Hari Kartini, 3 Ibu Berjuang Legalkan Ganja untuk Anaknya di MK

Merdeka.com - Peringatan hari Kartini identik dengan berbagai perayaan yang dilakukan oleh kaum wanita. Namun, tidak dengan 3 ibu-ibu ini. Mereka kini justru sedang berjuang di Mahkamah Konstitusi (MK) untuk melegalkan ganja demi pelayanan kesehatan.
Adalah Dwi Pertiwi, Santi Warastuti, dan Nafiah Murhayanti, yang tengah berjuang melakukan uji materil pasal pelarangan narkotika golongan I tentang ganja untuk pelayanan kesehatan. Bukan tanpa alasan, mengapa ketiga ibu-ibu asal Yogyakarta ini memohon pada MK agar melegalkan ganja untuk kesehatan.
Bukan lantaran ingin nge-fly seperti istilah mabuk untuk para pemadat. Namun mereka tengah memperjuangkan pengobatan untuk sang anak yang sedang menderita penyakit cerebral palsy. Penyakit ini diketahui sebagai penyakit lumpuh otak yang menyebabkan gangguan pada gerakan dan koordinasi tubuh.
"Permohonan ini diajukan oleh tiga orang Ibu dari anak-anak yang menderita Cerebral Palsy yang menginginkan adanya pengobatan menggunakan narkotika golongan I (senyawa ganja) sebagaimana sudah banyak berkembang di dunia," tukas kuasa hukum pemohon, Singgih Tomi Gumilang, Rabu (21/4).
Ia menyebut, sidang yang dilaksanakan secara daring kali ini membahas poin-poin perbaikan permohonan yang telah disampaikan oleh kuasa para pemohon pada Desember 2020. Yakni mengenai kedudukan hukum para pemohon, redaksi petitum, serta beberapa hal formal lainnya termasuk juga penambahan argumentasi untuk menguatkan substansi permohonan.
Ia menyebut, tim kuasa pemohon juga menyampaikan beberapa perkembangan terkait perkara ini. Salah satunya yakni berita duka dari pemohon Dwi Pertiwi yang kehilangan puteranya, Musa IBN Hassan Pedersen atau yang sering dipanggil Musa. Musa meninggal dunia pada 26 Desember 2020 setelah berjuang 16 tahun hidup dengan kondisi Cerebral Palsy.
Cerita Musa ini menjadi titik awal yang melatarbelakangi pengajuan permohonan uji materil UU Narkotika yang diinisiasi oleh Koalisi Advokasi Narkotika untuk Kesehatan pada 19 November 2020.
Selain itu, sebagai bagian dari perbaikan permohonan tim kuasa pemohon juga menyampaikan perkembangan dari PBB yang telah mengubah sistem penggolongan narkotika dengan memperkuat posisi penggunaan narkotika Golongan I yakni ganja untuk kepentingan medis.
"Pada 2 Desember 2020, Komisi PBB untuk Narkotika yaitu CND (the UN Commission on Narcotic Drugs) melalui pemungutan suara/voting telah menyetujui rekomendasi WHO untuk menghapus cannabis dan cannabis resin (ganja dan getahnya) dari Golongan IV Konvensi Tunggal Narkotika 1961. Konsekuensinya, ganja tidak lagi dipersamakan dengan jenis narkotika," tandasnya.
Hal ini pun diakuinya memperkuat pengakuan dari dunia internasional akan manfaat kesehatan dari tanaman ganja yang dibuktikan dari hasil penelitian dan praktik-praktik pengobatan ganja medis di berbagai negara, baik dalam bentuk terapi, pengobatan gejala epilepsi, dan lain-lain.
Ia dan koalisi yang terdiri dari elemen Rumah Cemara, ICJR, LBH Masyarakat, IJRS, Yakeba, EJA, LGN ini berharap, dengan adanya perkembangan di atas dapat semakin memperkuat keyakinan hakim Mahkamah Konstitusi bahwa isu ini sangat relevan untuk mendapatkan perhatian. Sehingga persidangan dapat berlanjut ke proses pembuktian.
"Harapan para pemohon dalam perkara ini supaya apa yang terjadi pada Musa tidak terjadi pada anak-anak Indonesia yang lain. Untuk itu, koalisi mendesak agar Pemerintah dan DPR segera bergerak cepat untuk menyikapi perkembangan dari PBB terkait potensi penggunaan Narkotika Golongan 1 yakni ganja untuk kepentingan pelayanan kesehatan," tambahnya.
Ia menegaskan, sebagai negara anggota, sudah seharusnya Pemerintah Indonesia bersikap. Secara politis Indonesia diakuinya harus mau mengakui dan mengikuti perubahan ketentuan Konvensi Tunggal Narkotika 1961 tersebut sebagai rujukan UU Narkotika.
(mdk/bal)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya


Syarat Pendaftaran AMIN Sudah Lengkap, Cak Imin: Tinggal Daftar 19 Oktober 2023
Cak Imin mengklaim dirinya bersama Anies hanya tinggal menuju ke KPU.
Baca Selengkapnya


Perkuat Dukungan di Pilpres 2024, Cak Imin Buka Peluang Temui PSI
Lalu bagaimana dengan pertemuan dengan Rizieq, apakah Cak Imin melakukan pembicaraan politik?
Baca Selengkapnya


Penyayang Binatang, Begini Potret Soimah Merawat Kura-kura Sampai Pakai Lotion
aat libur bekerja, artis serba bisa Soimah Pancawati menikmati waktunya untuk merawat kura-kuranya.
Baca Selengkapnya


Dipuji Secantik Boneka Barbie, Potret Rebecca Klopper Dalam AI Yearbook Jadi Sorotan
Rebecca Klopper ikut membagikan potretnya dalam AI Yearbook. Foto-fotonya menuai pujian dari netizen. Ia dinilai sangat cantik bagai boneka barbie.
Baca Selengkapnya


Potret Rumah Mewah Hetty Koes Endang, Luas Bergaya Modern Dilengkapi Kolam Renang & Area Golf
Raffi Ahmad dan Irfan Hakim berkunjung ke rumah Hetty Koes Endang. Rumahnya mewah bergaya modern.
Baca Selengkapnya

Imparsial Duga Ada Tujuan Terselubung di Balik Gugatan Usia Capres-Cawapres
Imparsial menyoroti soal gugatan batas usia capres cawapres yang diajukan ke MK
Baca Selengkapnya

Megah dan Eksklusif, Ini Potret Makam Kembang Kuning Surabaya Peninggalan Belanda
Makam Kembang Kuning Surabaya jadi salah satu peninggalan termegah kolonial Belanda. Ini potretnya.
Baca Selengkapnya

MK Diminta Tolak Gugatan Batas Usia Capres-Cawapres
Gugatan batas usia capres cawapres dilayangkan PSI, Partai Garuda, dan sejumlah kepala daerah.
Baca Selengkapnya

Cak Imin Soal Gugatan Batas Usia Capres-Cawapres ke MK: Kenegarawanan Hakim Diuji
"Ngerti lah kita ini proses yang begitu rumit, kenegarawanan para hakim ini diuji," kata Cak Imin.
Baca Selengkapnya

VIDEO: Keras! Mahfud MD Kritik MK Soal Batas Usia Capres Cawapres "Sederhana, Kok Terlalu Lama"
Menko Polhukam Mahfud MD menanggapi soal batas usia capres dan cawapres di pemilu nanti.
Baca Selengkapnya

Alasan MK Belum Agendakan Pembacaan Putusan Gugatan Batas Usia Capres-Cawapres
MK masih membutuhkan waktu untuk mencermati permohonan uji materiil terkait batas usia capres dan cawapres.
Baca Selengkapnya

DPR Blak-blakan Ungkap Alasan Pilih Arsul Sani Jadi Hakim MK
Ketua Komisi III DPR RI Bambang Wuryanto buka-bukaan alasan DPR bulat memilih Arsul Sani.
Baca Selengkapnya