarkan larangan resmi terhadap Ustaz Syafiq berceramah di Surabaya.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Cerita di Balik Nyasarnya 1.000 Lembar Surat Suara DPD RI Bengkulu ke Sumsel, Salah Siapa?
Dalam proses penyortiran, KPU Sumsel juga menemukan banyak surat rusak dan tak pantas dipakai.
Baca SelengkapnyaJaksa Geledah Kantor Gubernur Sumbar, Cari Bukti Dugaan Korupsi Alat Praktik SMK
Jaksa Geledah Kantor Gubernur Sumbar, Cari Dokumen Pengadaan Alat Praktik SMK yang Diduga Dikorupsi
Baca SelengkapnyaMenteri Basuki Tak Dampingi Jokowi Resmikan Tol di Sumatera Utara, Ini Penjelasan Kementerian PUPR
Dalam jajaran pejabat yang hadir, tidak ada sosok Basuki Hadimuljono dalam pada upacara peresmian dua ruas jalan tol dengan nilai proyek sebesar Rp4,7 triliun.
Baca SelengkapnyaDulunya Tempat Pembuangan Sampah, Ini Potret Megah Masjid Bawah Tanah di Tuban
Banyak santrinya merupakan mantan penjahat dan pecandu narkoba.
Baca SelengkapnyaJadi yang Tertua di Sukoharjo, Ini Sejarah Masjid Agung Jatisobo
Masjid itu punya kemiripan dengan masjid agung Keraton Surakarta.
Baca SelengkapnyaDijanjikan 5.000 Suara, Caleg di Palembang Tertipu Puluhan Juta Rupiah
Caleg DPRD SUmsel MM melapor ke polisi. Dia mengaku sebagai korban penipuan dan penggelapan terkait transaksi suara pada Pemilu 2024.
Baca Selengkapnya