Bikin perusahaan fiktif, 3 sekawan tipu 9 bank senilai Rp 335 juta
Merdeka.com - Tiga pelaku pembobolan kartu kredit berhasil dibekuk Satuan Reserse Kriminal (Sat Reskrim) Polrestabes Semarang. Kelompok tersebut sudah beraksi di sembilan bank ternama di Kota Semarang, Jawa Tengah dengan hasil mencapai Rp 335.000.000.
Ketiga pelaku adalah M Deky Nawawi (32), warga Jalan Ngesrep Timur V RT 01 RW 03, Kelurahan Sumurboto, kecamatan Banyumanik, Kota Semarang, Edy Prayitno (43), warga Graha Pesona Jatisari Blok A-4/10, RT 04 RW 13, Kelurahan Jatisari, Kecamatan Mijen, dan Taufik alias Nurhadi alias Gondrong (32), warga Pundungputih, Kecamatan Ungaran Barat, Kabupaten Semarang. Ketiganya ditangkap Kamis (1/12) malam, di sebuah ruko, Kompleks Metro Plaza, Peterongan, Semarang.
Selain mengamankan tiga tersangka, polisi juga menyita barang bukti berupa uang tunai sebesar Rp 30.098.000, dua lembar blangko e-KTP, sembilan lembar identitas KTP palsu, sejumlah buku tabungan dan kartu kredit, sejumlah telepon dan CPU, laptop, dan satu lembar MMT bertuliskan PT Global Sarana Utama.
Tersangka Deky merupakan otak dari serangkaian aksi tersebut dengan membuat identitas KTP palsu, membuat perusahaan PT Global Sarana Utama, dan menyuruh Edy dan Taufik sebagai pemimpin perusahaan. Deky merupakan mantan karyawan salah satu bank swasta di Semarang dan mantan sopir taksi di Bali.
Kapolrestabes Semarang Kombes Pol Abiyoso Seno Aji mengatakan, ketiga tersangka merupakan pelaku kejahatan perbankan. Modus yang digunakan adalah tersangka membuat perusahaan fiktif dan identitas KTP untuk mengajukan kartu kredit atau kredit tanpa agunan ke bank.
"Tersangka ini memiliki blangko e-KTP yang diduga asli, kemudian menggunakan identitas sesuai nasabah dengan mengganti foto wajah di KTP dengan wajah tersangka. Identitas nasabah itu diperoleh dari salah satu sumber yang membocorkan," katanya dalam gelar perkara di Mapolrestabes Semarang, Jumat (2/12).
Abiyoso menjelaskan untuk melancarkan aksinya, tersangka Deky juga membuat perusahaan fiktif dengan nama PT Global Sarana Utama. Tersangka kemudian menempatkan Edy dan Taufik sebagai pimpinan perusahaan.
"Perusahaan itu untuk meyakinkan pihak bank bahwa pemohon kartu kredit atau kredit tanpa agunan sesuai identitas KTP palsu memang karyawan mereka dengan jumlah gaji sekitar Rp 35 juta per bulannya. Begitu bank percaya maka akan memberikan permintaan kartu kredit dan kredit tanpa agunan," jelasnya.
Kasat Reskrim AKBP Wiyono Eko Prasetyo mengungkapkan tersangka telah beraksi di sembilan bank dengan total Rp 335 juta. Sembilan bank itu adalah Bank Bukopin dengan hasil total Rp 13 juta, BNI dengan total Rp 60 juta, Bank Danamon Rp 10 juta, Bank CIMB Niaga Rp 52 juta, Bank HSBC Rp 10 juta, BII Rp 10 juta, Bank Mandiri Rp 50 juta, Citi Bank Rp 50 juta, dan Bank Standard Chartered dengan total Rp 80 juta dalam bentuk kartu kredit dan kredit tanpa agunan.
"Tersangka sudah mencoba di berbagai bank. Dari 2015 sampai 2016 sudah mendapatkan Rp 335 juta. Baru satu bank mengetahui nasabahnya berbeda dalam identitas. Kemudian laporan ke kami. Terungkapnya dari situ," ungkapnya.
Terkait pembocor identitas dan penjual blangko e-KTP, Wiyono mengaku masih melakukan pengembangan. Sementara ini kelompok Deky tidak terlibat atau terkait dengan jaringan lain.
"Pembocor identitas nasabah masih dikejar. Kalau blangko e-KTP dibeli dari Surabaya. Belum ada indikasi keterlibatan kelompok lain. Tapi tidak menutup kemungkinan ada kelompok lain yang beraksi dengan modus serupa. Mengingat modusnya mudah," paparnya.
Tersangka Deky mengaku pernah bekerja di salah satu bank swasta di Kota Semarang. Sekira tahun 2015, Deky pergi ke Bali dan menjadi sopir taksi di sana. Selama berada di Bali, ternyata Deky juga terlibat aksi serupa. Namun perannya saat itu hanya sebagai karyawan di salah satu perusahaan fiktif.
"Jadi sopir taksi di Bali. Dulu di Bali ikut orang melakukan aksi seperti ini. Kemudian di Semarang beraksi sendiri dibantu dua teman saya (Edy dan Taufik). Dulu di Semarang pernah kerja di bank," ujarnya saat dimintai keterangan.
Adapun Blangko e-KTP yang digunakannya untuk memalsukan identitas dibeli dari Surabaya. Dia membeli dua buah blangko kosong dengan harga Rp 100.000 per blangko. Ia juga mendapatkan nama-nama nasabah dari seseorang yang dikenalnya.
"Nama dapat dari teman, tidak beli cuma bagi hasil saja. Kalau berhasil dibagi tiga," ujar Deky yang mengaku beraksi di Semarang sejak Juni 2016 dengan hasil paling besar Rp 50 juta di Bank Mandiri.
"Dapatnya tergantung pengajuan. Kalau pihak bank ke rumah berarti gagal dapat. Jadi buat perusahaan dan sewa di Metro Plaza satu bulannya Rp 2,5 juta," pungkasnya.
Akibat perbuatanya itu, ketiga tersangka dijerat dengan Pasal 263 KUHP tentang pemalsuan dokumen dengan ancaman maksimal enam tahun penjara, dan atau Pasal 378 jo 55 KUHP karena bersama-sama melakukan penipuan.
(mdk/cob)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Saat ini, bank pemerintah adalah bank yang paling berpengaruh dalam industri perbankan Indonesia.
Baca SelengkapnyaSesaat setelah pensiun dini dari bank, orang tuanya sempat khawatir karena dia belum bekerja lagi dan bisnis yang dijalankan belum jelas nasibnya
Baca SelengkapnyaBagi masyarakat yang ingin menukarkan uang melalui pelayanan tersebut harus membawa indentitas seperti kartu tanda penduduk (KTP).
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Batas pembayaran THR pegawai maksimal pada H-7 lebaran.
Baca SelengkapnyaSuratul Padli mengatakan bahwa dirinya bersama istri mengetahui adanya pencatutan nama mereka untuk kredit tersebut.
Baca SelengkapnyaSetiap pasangan calon diperbolehkan menerima sumbangan dari sejumlah pihak.
Baca SelengkapnyaIda menekankan, THR harus diberikan secara penuh, tidak boleh dicicil.
Baca SelengkapnyaDia menjelaskan, selain mengurus aspek pembiayaan ke UMKM, BRI juga turut melakukan pendampingan.
Baca SelengkapnyaBank Dunia yang menyebut Indonesia harus bisa menyediakan lapangan kerja berkualitas agar bisa menjadi negara berpendapatan tinggi.
Baca Selengkapnya