Merdeka.com - Mantan Bupati Muara Enim periode 2019-2021, Juarsah, keluar dari Rumah Tahanan Kelas 1 Pakjo Palembang untuk menghadiri resepsi pernikahan anaknya. Beragam komentar dari banyak pihak membuat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) angkat bicara.

Juru Bicara KPK Ali Fikri menyebut, terpidana Juarsah keluar rutan pada 6 Maret 2022 untuk menghadiri pernikahan anaknya di gedung Golden Sriwijaya Jakabaring Palembang. Menurut dia, Juarsah mendapat izin dari Mahkamah Agung (MK) berdasatkan Penetapan Ketua Kamar Pidana MA RI Nomor 11/Tuska.Pid/Pen.01/III/2022 tertanggal 4 Maret 2022.

"Tahanan sudah mengajukan izin keluar dan disetujui sesuai penetapan dari MA," ungkap Ali Fikri, Sabtu (12/3).

Pengawalan ketat juga dilakukan terhadap terpidana Juarsah selama berada di luar rutan. Setelah waktunya habis, terpidana dibawa kembali ke dalam rutan.

"Jaksa melaksanakan penetapan dimaksud dan kami pastikan dengan pengawalan dan ketentuan prosedur yang berlaku," ujarnya.

Sementara itu, Kepala Divisi Pemasyarakatan Kanwil Kemenkum HAM Sumsel Bambang Haryanto menjelaskan, status terpidana Juarsah adalah tahanan MA berdasarkan penetapan Nomor 2088/2022/S.544.Tah.Sus/PP/2022/MA sampai dengan paling lama 60 hari terhitung tanggal 2 Maret 2022. Dengan demikian, tanggungjawab yuridis terhadapnya ada pada MA.

"Terpidana melalui kuasa hukumnya memohon untuk keluar tahanan ke MA guna menghadiri pernikahan anak kandungnya dan MA memberikan izin," kata dia.

Atas perintah MA, jaksa melakukan pengawalan selama Juarsah berada di luar tahanan dan sesegera mungkin mengembalikannya ke rutan. "Terpidana dikembalikan ke rutan pada hari itu juga," ujarnya.

Sebelumnya, sekelompok massa dari Gerakan Masyarakat Anti Korupsi (GARKI) mendatangi Kanwil Kemenkum HAM Sumsel untuk melakukan demonstrasi terkait keluarnya Juarsah yang diduga menyalahi prosedur, Jumat (11/3). Massa menduga Juarsah keluar rutan tanpa prosedur dan tanpa pengawalan yang dinilai sebagai diskriminasi terhadap tahanam kasus korupsi.

Diketahui, Juarsah divonis 4 tahun 6 bulan penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Palembang pada 29 Oktober 2021. Dia terbukti turut terlibat dalam penerimaan fee sebesar Rp4 miliar dari proyek 16 paket pembangunan jalan di Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Muara Enim tahun anggaran 2019.