Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Faktor yang Pengaruhi Risiko Kerusakan Paru pada Pasien Pascacovid-19

Faktor yang Pengaruhi Risiko Kerusakan Paru pada Pasien Pascacovid-19 Covid-19. ©2020 Merdeka.com

Merdeka.com - COVID-19 merupakan penyakit yang utamanya menyerang saluran pernapasan. Untuk menghindarinya, protokol kesehatan seperti mengenakan masker dan melakukan vaksinasi harus diterapkan.

Jika seseorang sudah terinfeksi, bagaimana dampaknya terhadap sistem pernapasan?

Dokter spesialis paru dan pernapasan, dr. Amira Anwar, Sp.P, FAPSR, dari Ikatan Dokter Indonesia menjelaskan, infeksi COVID-19 dapat menimbulkan gejala ringan, sedang, atau berat.

Gejala klinis utama pada COVID-19 di antaranya adalah demam, sesak, lemas, nyeri otot, serta diare. Setiap pasien dapat mempunyai gejala yang berbeda. Pada kasus yang berat, dapat juga terjadi perburukan yang cepat sehingga menyebabkan kegagalan pernapasan, kelainan metabolik lainnya, gangguan sistem koagulasi (pembekuan darah), hingga terjadinya badai sitokin yang dapat merusak organ dalam tubuh.

Terapi penanganan yang dilakukan pada pasien COVID-19 disesuaikan dengan gejala dan hasil pemeriksaan dari pasien itu sendiri. Pada gejala ringan, pasien dapat diberikan vitamin dan obat-obatan sesuai gejala. Sedangkan pada gejala sedang dan berat, pasien akan diberikan obat antivirus dan obat lain sesuai dari hasil pemeriksaan fisik, laboratorium, dan pemeriksaan penunjang lain oleh dokter.

Virus SARS-COV2 penyebab COVID-19 dapat menyerang dua belah paru, saat saturasi oksigen menurun drastis yang disebabkan oleh inflamasi yang parah. Pada kondisi ini, paru-paru akan terisi banyak cairan, dahak, dan sel.

Hal inilah yang mengakibatkan kerusakan pada dinding kantung udara paru-paru sehingga membuat pasien sesak napas dan mengalami pneumonia parah atau acute respiratory distress syndrome (ARDS). Pasien dengan kondisi ini membutuhkan alat bantu napas menggunakan ventilator akibat terjadinya gagal pernapasan.

Pada kasus pneumonia biasa, kebanyakan orang dapat sembuh tanpa adanya kerusakan paru-paru yang bertahan lama. Hal ini berbeda dengan pneumonia yang disebabkan oleh COVID-19, yang bisa berkembang menjadi pneumonia parah.

"Bahkan setelah penyakit berlalu, cedera paru-paru akibat COVID-19 dapat menyebabkan kesulitan bernapas yang mungkin membutuhkan waktu berbulan-bulan untuk membaik," kata Amira, dikutip dari keterangan resmi, Rabu (23/3). Seperti dilansir dari Antara.

Kesehatan paru pada pasien pascaCOVID-19

Karena utamanya menyerang paru, COVID-19 kerap mengakibatkan jaringan parut atau kerusakan pada paru. Cedera pada paru inilah yang kemudian menyebabkan pasien pascaCOVID-19 dapat mengalami gejala atau gangguan pernapasan (pneumonia) yang menetap selama 4-12 minggu setelah terinfeksi COVID-19. Bahkan pada beberapa pasien, dapat pula terjadi gejala pascaCOVID-19 kronis sampai lebih dari 12 minggu.

Selain mengobati orang yang tengah terinfeksi, saat ini tenaga kesehatan juga menghadapi gejala-gejala pascaCOVID-19. Tak hanya pada seseorang yang sebelumnya bergejala berat saja, gejala-gejala pascaCOVID-19 ini juga banyak dialami oleh seseorang yang pada saat terinfeksi hanya bergejala ringan, bahkan tanpa gejala apapun.

Gejala pascaCOVID-19 yang dimaksud antara lain batuk berdahak/kering, sesak napas, keterbatasan aktivitas, lekas lelah, sakit kepala, nyeri otot dan persendian, perubahan rasa dan penciuman, perubahan mood, nyeri dada, tenggorokan sakit, serta adanya kelainan pada hasil pemeriksaan laboratorium dan radiologi. Gejala yang paling banyak dikeluhkan adalah batuk serta hilangnya indra perasa dan penciuman sekitar 32 persen.

Untuk menegakkan diagnosis gejala pascaCOVID-19 atau "long covid", penyintas COVID-19 disarankan untuk berkonsultasi ke dokter dan melakukan beberapa pemeriksaan seperti tes PCR ulang, pemeriksaan darah, radiologi, rekam jantung, dan pemeriksaan uji fungsi paru. Pemeriksaan ini berguna untuk membantu menegakkan diagnosis, guna menangani gejala-gejala pascaCOVID-19 yang masih dirasakan.

Amira memaparkan tiga aktor yang mempengaruhi risiko kerusakan paru pada pasien pascaCOVID-19. Pertama, tingkat keparahan penyakit. Apakah pasien mengalami gejala ringan, sedang, atau berat ketika terinfeksi COVID-19. Pasien dengan gejala ringan cenderung lebih jarang memiliki cedera/parut yang bertahan lama di jaringan paru

Kedua, kondisi kesehatan. Apakah pasien memiliki penyakit komorbid seperti penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) atau penyakit jantung yang dapat meningkatkan risiko penyakit bertambah parah. Orang yang berusia lanjut juga lebih rentan mengalami kasus COVID-19 yang parah. Hal ini terkait dengan jaringan paru yang sudah mengalami penuaan (degeneratif) sehingga kondisinya lebih tidak fleksibel jika dibandingkan dengan jaringan paru pada seseorang yang berusia lebih muda.

Ketiga, tindakan pengobatan. Pemulihan pasien dan kesehatan paru-paru jangka panjang akan bergantung pada jenis perawatan apa yang mereka dapatkan, dan seberapa cepat pengobatan dilakukan. Pada pasien dengan gejala berat, perawatan yang tepat selama di rumah sakit dapat meminimalkan kerusakan paru-paru.

"Ada 6 kelompok yang rentan terhadap post COVID-19 syndrome, yaitu jenis kelamin perempuan, usia di atas 50 tahun, memiliki lebih dari lima gejala ketika terinfeksi, etnis kulit putih, mempunyai komorbid, dan obesitas," tutur dia.

Biasanya pasien dengan sindrom pernapasan pascaCOVID-19 diberi dua jenis terapi, yakni terapi farmakologis lewat obat-obatan yang diberikan sesuai gejala untuk mengurangi batuk dan sesak, juga diberi vitamin. Terapi kedua adalah non-farmakologis seperti rehabilitasi paru, terapi oksigen, psikoterapi, olahraga sesuai kemampuan dan nutrisi.

"Karenanya, pasien sangat disarankan untuk berkonsultasi ke dokter dan melakukan evaluasi pada satu, tiga, dan enam bulan selepas dinyatakan sembuh dari COVID-19," katanya.

Tips meminimalkan kerusakan paru

Ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengurangi risiko kerusakan paru-paru. Pertama, hindari kemungkinan terpapar virus dengan menerapkan 5M, yakni menjaga kebersihan tangan, menggunakan masker, menjaga jarak, menjauhi kerumunan, dan mengurangi mobilitas. Apalagi jika Anda memiliki penyakit komorbid. Seseorang dengan komorbid sebaiknya sebisa mungkin mengelola dengan baik masalah kesehatannya. Jaga kadar gula darah agar tetap terkontrol, rutin meminum obat apabila ada masalah jantung, dan lain sebagainya.

Kedua, jalani gaya hidup sehat dengan pola makan tepat dan konsumsi air yang cukup. Tetap konsumsi makanan bergizi seimbang untuk menjaga kesehatan tubuh dan imunitas secara keseluruhan. Hidrasi yang tepat dapat mempertahankan volume darah dan selaput lendir yang sehat dalam sistem pernapasan. Hal ini dapat membantu tubuh melawan infeksi dan kerusakan jaringan dengan lebih baik.

Selain itu, hindari merokok, rokok elektrik, atau paparan terhadap asap rokok dan polusi udara. Lakukan vaksinasi COVID-19 dan lengkapi hingga vaksin penguat untuk semakin memperkuat imunitas.

COVID-19 lebih banyak menyebabkan kelainan di paru. Bahkan, gejala yang dirasakan dapat menetap pada masa pascaCOVID-19. Virus penyebab COVID-19 juga dapat menyebabkan kerusakan pada organ lain yaitu jantung, ginjal, sistem saraf, dan kelainan pada darah. Pemulihannya bisa jadi tidak sebentar.

"Oleh karena itu, konsultasi setelah terinfeksi COVID-19 sangat diperlukan, terutama pada pasien-pasien yang memiliki komorbid, agar para penyintas COVID-19 dapat kembali pulih sepenuhnya dan melakukan aktivitasnya kembali seperti semula."

(mdk/ded)
ATAU
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Penyakit yang Bisa Sebabkan Sesak Napas, Salah Satunya karena Rasa Cemas
Penyakit yang Bisa Sebabkan Sesak Napas, Salah Satunya karena Rasa Cemas

Sesak napas bukanlah suatu kondisi yang dapat diabaikan, karena dapat menjadi tanda adanya gangguan pada sistem pernapasan atau organ tubuh lainnya.

Baca Selengkapnya
Penyebab Sakit di Pangkal Paha, Begini Cara Mengatasinya
Penyebab Sakit di Pangkal Paha, Begini Cara Mengatasinya

Rasa sakit di pangkal paha dapat disebabkan oleh berbagai kondisi, dan memahaminya memerlukan pertimbangan beberapa faktor.

Baca Selengkapnya
Penyebab Selesma dan Gejalanya yang Perlu Diwaspadai, Kenali Cara Mencegahnya
Penyebab Selesma dan Gejalanya yang Perlu Diwaspadai, Kenali Cara Mencegahnya

Selesma adalah infeksi virus yang menyerang saluran pernapasan bagian atas, seperti hidung dan tenggorokan.

Baca Selengkapnya
Kamu sudah membaca beberapa halaman,Berikut rekomendasi
video untuk kamu.
SWIPE UP
Untuk melanjutkan membaca.
8 Kondisi Kesehatan yang Bisa Dikaitkan dengan Ukuran Tangan Pria Menurut Penelitian
8 Kondisi Kesehatan yang Bisa Dikaitkan dengan Ukuran Tangan Pria Menurut Penelitian

Sejumlah penelitian mengungkap bahwa ukuran tangan pria bisa menunjukkan sejumlah kondisi kesehatannya.

Baca Selengkapnya
Cara Penularan Polio yang Wajib Diwaspadai Orang Tua, Kenali Faktor Risikonya
Cara Penularan Polio yang Wajib Diwaspadai Orang Tua, Kenali Faktor Risikonya

Polio bisa menginfeksi anak lewat berbagai cara. Dengan mengetahui cara penularan polio ini, orang tua bisa mewaspadai apa saja yang berisiko untuk anaknya.

Baca Selengkapnya
Mengenal Popcorn Lung, Gangguan Pernapasan karena Zat Kimia
Mengenal Popcorn Lung, Gangguan Pernapasan karena Zat Kimia

Popcorn lung adalah nama populer untuk suatu kondisi gangguan paru-paru yang disebabkan oleh peradangan dan jaringan parut pada bronkiolus.

Baca Selengkapnya
Penyakit yang Sebabkan Penglihatan Kabur, Begini Cara Mencegahnya
Penyakit yang Sebabkan Penglihatan Kabur, Begini Cara Mencegahnya

Penglihatan kabur bisa disebabkan oleh berbagai faktor, salah satunya adalah karena penyakit.

Baca Selengkapnya
Kasus Covid-19 Naik Lagi, Penumpang Pesawat di Bandara Diimbau untuk Pakai Masker
Kasus Covid-19 Naik Lagi, Penumpang Pesawat di Bandara Diimbau untuk Pakai Masker

Bandara sebagai pintu masuk pertama perlu melakukan persiapan terkait mitigasi Covid-19.

Baca Selengkapnya
Penyebab Malaise dan Gejalanya, Kondisi Tubuh yang Lelah dan Tidak Nyaman
Penyebab Malaise dan Gejalanya, Kondisi Tubuh yang Lelah dan Tidak Nyaman

Malaise dapat disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk stres, kurang tidur, pola makan yang buruk, atau penyakit yang mendasarinya.

Baca Selengkapnya