Merdeka.com - Banyak yang bilang mobil adalah gambaran status sosial seseorang. Orang yang bermobil, apalagi mewah, hidupnya jelas jauh dari kesusahan. Apalagi jika pelat nomornya cuma satu dua angka dan merujuk nama tertentu, besar kemungkinan penumpangnya bukanlah orang biasa.

Prestise menunggang mobil mewah ini juga yang diduga menjadi pemicu ribut-ribut di Komnas HAM belakangan ini. Awalnya, polemik para komisioner menyeruak karena perdebatan soal masa jabatan Ketua Komnas HAM.

Komisioner terbelah, ada sembilan anggota yang ingin masa jabatan 2,5 tahun diubah menjadi satu tahun. Polemik yang disebut-sebut terjadi sejak akhir tahun lalu itu bahkan sempat membuat pegawai komisi negara itu mogok kerja.

Nah, seiring berjalannya waktu, perdebatan di Komnas HAM ternyata bukan semata-mata soal masa jabatan. Namun juga soal fasilitas yang melekat pada Ketua Komnas HAM, yakni Toyota Camry. Sementara anggota biasa hanya mendapat mobil operasional.

"Jadi ini urusan mobil Camry, hanya berebut fasilitas protokoler saja. Seharusnya anggota itu kan bisa maksimal dalam memperjuangkan hak azasi manusia tanpa harus jadi ketua. Ini kan urusan yang melakukan hanya karena berebutan fasilitas," kata anggota Komisi III DPR, Ahmad Yani, di Gedung DPR kemarin.

Salah satu komisioner Komnas HAM, Dianto Bachriadi, pernah membantah soal rebutan Camry tersebut. Dalam rapat dengan Komisi III DPR kemarin, dia menyatakan usulan perubahan masa jabatan dari 2,5 tahun menjadi satu tahun untuk menerapkan prinsip kolektif kolegial.

Seiring ribut-ribut Komnas HAM soal Camry, di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga lamat-lamat terdengar isu soal mobil, yakni Toyota Harrier. Mobil mewah jenis SUV berpelat nomor B 15 AUD itu disebut-sebut menjadi bukti KPK untuk menjerat Ketua Umum Demokrat Anas Urbaningrum dalam kasus gratifikasi.

Anas disebut-sebut sudah menjadi tersangka karena pemberian mobil mewah dari PT Adhi Karya, penggarap proyek Hambalang. Mobil itu disebut Muhammad Nazaruddin diberikan PT Adhi Karya kepada Anas pada 2009, atau ketika mantan ketua umum PB HMI itu masih menjadi anggota DPR.

Namun, isu status tersangka Anas ini belum secara resmi diumumkan KPK. Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) Anas yang sempat bocor ke publik, bahkan telah memicu polemik baru di Gedung KPK.

Kembali lagi soal mobil. Harrier dan Camry sama-sama diproduksi oleh Toyota. Harganya pun kurang lebih sama, yakni Rp 600-700 juta. Namun, jika dua mobil itu didapat dengan cara-cara tidak sah/etis, apalagi oleh pejabat publik, penunggangnya harus siap-siap dijerat. Atau paling tidak dicemooh oleh publik.