Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Diprediksi Bungkam Dunia Pers, PKS Desak RUU Cipta Kerja Disetop

Diprediksi Bungkam Dunia Pers, PKS Desak RUU Cipta Kerja Disetop Gedung DPR. ©2015 merdeka.com/muhammad luthfi rahman

Merdeka.com - Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI Netty Prasetiyani Heryawan meminta pembahasan RUU Omnibus Law Cipta Kerja dihentikan. Dia menilai RUU ini berpotensi mengekang kebebasan pers di Indonesia.

"Hentikan pembahasan RUU Omnibus Law Cipta Kerja karena berpotensi membungkam dan menyulitkan dunia pers di tanah air," katanya kepada media, Sabtu (23/5).

Menurut anggota Komisi IX DPR RI ini, RUU Omnibus Law Cipta Kerja mengandung upaya mengembalikan campur tangan pemerintah dalam kehidupan pers.

"Disebutkan dalam RUU ini adanya peraturan pemerintah tentang pengenaan sanksi administratif terhadap perusahaan media yang melanggar aturan terkait badan hukum pers, pencantuman alamat dan penanggung jawab secara terbuka," ujar dia.

Menurut Netty, adanya peraturan pemerintah tersebut seperti membuka pintu belakang yang bertentangan dengan semangat pengelolaan mandiri (self-regulatory) media yang terbebas dari intervensi pemerintah.

"Kita perlu mendorong pers yang kredibel dan bertanggung jawab, namun jangan sampai RUU Omnibus Law Cipta Kerja ini mengembalikan pengalaman buruk di masa Orde Baru, di mana ada campur tangan Pemerintah yang besar terhadap pers,” ujarnya.

Sebagaimana diketahui, pada masa Pemerintahan orde baru, Pemerintah melakukan kontrol terhadap pemberitaan media, mulai dari keharusan adanya Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP), pengendalian Dewan Pers, pengaturan organisasi wartawan hingga pembredelan.

"Langkah ini dapat menjadi kemunduran bagi kebebasan pers Indonesia," tambahnya.

Selain itu, kata Netty, dalam Undang-Undang Tentang Pers No 40 Th 1999, denda untuk perusahaan pers yang melanggar ketentuan soal kewajiban memperhatikan norma agama dan kesusilaan dalam pemberitaan, paling banyak Rp 500 juta, tetapi dalam draft RUU Cipta Kerja disebutkan sampai Rp 2 miliar.

"Pelanggaran memang perlu diberi sanksi sebagai cara pembelajaran. Namun, untuk apa dinaikkan sampai empat kali lipat? Hal ini akan sangat menyulitkan teman-teman pers. Bisa jadi tidak ada lagi yang berani menjalankan perusahaan pers kalau dendanya sebanyak itu," ujar Netty.

Netty juga berpendapat bahwa pers yang sehat, bebas dan bertanggung jawab adalah pilar demokrasi. Menurutnya, pers dapat menjadi alat kontrol sosial untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan kekuasaan yang dilakukan oleh pejabat publik.

"Fungsi ini akan berjalan dengan baik, jika pers independen dan memiliki keleluasaan. Jika ditakut-takuti dengan denda dan sanksi yang berat dan diawasi dengan peraturan pemerintah soal administrasi, tentu akan mempengaruhi keleluasaan pers dalam menjalankan fungsi kontrol sosial," pungkasnya.

Sebagaimana diketahui, Paragraf 5 Pasal 87 RUU Omnibus Law Cipta Kerja mengandung ketentuan revisi terhadap UU No.40 tentang Pers, antara lain pada Pasal 11 dan Pasal 18 yang ditolak kalangan insan media.

Pasal 11 mengatur mengenai mekanisme penanaman modal, yang awalnya dilakukan melalui pasar modal direvisi menjadi pemerintah pusat mengembangkan usaha pers melalui penambahan modal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang penanaman modal.

Sementara Pasal 18 merevisi ketentuan terkait pemberian sanksi bagi perusahaan pers yang melakukan pelanggaran atas pasal 5 ayat (1) dan ayat (2) serta pasal 13 UU Pers, dari denda maksimal Rp 500 juta menjadi Rp 2 miliar.

Kemudian pada ayat 3, perusahaan pers yang melanggar ketentuan Pasal 9 ayat (2) dan Pasal 12 dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp 100 juta direvisi menjadi perusahaan pers yang melanggar ketentuan Pasal 9 ayat (2) dan Pasal 12 dikenai sanksi administratif.

Terakhir, di ayat 4 mengenai ketentuan lebih lanjut mengenai jenis, besaran denda, tata cara, dan mekanisme pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

(mdk/ray)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Anies Jamin Revisi Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja Jika jadi Presiden 2024
Anies Jamin Revisi Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja Jika jadi Presiden 2024

Anies Baswedan memastikan bakal merevisi Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker).

Baca Selengkapnya
Dalam RUU DKJ Dewan Aglomerasi Dipimpin Wapres, Ini Kata JK
Dalam RUU DKJ Dewan Aglomerasi Dipimpin Wapres, Ini Kata JK

Penyusunan ini sebelumnya dibahas di Badan Legislasi (Baleg) DPR RI.

Baca Selengkapnya
Rembuk Pemuda Dukung Prabowo-Gibran, Rumuskan Lima Komitmen Pemuda
Rembuk Pemuda Dukung Prabowo-Gibran, Rumuskan Lima Komitmen Pemuda

Rembuk Pemuda merupakan gerakan kepemudaan nasional yang diinisiasi Aidil Pananrang.

Baca Selengkapnya
Kamu sudah membaca beberapa halaman,Berikut rekomendasi
video untuk kamu.
SWIPE UP
Untuk melanjutkan membaca.
Anies Kritik UU Cipta Kerja: Jangan Sampai Masyarakat Dirugikan
Anies Kritik UU Cipta Kerja: Jangan Sampai Masyarakat Dirugikan

Regulasi harus memberikan dampak kepada masyarakat setelah ditetapkan.

Baca Selengkapnya
Perludem Serahkan Revisi Angka Ambang Batas Parlemen ke Pembentuk UU: Harus Ada Hitungan Rasional
Perludem Serahkan Revisi Angka Ambang Batas Parlemen ke Pembentuk UU: Harus Ada Hitungan Rasional

Dengan adanya revisi, diharapkan suara rakyat tidak terbuang sia-sia.

Baca Selengkapnya
Info Terbaru: Pemerintah akan Bahas Aturan THR untuk Ojol dan Kurir Pada Mei 2024
Info Terbaru: Pemerintah akan Bahas Aturan THR untuk Ojol dan Kurir Pada Mei 2024

Kemnaker sudah menyiapkan tim untuk pembahasan aturan tersebut, sesuai dengan arahan Komisi IX DPR RI.

Baca Selengkapnya
DPR RI dan Pemerintah Sepakati RUU DKJ Disahkan di Paripurna
DPR RI dan Pemerintah Sepakati RUU DKJ Disahkan di Paripurna

DPR RI dan pemerintah menyepakati Rancangan Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta (RUU DKJ) dibawa ke Rapat Paripurna untuk disahkan.

Baca Selengkapnya
Komisi III DPR Desak Temuan Pungli Rp6,1 Miliar di Rutan KPK Segera Dibereskan: Sangat Memprihatinkan
Komisi III DPR Desak Temuan Pungli Rp6,1 Miliar di Rutan KPK Segera Dibereskan: Sangat Memprihatinkan

Komisi III DPR mendesak agar perkara tersebut segera dibereskan agar KPK kembali mendapat kepercayaan publik.

Baca Selengkapnya
DPR dan Pemerintah Setujui RUU Desa, Masa Jabatan Kepala Desa jadi 8 Tahun 2 Periode
DPR dan Pemerintah Setujui RUU Desa, Masa Jabatan Kepala Desa jadi 8 Tahun 2 Periode

Badan Legislasi (Baleg) DPR dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menyetujui Revisi UU Desa.

Baca Selengkapnya