Darurat Sipil untuk Covid-19 Tak Tepat karena Berpotensi Pelanggaran HAM
Merdeka.com - Analis Kebijakan Publik dari Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah menilai wacana penerapan darurat sipil tidak tepat untuk mengatasi pandemi Covid-19. Alasan pertama karena darurat sipil tidak sesuai kondisi yang terjadi saat ini.
"Darurat sipil itu kan enggak tepat. Karena di Perppu 23 Tahun 1959, darurat sipil itu kan berkaitan dengan pemberontakan, konflik sosial, kerusuhan, dan bencana alam," kata dia, kepada Merdeka.com, Selasa (31/3).
"Persoalannya apa pandemik ini bencana alam? Kalau memang bencana alam kenapa Pemerintah tidak menggunakan UU penanganan bencana alam. Kan ada UU-nya. Undang-Undang 24," imbuhnya.
Selain itu, penerapan darurat sipil dapat mengancaman hak-hak warga. Potensi pelanggaran HAM sangat tinggi jika darurat sipil diberlakukan.
"Ada muncul istilah darurat sipil ini malah jadi menakutkan. Karena darurat sipil itu berarti hak-hak warga itu betul-betul diberangus. Kan potensi pelanggaran HAM tinggi sekali," ujar dia.
"Misalnya hak menyatakan pendapat. Misalnya, 'Di sana ada tetangga saya ada yang sakit'. Itu kan enggak boleh. Dianggap memberikan pemberitaan yang tidak benar dan itu ditangkap. Atau dia menginformasikan di daerah sana ada RS yang penanganannya tidak baik. Itu bisa ditangkap mencemarkan nama baik, penghinaan terhadap RS," urai dia.
Lebih Baik Jalankan UU Karantina Kesehatan
Dia memandang justru lebih tepat jika pemerintah melaksanakan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2008 Tentang Kekarantinaan Kesehatan.
Dia pun menyoroti soal kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Kebijakan tersebut harusnya didahului dengan pernyataan presiden terkait kondisi darurat kesehatan.
"Pemerintah mengeluarkan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), harusnya itu kan didahului dengan pernyataan presiden atau Pemerintah adanya kedaruratan Kesehatan. Tapi ini kan enggak," tegas dia.
Komunikasi dengan Pemda terkait kebijakan anyar itu pun harus segera dilakukan. Dengan demikian, ada sinkronisasi kebijakan antara pemerintah pusat dan daerah.
"Pertanyaan bagaimana Pemerintah pusat mau PSBB tapi Pemda menerapkan lockdown, karantina wilayah," tandasnya.
(mdk/eko)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Dampak Buruk Tidur setelah Sahur yang Wajib Diwaspadai
Tidur usai sahur bisa memicu sejumlah masalah kesehatan yang tidak terduga, mulai dari gangguan pencernaan hingga peningkatan risiko penyakit jantung.
Baca SelengkapnyaKasus Covid-19 di Sumsel Naik Drastis usai Libur Nataru, 1 Orang Meninggal
Kemenkes RI sudah mengirimkan vaksin Inavac ke Dinkes Sumsel.
Baca SelengkapnyaPenyebab Selesma dan Gejalanya yang Perlu Diwaspadai, Kenali Cara Mencegahnya
Selesma adalah infeksi virus yang menyerang saluran pernapasan bagian atas, seperti hidung dan tenggorokan.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Covid-19 Naik Lagi, Menkes Minta Masyarakat Pakai Masker Selama Libur Akhir Tahun
Imbauan ini mengingat penularan Covid-19 dilaporkan kembali meningkat dalam beberapa waktu terakhir.
Baca SelengkapnyaKasus Covid-19 Muncul lagi, Sekda Jateng Sebut yang Terpapar Karena Belum Booster
Terkait mobilisasi orang yang banyak berpotensi terjadi pada liburan Natal dan Tahun Baru, pemerintah belum mengeluarkan kebijakan pembatasan perjalanan.
Baca SelengkapnyaDinkes DKI Akhirnya Mengungkap Jumlah Kasus Covid-19 JN.1 di Jakarta Selama Tahun 2023
Ani menjelaskan, JN.1 memiliki gejala yang sama seperti Covid-19 lainnya.
Baca SelengkapnyaCara Ibu Hamil Cegah Janin Idap Penyakit Jantung Bawaan
Penyakit Jantung Bawaan ada yang sembuh dengan sendirinya, namun ada juga yang harus menjalani tindakan intervensi.
Baca SelengkapnyaJarang Ganti Sikat Gigi, Begini Dampak Buruknya bagi Kesehatan Mulut
Sikat gigi adalah salah satu alat paling penting dalam menjaga kesehatan gigi dan mulut. Namun, banyak orang seringkali lalai dalam mengganti sikat giginya.
Baca SelengkapnyaKasus Covid-19 Meningkat, Penumpang Kereta Api Wajib Pakai Masker
Imbauan ini seiring meningkatnya angka kasus Covid-19 di Indonesia dalam beberapa waktu terakhir.
Baca Selengkapnya