Anggota DPR Kritik kata 'Persetujuan' dalam Aturan Pencegahan Seksual di Kampus
Merdeka.com - Anggota Komisi X DPR RI, Ledia Hanifa Amaliah mengkritisi Peraturan Mendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi, yang dianggap tak mengakomodasi nilai agama.
Ledia mengungkapkan, aturan pencegahan kekerasan seksual di kampus itu memasukkan persoalan 'persetujuan' atau yang biasa dikenal sebagai consent menjadi diksi yang berulang-ulang dikatakan pada aturan itu.
"Bahwa beraneka tindakan atau perilaku akan masuk dalam konteks kekerasan seksual bila tidak terdapat persetujuan dengan korban. Ini tentu merupakan satu acuan peraturan yang berbahaya," kata Ledia dalam keterangannya, Kamis (4/11).
"Ditambah dengan tidak dimasukkannya norma agama, generasi muda kita seolah digiring pada satu konteks bahwa 'dengan persetujuan suatu perilaku terkait seksual bisa dibenarkan'. Jelas-jelas berbahaya ini," lanjutnya.
Ledia kemudian memberi contoh betapa banyak terjadi hubungan seks di luar nikah yang diawali dengan persetujuan atau suka sama suka. Juga betapa mulai bermunculannya perilaku LGBT secara terang-terangan di tengah masyarakat.
"Padahal dalam norma agama, seks di luar nikah juga perilaku LGBT bukan sesuatu yang dibenarkan," tegasnya
Di samping itu, secara keseluruhan Ledia melihat bahwa isi dari Peraturan Menteri ini belum dapat memberikan pencegahan dan perlindungan secara hukum melainkan hanya sekedar menyampaikan sanksi administratif internal.
"Setelah dicermati, peraturan menteri ini hanya menambah beban birokratisasi administrasi baru dengan segala ketentuan perizinan dan belum menampakkan satu klausul pun yang bisa memastikan proses hukum berjalan untuk melakukan pencegahan maupun penanganan kekerasan seksual," kata Sekretaris Fraksi PKS ini lagi.
Ledia mencontohkan bagaimana Pasal 7 dan 8 yang berfokus pada birokratisasi administratif. Ancaman yang cukup berat pun belum tampak dalam keseluruhan muatan Permendikbudristek ini.
"Padahal salah satu sarana efektif dalam pencegahan adalah terdapatnya ancaman hukum yang jelas dan tegas secara pidana. Agar orang berpikir seribu kali kalau mau melakukan kejahatan. Tambahan pula Permendikburistek ini juga seolah mengenyampingkan proses hukum bila terjadi suatu kasus karena nampak lebih berfokus pada pengadilan internal dengan keberadaan satgas di lingkungan kampus," katanya.
Mendikbudristek Nadiem Makarim menerbitkan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, Dan Teknologi Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan Dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi pada 31 Agustus 2021.
Aturan ini sebetulnya telah lama dijanjikan Nadiem untuk menumpas salah satu dari tiga dosa besar di pendidikan nasional. Ketiganya adalah intoleransi, perundungan dan kekerasan seksual.
Reporter: Yopi Makdori/Liputan6.com
(mdk/bal)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
DPM UI Desak Melki Sedek Berhenti ‘Manggung’ Pasca Disebut Bersalah di Kasus Dugaan Pelecehan Seksual
Soal sanksi yang diberikan pihak kampus, DPM UI menilai hal itu sudah sesuai.
Baca SelengkapnyaDituduh Melakukan Kekerasan Seksual, Ketua BEM UI Dinonaktifkan
Dia menerima apa yang telah menjadi keputusan organisasi tersebut. Dia pun akan mengikuti proses hukum yang berlaku.
Baca SelengkapnyaPenjelasan Satgas PPKS UI soal Laporan Dugaan Kekerasan Seksual yang Dituduhkan pada Melki
Satgas PPKS UI menyatakan tidak memberikan tembusan laporan dugaan kekerasan seksual Melki ke pihak mana pun, termasuk rektor.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Rektor Universitas Pancasila Buka Suara Terkait Dugaan Pelecehan Seksual Terhadap Anak Buah
Kasus dugaan pelecehan seksual ini sebelumnya terbongkar usai korban mengadukan tindakan tak senonoh itu ke seorang pengacara.
Baca SelengkapnyaDiduga Lakukan Pelecehan Seksual, Rektor UP Dicopot dari Jabatan
Rektor Universitas Pancasila (UP) inisial ETH dicopot dari jabatannya menyusul dugaan pelecehan seksual yang dituduhkan kepadanya.
Baca SelengkapnyaKemendikbud Turun Tangan Usut Kasus Dugaan Pelecehan Seksual Rektor Universitas Pancasila
Korban dugaan pelecehan seksual dilakukan rektor Universitas Pancasila sebelumnya menyurati Kemendikbud.
Baca SelengkapnyaDiduga Lakukan Pecehan, Rektor Universitas Pancasila Dinonaktifkan
Polisi telah memeriksa delapan orang saksiuntuk mengusut laporan dugaan pelecehan seksual.
Baca SelengkapnyaRespons Melki Dinonaktifkan dari Ketua BEM UI, Benarkah Buntut Kritik Pemerintah?
Tudingan Melki melakukan kekerasan seksual pertama kali ramai diperbincangkan di media sosial setelah diunggah akun @BulanPemalu.
Baca SelengkapnyaNonaktifkan ETH Buntut Kasus Dugaan Pelecehan Seksual, 8 Kandidat Bersaing Jadi Rektor Universitas Pancasila
Keputusan menonaktifkan ETH ini berdasarkan hasil Rapat Pleno Yayasan pada hari Senin 26 Februari 2024.
Baca Selengkapnya