Guru Besar UGM Nilai Nadiem Lebih Cocok Jadi Dirjen Ketimbang Menteri
Merdeka.com - Kinerja Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim kembali mendapat sorotan dan kritik tajam dari sejumlah praktisi dan pengamat pendidikan. Nadiem dianggap belum dapat mewujudkan secara nyata program dan visi Nawacita sebagai Menteri Pendidikan sebagaimana harapan tinggi telah disematkan kepadanya saat ditunjuk oleh Presiden Joko Widodo.
Guru Besar FISIPOL Universitas Gadjah Mada, Wahyudi Kumorotomo mengatakan, Nadiem sebagai Menteri Pendidikan tidak betul-betul menguasai peta persoalan pendidikan di Indonesia.
"Nadiem agaknya lebih cocok menjadi salah satu dirjen dalam Kementerian Pendidikan yang dapat membuat inovasi di bidang teknologi pendidikan" katanya dalam diskusi online seperti ditulis Rabu (8/7).
Dia mengungkapkan, terdapat konteks yang berbeda di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) yang kini menangani semua jenjang pendidikan di Indonesia.
Selain itu, menurutnya, ide Nadiem yang menghendaki semua kegiatan PBM dilakukan secara daring tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan.
"Banyak daerah yang belum mempunyai infrastruktur pendidikan yang memadai. Jangan lagi internet, bahkan banyak daerah di Indonesia yang belum teraliri listrik. Hal ini tentu memerlukan segregasi dan segmentasi kebijakan sesuai dengan kenyataan di setiap daerah. Artinya tidak semua jenjang dan daerah dapat dilakukan PBM secara daring karena banyak materi pembelajaran yang memerlukan mentoring pengajar" jelasnya.
Wahyudi juga menyoroti program Merdeka Belajar dengan banyak catatan. Program ini, dia menilai, pada tingkat operasional tidak benar-benar dapat diimplementasikan untuk mewujudkan pembelajaran secara merdeka sesuai dengan visi dan konsep yang dibuat.
"Program Merdeka Belajar sejauh ini tampak baru sebatas gimmick," tegasnya.
Selain itu, dia juga menyinggung perkembangan Sumber Daya Manusia (SDM) yang tidak terlalu meyakinkan. Sampai dengan tahun 2019, SDM Indonesia masih didominasi lulusan SD (32%) dan SMP (22,8%) atau 54% lebih. Berikutnya, lulusan SMA (20,15%), SMK (17,31%), D1-D2-D3 (1,8%), dan S1 ke atas (4,11%). Terkait dengan hal ini tampaknya belum ada terobosan dari Menteri Nadiem.
Wahyudi justru meragukan apa yang tertuang dalam Strategi kemendikbud 2020-2024 yang menjadi bagian program Merdeka Belajar, yang menyebutkan bahwa angka partisipasi peserta didik di perguruan tinggi dipatok pada angka 70%.
"Bagaimana mungkin pada tahun 2019 berada di angka partisipasi 4,11% lalu melompat ke angka 70% hanya dalam empat tahun?" tutupnya.
(mdk/fik)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Presiden Jokowi memerintahkan Mendikbudristek Nadiem Makarim menambah anggaran untuk riset, khususnya di perguruan tinggi pada tahun 2024.
Baca SelengkapnyaAdapun penambahan isu terkait wacana penghapusan pramuka dari ekstrakurikuler masuk jadi pembahasan rapat dengan DPR.
Baca SelengkapnyaPetisi disampaikan oleh Prof Koentjoro di Balairung UGM bersama guru besar UGM, dosen, hingga mahasiswa turut hadir.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Ganjar Pranowo menanggapi Petisi Bulaksumur yang disampaikan sejumlah civitas akademisi UGM
Baca SelengkapnyaMahasiswa juga menyuarakan agar ASN, TNI dan Polri tetap netral dan bekerja sesuai dengan porsinya.
Baca SelengkapnyaKritis dari sivitas akademika dari berbagai kampus ke pemerintahan Presiden Jokowi disebut bakal menyumbang perolehan suara ke AMIN
Baca SelengkapnyaNegara-negara berikut mungkin dapat menjadi pilihan bagi Anda untuk menempuh pendidikan yang lebih berkualitas.
Baca SelengkapnyaJokowi ingin SDM Indonesia tak hanya menguasai ilmu pengetahuan.
Baca SelengkapnyaPeristiwa sosial, politik, ekonomi dan hukum belakangan ini sebuah rangkaian dari menurunya kualitas demokrasi selama masa pemerintahan Presiden Joko Widodo.
Baca Selengkapnya