Cerita Dewi Samudra, penunjuk ramalan masa depan warga Tionghoa
Merdeka.com - Menyambut Tahun Baru Imlek, warga Tionghoa tak hanya melakukan ritual keagamaan di klenteng-klenteng. Mereka juga berbondong-bondong ingin diramal masa depannya.
Hal ini sudah menjadi tradisi bagi warga Tionghoa di setiap tahunnya, yang bertepatan dengan perayaan Imlek. Di Klenteng Sukaloka, Jalan Cokelat, Surabaya, Jawa Timur, misalnya.
Pengurus Klenteng Sukaloka, Ong King Ngik mengatakan, di Hari Imlek usai sembahyang, warga Tionghoa tidak langsung segera pulang ke rumah masing-masing. Mereka duduk mengantre untuk minta diramal nasibnya.
"Permintaan untuk diramal nasibnya itu sejak kemarin, sebelum Imlek, di luar Imlek, paling banyak hanya tujuh orang saja yang minta diramal, bahkan tidak ada sama sekali. Tapi kalau pas perayaan Imlek, jumlahnya cukup banyak," kata Ong menerangkan, Kamis (19/2).
Biasanya, lanjut Ong, yang minta diramal nasibnya, mayoritas anak-anak muda Tionghoa. "Tapi pada perayaan Imlek, yang minta diramal tidak hanya kaum muda, orang-orang dewasapun tak mau ketinggalan minta diramal nasibnya," katanya.
Dia menjelaskan, anak muda biasanya ingin diramal soal masa depan atau seputar jodoh. "Kalau orang dewasa, biasanya ingin mengetahui soal usahanya nanti sukses atau tidak. Selain itu, kalau ingin pindah usaha, pekerjaan apa yang cocok," terang Ong.
Ong juga menjelaskan, ramalan tentang masa depan yang menjadi tradisi warga Tionghoa tidak lepas dari petunjuk Penguasa Lautan, yaitu Dewi Samudra. Untuk itu ada ritual yang harus dijalani.
Meski proses ritual yang wajib dijalani hanya berjalan sekitar lima menit bisa berlangsung lama jika gagal atau salah. Sebab si pemohon harus mengulang ritualnya hingga benar.
"Ramalan tidak serta merta bisa diketahui, karena tergantung dari petunjuk Dewi Samudra. Petunjuk akan datang berdasarkan kekhusukan dari yang diramal saat menjalani proses ritual," terang Ong.
Dijelaskan Ong, proses ritual yang harus dijalani oleh si pemohon, pertama harus memberikan penghormatan dengan mengangkat tiga kali dupa di hadapan Patung Dewi Samudra. Penghormatan itu disertai menyebutkan nama dan alamat si pemohon.
Selanjutnya menggerakkan puluhan lidi yang berada dalam sebuah wadah yang dipegang si pemohon hingga salah satu lidi jatuh. Kemudian, dilanjutkan ritual membuang dua buah kayu berbentung melengkung seperti pisang.
"Jika jatuhnya kayu itu sama-sama menghadap ke atas, berarti Dewi Samudera sedang tertawa. Artinya yang diramal tidak begitu percaya dengan hasilnya. Sehingga harus melakukan ritual ulang," turu Ong.
Tetapi, kata Ong, jika kedua kayu tersebut sama-sama jatuh telungkup, itu tandanya Dewi Samudra marah.
"Artinya hati yang diramal menyepelehkan ritual dan harus mengulang lagi. Tetapi jika satu telungkup dan satunya lagi menghadap ke atas berarti ritual sempurna," katanya.
Jika hasil ritual sempurna, atau jatuhnya kayu menghadap berlawanan, maka si peramal baru memulai menjelaskan arti jatuhnya kayu yang sudah diberi nomor urut tersebut.
"Kesempurnaan ritual itu memang tergantung kekhusukan ritual yang ingin diramal, jadi memang tidak begitu saja diberi jawaban oleh Dewi Samudra," pungkasnya.
(mdk/dan)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Imlek adalah Hari Raya Orang Tionghoa, Ketahui Makna dan Tujuannya
Tahun Baru Imlek adalah perayaan tahun baru tradisional yang dirayakan oleh masyarakat Tionghoa di seluruh dunia.
Baca SelengkapnyaSejarah Perayaan Imlek di Indonesia, dari Pelarangan hingga Penetapan Hari Libur Nasional
Perayaan Hari Raya Imlek bagi masyarakat Tionghoa di Indonesia akan segera tiba, berikut sejarahnya.
Baca SelengkapnyaMengenal Bebehas, Tradisi Mengumpulkan Beras ala Masyarakat Muara Enim yang Mulai Ditinggalkan
Dari tahap awal sampai akhir, tradisi ini melibatkan orang banyak alias dikerjakan secara bergotong-royong dan dilaksanakan dengan penuh suka cita.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
FOTO: H-8 Jelang Imlek 2024, Warga Keturunan Tionghoa Jalani Ritual Memandikan Patung-Patung Dewa di Wihara
Warga keturunan Tionghoa sibuk membersihkan patung di Wihara Amurva Bhumi.
Baca SelengkapnyaKisah Kehidupan Warga di Desa Terpencil di Wonogiri, Cari Rumput Harus Jalan Naik Turun Bukit
Mayoritas warga di sana merupakan petani yang menggarap lahan tadah hujan. Kalau musim kemarau lahan itu dibiarkan kosong.
Baca SelengkapnyaIbu dan Dua Anaknya Meninggal dalam Posisi Berpelukan akibat Kebakaran Rumah di Aceh Tamiang
Seorang ibu rumah tangga bernama Dewi (37) dan dua anaknya meninggal dunia saat rumah yang mereka tempati di Gampong Sungai Kuruk III, Seruway, Aceh Tamiang.
Baca SelengkapnyaLebong Tandai, Desa Kecil di Bengkulu Penyumbang Emas Tugu Monas dan Dikuras Habis oleh Penjajah
Salah satu desa yang terletak di Kecamatan Napal Putih ini dikenal sebagai kawasan pertambangan sejak zaman kolonial hingga menjadi rebutan beberapa negara.
Baca Selengkapnya8 Tradisi Warga Tionghoa di Medan saat Perayaan Imlek, Ada Minum Teh Bersama
Menjelang perayaan Imlek tahun 2024, simak ragam tradisi warga Tionghoa di Medan yang penuh makna.
Baca SelengkapnyaSejarah Pertempuran Lima Hari Lima Malam, Perang Tiada Henti Pasukan TRI Melawan NICA di Kota Palembang
Perjuangan dan semangat yang dimiliki pasukan tentara Indonesia melawan Belanda demi mempertahankan kemerdekaan begitu besar dalam peristiwa ini.
Baca Selengkapnya