Hakim sidang e-KTP tegur bos money changer karena selalu jawab 'Panjang kayak ular'
Merdeka.com - Jaksa penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan Deni Wibowo, pemilik money changer PT Raja Valuta dalam sidang kasus korupsi proyek e-KTP, di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis (18/1). Dalam persidangan, Deni mengaku transaksi dengan PT OEM Investment cukup panjang lantaran melibatkan antar money changer.
Hal ini diutarakan saat majelis hakim ataupun jaksa penuntut umum mencecarnya tentang identitas pihak yang memintanya melakukan transfer ke perusahaan milik rekanan Setya Novanto, Made Oka Masagung.
"Kirim uang ke OEM atas permintaan Anda?" tanya Jaksa Abdul Basir kepada Deni saat menjadi saksi dalam persidangan kasus e-KTP dengan terdakwa Setya Novanto, Kamis (18/1).
"Bisa iya, bisa enggak," jawab Deni.
Jawaban yang diberikan Deni menimbulkan pertanyaan jaksa penuntut umum. Denny sempat diperingatkan agar kooperatif dalam memberi keterangan sebagai saksi dalam persidangan.
Usai diberi peringatan, Deni kembali ditanya perihal pihak yang memintanya melakukan transaksi ke PT OEM. Dia menjelaskan, dalam transaksi tersebut tidak bisa dipastikan secara langsung, sebelum melakukan pemeriksaan ulang transaksi rekening perusahaan.
"Di situ harus dilihat dulu aliran dana rupiahnya money changer siapa yang beli. Jadi ini kayak ular pak, panjang," ujar Deni.
Mendengar jawaban itu, hakim anggota Anshori kembali menanyakan mekanisme transaksi di money changer milik Deni. Termasuk mempertanyakan arsip bukti-bukti transaksi antar money changer.
"Siapa nasabah Anda yang minta beli valas sehingga Anda minta bantuan Neni?" tanya Hakim Anshori.
"Di situ di rekening ada," ujar Deni.
"OEM Investment siapa pemiliknya?" tanya Hakim Anshori.
"Enggak tahu mungkin ada money changer lain, oh ini kali yang beli. Kayak ular pak, panjang," jawab Deni.
"Masa enggak ada yang inget sih. Hati-hati jangan banyak sumpah nanti kemakan sumpah," ujar Hakim Anshori mengingatkan.
Pada persidangan pekan lalu, Neni selaku Direktur PT Mekarindo Abadi Sentosa yang bergerak di bidang jual beli valuta mengaku rekening pribadinya pernah menerima sejumlah uang dari Biomorf Mauritius. Uang tersebut, diakuinya merupakan titipan dari money changer PT Raja Valuta untuk kemudian diteruskan ke rekening atas nama PT OEM Investment.
Transaksi kepada OEM Investment, diketahui melalui money changer PT Mekarindo Abadi Sentosa dengan jumlah keseluruhan mencapai USD 1,4 juta yang dilakukan dengan beberapa tahap. Tahap pertama, money changer milik Neni mentransfer USD 400.000. Tahapan kedua senilai USD 1 juta. Kedua transaksi tersebut ditransfer oleh money changer PT Mekarindo Abadi Sentosa kepada OEM Investment.
Jaksa Eva kemudian menanyakan alasan money changer Raja Valuta memintanya untuk mentransfer ke rekening OEM Investment. Namun, dijawab Neni hal tersebut tidak ditanyakan dengan alasan kebijakan setiap money changer. Menurutnya, tidak etis menanyakan alasan nasabah atau money changer melakukan transfer ke rekening tertentu.
PT OEM Investment merupakan perusahaan milik Made Oka Masagung, rekan Setya Novanto. Dalam perkara ini, Made disebut turut aktif menjadi pihak yang menampung uang terkait proyek e-KTP dari Johannes Marliem, vendor penyedia AFIS merek L-1, kepada Setya Novanto.
Hal tersebut sebelumnya terungkap dalam surat dakwaan milik Setya Novanto. Mantan ketua DPR itu didakwa menerima USD 7,3 juta terkait e-KTP, uang tersebut diterimanya melalui Made Oka Masagung dan Irvanto Hendra Pambudi Cahyo, yang tidak lain merupakan keponakan Setya Novanto.
Disebutkan juga, penerimaan oleh Setya Novanto melalui Made Oka Masagung seluruhnya berjumlah USD 3,8 juta melalui rekening OCBC Center Branch atas nama PT OEM Investment, kemudian kembali ditransfer sebesar USD 1,8 juta melalui rekening Delta Energy di Bank DBS Singapura sejumlah USD 2 juta.
Atas perbuatannya itu Setya Novanto didakwa melanggar pasal 2 ayat 1 atau pasal 3 undang-undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan undang undang nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
(mdk/noe)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Istri Nekat Bikin Usaha saat Suami di-PHK, Modal Rp50.000 dan Kini Punya 14 Karyawan dengan Omzet Rp150 Juta
Setelah di-PHK, suaminya mulai mencari peluang lain dengan bekerja di proyek. Namun sayangnya dia malah ditipu hingga harus mengorbankan motornya.
Baca SelengkapnyaHore, Pengusaha UMKM Bisa Pinjam KUR Rp500 Juta Tanpa Agunan
Saat ini Kemenkop UKM tengah mengumpulkan data - data calon penerima KUR untuk menilai perilaku mereka dalam bertransaksi.
Baca SelengkapnyaPPATK Ungkap Transaksi Mencurigakan Triliunan Rupiah Jelang Pemilu 2024
Angka transaksi mencurigakan tersebut mencapai triliunan rupiah dari ribuan nama.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Nestapa Petani Kacung Supriatna, Syok Tak Pernah Ngutang Tiba-Tiba Dapat Tagihan Rp4 M dari Bank
Saat dia mencocokkan data yang dibawa penagih, diduga ada praktik pemalsuan data-data tersebut diduga palsu.
Baca SelengkapnyaApakah Uang Salah Transfer dari Orang Lain Boleh Digunakan? Ini Jawabannya
Ternyata uang yang salah transfer dari orang lain harus dikembalikan ke pemiliknya karena jika tidak bisa dipidana dan denda Rp5 miliar.
Baca SelengkapnyaNenek yang Diduga ODGJ Beli Nasi Padang dengan Uang Mainan, Aksi Penjual Tak Menolak dan Tetap Rendah Hati Ini Tuai Pujian
Meski membeli makanan dengan uang mainan, pria ini menyambut sang nenek dengan rendah hati
Baca SelengkapnyaIdentitas Satpam dan Istrinya Dicatut Kredit Rp100 Juta, Nama Sama Tapi Foto dan Tanda Tangan Beda
Suratul Padli mengatakan bahwa dirinya bersama istri mengetahui adanya pencatutan nama mereka untuk kredit tersebut.
Baca SelengkapnyaMahfud Minta Bawaslu dan KPK Segera Selidiki Temuan PPATK soal Transaksi Janggal Bendahara Parpol
Dana itu diduga untuk penggalangan suara pada pemilu 2024.
Baca SelengkapnyaPPATK Temukan Transaksi Janggal Bendahara Parpol, TKN Prabowo: Yang Berhak Mengusut Itu Penegak Hukum
Diduga transaksi keuangan itu untuk kepentingan penggalangan suara.
Baca Selengkapnya