ICW minta data napi penerima bebas bersyarat ke Kemenkum HAM
Merdeka.com - Indonesia Corruption Watch (ICW) siang ini mendatangi Kantor Kementerian Hukum dan HAM di Kuningan, Jakarta Selatan. LSM antikorupsi itu akan meminta daftar narapidana kasus korupsi yang diberikan pembebasan bersyarat oleh Ditjen Pemasyarakatan (PAS) Kemenkum HAM.
"Kita datangi Kemenkum HAM kita akan minta daftar lengkap siapa saja yang menerima pembebasan bersyarat, atau remisi, kemudian permintaan soal informasi siapa saja yang mendapat pembebasan bersyarat seperti Hartati dan kawan-kawan," ujar Koordinator Divisi Monitoring Hukum dan Peradilan ICW Emerson Yuntho, di Kemenkum HAM, Jakarta, Senin (20/9).
ICW heran kenapa ada narapidana korupsi yang tidak memenuhi syarat dari KPK, namun tetap diberikan pembebasan bersyarat (PB) oleh Ditjen PAS. Seperti, PB terhadap terpidana kasus suap Bupati Buol, Siti Hartati Murdaya, terpidana korupsi Dana Penyesuaian Infrastruktur Daerah (DPID) Fahd El-Feouz, Sumartono, Agung Purno Sarjono, dan I Nyoman Suisnaya.
Seharusnya, kata Emerson, syarat pemberian PB yakni adanya surat rekomendasi dari penegak hukum terkait, dalam hal ini KPK, bahwa narapidana itu merupakan 'justice collaborator'.
"Jadi permintaannya ada salinan daftar terpidana korupsi yang menerima remisi PB, sejak 1 Agustus sampai 31 Agustus, kemudian kedua salinan putusan Menkum HAM untuk Siti Hartati Murdaya, Fahd el Farouk, Sumartono, Agung Purnomo Sardjono dan I Nyoman Suisnaya," jelas Emerson.
Menurut Emerson, pemberian PB kepada Siti Hartati Murdaya sangat janggal, lantaran KPK telah menolaknya. Kemudian, rencana pemberian PB terhadap terpidana suap hakim, Anggodo Widjojo, yang menurut ICW, juga dinilai janggal.
"Untuk Hartati itu kan syarat bahwa dia justice collaborator itu tidak terpenuhi oleh Kemenkum HAM. Kedua bicara soal Anggodo, itu kenapa diusulkan menerima PB, menurut kita tidak terpenuhi itu soal masa pidananya," ujar Emerson.
Apalagi, lanjutnya, pemerintah sudah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) terkait pengetatan remisi untuk para narapidana tindak pidana khusus yaitu kasus narkotika, terorisme dan juga korupsi. Dalam kasus Anggodo, terpidana suap hakim itu juga mendapatkan remisi, dan anehnya sekarang akan diusulkan pemberian PB.
"Itu yang kita pertanyakan, kalau bicara remisi Anggodo, menurut UU, di PP Nomor 28 Tahun 2006, syaratnya adalah setelah menjalani 1/3 masa hukumannya artinya kalau begitu Anggodo baru dapat remisi 2013. Setelah itu baru bisa dapat, ini kan aneh, kita menghitung dalam 1,5 tahun itu dia sudah dapat 29 bulan. Ini jadi aneh," jelasnya.
(mdk/ren)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
ditutupnya diagram perolehan suara di Sirekap KPU RI dapat membuat publik tak percaya terhadap hasil Pemilu.
Baca SelengkapnyaPeneliti ICW Kurnia Ramadhana meminta Jokowi menundanya hingga Dewan Pengawas KPK menyelesaikan sidang dugaan tiga pelanggaran etik Firli Bahuri.
Baca SelengkapnyaKepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri membenarkan laporan aduan masyarakat IPW
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Jika berbicara hukum maka kuncinya adalah bukti, sehingga harus dibedakan dengan politik.
Baca SelengkapnyaMenurut Diky tak akan ada tersangka yang divonis bebas oleh Pendilan Tipikor karena minim bukti keterlibatannya.
Baca SelengkapnyaNawawi menyebut, dari 5.079 laporan yang diterima, ada sebanyak 690 laporan yang tidak dapat ditindaklanjuti.
Baca SelengkapnyaAturan tentang pelaporan barang sudah dijalankan sejak tahun 2017 melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 203.
Baca SelengkapnyaKubu mantan Wamenkum HAM Eddy Hiariej menuding Alexander Marwata menggiring opini dan menyebarkan hoaks terkait penetapan tersangka kasus suap dan gratifikasi.
Baca Selengkapnya"Conflict of interest (benturan kepentingan) bukan lagi sekedar embrio korupsi melainkan wujud nyata perilaku korupsi itu sendiri," kata Nawawi.
Baca Selengkapnya