Din Syamsuddin minta pesantren tidak dilabeli sarang radikalisme
Merdeka.com - Generalisasi pesantren sebagai sarang penyebaran paham radikalisme dianggap sebagai sesuatu yang menyesatkan. Sebab, keberadaan pesantren di Indonesia sudah ada sebelum nusantara bersatu menjadi negara Indonesia.
"Tidak boleh digeneralisasi. Kalau ada pihak yang mengenaralisasi itu sangat tidak baik dan sesat menyesatkan," kata Din Syamsuddin yang juga alumnus pesantren Gontor, Jawa Timur, di Jakarta, Rabu (24/2).
Lembaga pesantren, lanjut dia, sejak zaman dulu, sudah melahirkan tokoh-tokoh ulama. Bahwa satu dua ulama menjadi radikal, kata Din, hal itu boleh jadi. Tapi, kata dia, hal tersebut harus menjadi perhatian pemerintah untuk pembinaan.
"Jadi tidak bisa kemudian diklaim atau dilabelisasi. Kalau pesantren diklaim sebagai sarang radikalisme ini bisa jadi tendensius dan menghalangi anak-anak islam yang mau belajar agama di pesantren," imbuhnya.
Din mengaku tidak mendapat laporan tentang daftar pesantren yang dicurigai oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). Tetapi dalam pertemuan di rumah Wapres Jusuf Kalla (JK) beberapa waktu lalu, daftar nama-nama pesantren tersebut langsung diminta untuk direvisi.
Sebab, ujar Din, pada pertemuan yang dihadiri Menko Polhukam dan ormas-ormas Islam, dihadiri juga oleh para kiai dari pesantren yang namanya masuk dalam daftar dicurigai menjadi sarang teroris.
"Dalam pertemuan antara wapres, Menko Polhukam, BNPT, Kapolri dan ormas-ormas Islam ternyata dalam data laporan itu daftar-daftar pesantren itu langsung dikritik karena kiainya ada di situ dan ternyata tidak benar dan mohon direvisi," cerita mantan Ketua PP Muhammadiyah itu.
Namun pihaknya tidak akan menutup mata jika memang terbukti ada pesantren yang menjadi sarang teroris. Ia menilai ini menjadi kewenangan Kementerian Agama.
(mdk/ren)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Dalam orasinya, Din menyoroti sejumlah gugatan yang diajukan AMIN dianggap tidak beralasan oleh hakim MK.
Baca SelengkapnyaSyarifuddin menyebut, para pejabat MA juga saling mengingatkan untuk menjaga netralitas.
Baca SelengkapnyaNarasi-narasi provokatif dapat memicu perpecahan harus dihindari terlebih di tahun politik.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Musdah menyayangkan jika masih banyak perempuan terjebak doktrin mengharuskan mereka tunduk dan patuh tanpa memiliki hak bertanya atau menolak.
Baca SelengkapnyaAksi pelaku itu diduga disebabkan emosi dan tidak terima ditegur pengurus pesantren karena merokok saat jam puasa.
Baca SelengkapnyaAliansi Masyarakat Adat Nasional menggugat DPR dan pemerintah ke PTUN karena dianggap abai
Baca SelengkapnyaKorban langsung dilarikan ke Rumah Sakit Wahidin Makassar usai kejadian.
Baca SelengkapnyaMendoakan Indonesia agar mampu mengatasi berbagai kesulitan yang dihadapi rakyatnya.
Baca SelengkapnyaPenganiayaan yang menyebabkan santri meninggal dunia kembali berulang. Kali ini dipicu uang Rp10.000 dan pihak pesantren terkesan menutupinya.
Baca Selengkapnya