Merdeka.com - Saban hari, Prayogo selalu sibuk memperbaiki beberapa kereta uap yang rusak di Dipo Lokomotif Ambarawa, Jawa Tengah. Dia tak sendiri, Prayogo ditemani 5 rekannya memperbaiki lokomotif kereta wisata tersebut.

Jika ada mesin yang rusak, butuh berpekan-pekan. Bahkan sampai hitungan bulan. "Kalau ada yang rusak parah bisa sampai 7 bulan," kata Prayogo kepada tim dari merdeka.com dan Portrait of Indonesia, Rabu (21/1).

Prayogo mengaku sudah bekerja selama lima tahun di Dipo Lokomotif Ambarawa. Sebelumnya dia bekerja di Dipo Poncol Semarang. "Saya sudah memasuki masa pensiun. Jadi yang bekerja di Ambarawa ini kebanyakan sudah tua-tua. Rumah saya di dekat sini," ujarnya.

Tak mudah memperbaiki kereta uap peninggalan Belanda ini. Kendala utamanya adalah soal suku cadang mesin atau onderdil.

Banyak onderdil mesin kereta uap sudah tak ada lagi di pasaran. Kebanyakan lokomotif yang tersisa di Dipo Ambarawa buatan tahun sekitar 1900 an. Seperti kereta uap dengan nomor seri B 2502 buatan tahun 1902.

Berkat pengalamannya selama berpuluh-puluh tahun memperbaiki mesin kereta, Prayogo dan temannya tak kehilangan akal. Setiap ada onderdil yang rusak, Prayogo membuat sendiri.

"Caranya sederhana. Mencetak sendiri onderdil kereta yang rusak. Di sini sudah ada timah dan tembaga yang dibutuhkan," jelasnya.

Dalam memperbaiki kereta uap di Ambarawa semua dikerjakan secara manual. Ini berbeda saat memperbaiki kereta diesel. Kereta-kereta keluaran terbaru lebih mudah diperbaiki karena didukung alat yang lengkap serta spare part.

Prayogo menceritakan, dia mahir memperbaiki kereta secara otodidak. Dia bukan lulusan SMK atau sarjana teknik mesin. "Saya hanya lulusan SMA umum. Tapi sudah bertahun-tahun bekerja memperbaiki kereta, jadi sudah berpengalaman," katanya.

Dia berharap ada regenerasi di Dipo Ambarawa untuk memperbaiki kereta uap. "Setelah kemerdekaan, tenaga teknik kereta uap lama-lama juga habis," katanya.