Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Akhir Drama Pelarian Djoko Tjandra

Akhir Drama Pelarian Djoko Tjandra djoko tjandra. istimewa

Merdeka.com - Pelarian Djoko Tjandra yang telah dikejar pihak kepolisian Republik Indonesia sejak 11 tahun silam kini usai. Di malam takbiran Hari Raya Idul Adha 1441 Hijriah, sosok tersebut akan muncul di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta.

"Ya. Saya mau ke bandara," Kadiv Humas Polri Irjen Raden Prabowo Argo Yuwono saat dikonfirmasi, Kamis (30/7/2020).

Djoko Tjandra terbang dari Malaysia ke Indonesia. Penjemputan pun akan langsung dilakukan petugas sesaat setelah terpidana kasus cessie Bank Bali itu mendarat.

Kaburnya Djoko Tjandra menjadi bola panas bagi sejumlah pejabat tinggi Polri. Tiga jenderal harus rela lepas jabatan karena diduga ikut ambil bagian dalam melancarkan kaburnya buronan yang sudah divonis 11 tahun tersebut.

Tiga jenderal itu adalah Brigadir Jenderal Prasetijo Utomo, Inspektur Jenderal Napoleon Bonaparte dan Brigadir Jenderal Nugroho Slamet Widodo. Ketiganya diduga memiliki peran masing-masing dalam mengurus kaburnya sang buron, Djoko Tjandra.

Brigjen Prasetijo Utomo diduga ikut melancarkan kaburnya Djoko Tjandra dengan menerbitkan surat jalan untuk Djoko Tjandra bernomor SJ/82/VI/2020/Rokowas pada 18 Juni 2020. Dalam surat itu menyebutkan, Djoko Tjandra bakal melakukan perjalanan dari Jakarta menuju Pontianak pada 19 Juni dan kembali 22 Juni 2020. Surat sakti itu juga menuliskan pekerjaan Djoko Tjandra sebagai konsultan Bareskrim.

Tak cukup itu, Prasetijo juga terlibat mengawal Djoko Tjandra menggunakan jet pribadi dari Jakarta menuju Pontianak. Pengawalan ini dilakukan untuk memperlancar perjalanan buronan tersebut.

Prasetijo harus merelakan jabatannya sebagai Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan (Korwas) PPNS Bareskrim Polri. Dia dimutasi sebagai Pati Yanma Polri.

Nasib serupa juga dialami dua jenderal lainnya, yakni Brigadir Jenderal Nugroho Slamet Widodo dan Inspektur Jenderal Napoleon Bonaparte. Keduanya diduga berperan dalam kaburnya Djoko Tjandra dengan menghapus status red notice Djoko Tjandra oleh Interpol.

Surat penghapusan red notice dengan nomor B/186/V/2020/NCB.Div.HI diteken Brigjen Nugroho dan dikirimkannya kepada pihak Imigrasi pada 5 Mei 2020. Surat itu berisi pemberitahuan status red notice atas nama Djoko Tjandra telah dihapus dari sistem basis data Interpol sejak 2014 karena tidak ada permohonan perpanjangan red notice dari Kejagung.

Dengan dasar surat itu, pihak Imigrasi lantas menghapus nama Djoko Tjandra dari sistem perlintasan pada 13 Mei 2020. Akibat status red notice dihapus, Djoko Tjandra bebas mondar mandir masuk tanah air.

Brigjen Nugroho dicopot dari jabatan sebagai Sekretariat NCB Interpol Indonesia Divisi Hubungan Internasional Polri dan dimutasi menjadi Analis Kebijakan Utama bidang Jianbang Lemdiklat Polri.

Di waktu yang bersamaan, Polri mencopot Irjen Napoleon Bonaparte dari jabatan Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri. Dia dimutasi sebagai Analisis Kebijakan Utama Itwasum Polri. Napoleon dianggap lalai mengawasi bawahan sehingga muncul surat penghapusan red notice Djoko Tjandra.

Kejaksaan Agung (Kejagung) sendiri sempat melakukan pemeriksaan terkait pertemuan antara pengacara Djoko Tjandra, Anita Kolopaking dengan Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan Anang Supriatna, sebagaimana isi video yang viral di sosial media. Hasilnya, penyidik tidak menemukan adanya pelanggaran dalam pertemuan tersebut.

Sementara untuk foto viral terkait adanya seorang jaksa perempuan atas nama Pinangki Sirna Malasari sedang bersama dengan Anita Kolopaking dan seorang laki-laki yang diduga terpidana Djoko Soegiarto Tjandra, ditemukan adanya bukti permulaan pelanggaran disiplin.

Pinangki kedapatan melakukan perjalanan ke luar negeri tanpa izin tertulis dari pimpinan sebanyak sembilan kali pada tahun 2019.

Atas dasar tersebut, Kejagung mengeluarkan Surat Keputusan Nomor: KEP-IV-041/B/WJA/07/2020 tanggal 29 Juli 2020 tentang Penjatuhan Hukuman Disiplin (PHD) Tingkat Berat berupa pembebasan dari jabatan struktural terhadap Pinangki.

Kasus cessie Bank Bali yang melibatkan nama Djoko Tjandra sendiri sudah berlangsung lama. Bahkan, kasus yang mulai tercium aparat penegak hukum sejak lebih dari dua dasawarsa silam itu belum juga bisa menjerat Djoko Tjandra masuk bui meski sudah jadi terpidana.

Direktur Eksekutif Indonesia Bureaucracy and Service Watch (IBSW) Nova Andika mengatakan, kasus ini mulai masuk ranah hukum pada akhir 1999.

"Ketika itu kasusnya mulai diusut Kejaksaan Agung," ujar Nova dalam keterangan tertulis yang diterima Liputan6.com, Senin 20 Juli 2020.

Berikut koronologi perjalanan kasus yang melibatkan Djoko Tjandra hingga yang bersangkutan menjadi warga negara Papua Nugini:

27 September 1999

Perkara korupsi cessie Bank Bali yang melibatkan Djoko Tjandra mulai diusut oleh Kejaksaan Agung sesuai dengan laporan dari Bismar Mannu, Direktur Tindak Pidana Korupsi kepada Jaksa Agung.

29 September 1999-8 November 1999

Djoko ditahan oleh Kejaksaan.

9 November 1999-13 Januari 2000

Djoko Tjandra menjadi tahanan kota kejaksaan.

14 Januari 2000-10 Februari 2000

Djoko kembali ditahan oleh kejaksaan.

9 Februari 2000

Kasus cessie skandal Bank Bali dengan terdakwa Djoko Tjandra diajukan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

10 Februari 2000-10 Maret 2000

Berdasarkan ketetapan Wakil Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Djoko Tjandra kembali menjadi tahanan kota.

6 Maret 2000

Putusan sela hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menyatakan dakwaan jaksa terhadap kasus Djoko Tjandra tidak dapat diterima. Djoko Tjandra dilepaskan dari tahanan kota. Jaksa mengajukan permohonan perlawanan ke Pengadilan Tinggi.

31 Maret 2000

Pengadilan Tinggi Jakarta mengabulkan permohonan perlawanan ke Pengadilan Tinggi. Memerintahkan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memeriksa dan mengadili Djoko Tjandra.

19 April 2000

Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menunjuk Soedarto (hakim ketua majelis), Muchtar Ritonga dan Sultan Mangun (hakim anggota) sebagai hakim yang memeriksa dan mengadili Djoko Tjandra.

April 2000-Agustus 2000

Upaya perlawanan jaksa berhasil. Proses persidangan Djoko Tjandra selaku Direktur Utama PT Era Giat Prima mulai bergulir. Djoko Tjandra didakwa jaksa penuntut umum (JPU) Antasari Azhar telah melakukan tindak pidana korupsi dalam kasus Bank Bali.

Fakta-fakta menunjukkan, pemindahbukuan dari rekening bendaharawan negara ke Bank Bali berdasarkan penjaminan transaksi PT BDNI terhadap Bank Bali menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 904.642.428.369.

Djoko Tjandra pun dituntut hukuman 1 tahun 6 bulan atau 18 bulan penjara. Djoko juga dituntut membayar denda sebesar Rp 30 juta subsider enam bulan kurungan, serta harus membayar biaya perkara sebesar Rp 7.500.

Sedangkan uang sebesar Rp 546 miliar milik PT Era Giat Prima yang berada di escrow account Bank Bali agar dikembalikan pada negara.

28 Agustus 2000

Majelis hakim memutuskan Djoko S Tjandra lepas dari segala tuntutan (onslag). Dalam putusannya, majelis hakim menyatakan, sebenarnya dakwaan JPU terhadap perbuatan Djoko Tjandra terbukti secara hukum. Namun perbuatan tersebut bukanlah merupakan suatu perbuatan pidana melainkan perbuatan perdata. Akibatnya, Djoko Tjandra pun lepas dari segala tuntutan hukum.

21 September 2000

Antasari Azhar selaku JPU mengajukan kasasi.

26 Juni 2001

Majelis hakim Agung MA melepaskan Djoko S Tjandra dari segala tuntutan. Putusan itu diambil dengan mekanisme voting dikarenakan adanya perbedaan pendapat antara hakim Sunu Wahadi dan M Said Harahap dengan hakim Artidjo Alkostar mengenai permohonan kasasi Djoko Tjandra yang diajukan oleh JPU.

12 Juni 2003

Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan mengirim surat kepada direksi Bank Permata agar menyerahkan barang bukti berupa uang Rp 546,4 miliar. Pada hari yang sama, direksi Bank Permata mengirim surat ke BPPN untuk meminta petunjuk. Permintaan ini akhirnya tak terwujud dengan keluarnya putusan kasasi Mahkamah Agung (MA) yang memenangkan BPPN.

17 Juni 2003

Direksi Bank Permata meminta fatwa MA atas permintaan Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan di atas.

19 Juni 2003

BPPN meminta fatwa MA dan penundaan eksekusi keputusan MA (Juni 2001) yang memperkuat keputusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang membebaskan Djoko Tjandra. Alasannya, ada dua keputusan MA yang bertentangan.

25 Juni 2003

Fatwa MA untuk direksi Bank Permata keluar. Isinya menyatakan MA tidak dapat ikut campur atas eksekusi Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan.

1 Juli 2003

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung Antasari Azhar menyatakan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) dinilai menghambat proses hukum yang sedang dijalankan oleh Kejaksaan Agung selaku pihak eksekutor.

2 Maret 2004

Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan memanggil Direktur Utama PT Bank Permata Tbk, Agus Martowardojo. Pemanggilan ini terkait dengan rencana eksekusi pencairan dana senilai Rp 546 miliar untuk PT Era Giat Prima (EGP) milik Djoko Tjandra dan politikus Partai Golkar Setya Novanto.

Oktober 2008

Kejaksaan Agung mengajukan Peninjauan Kembali (PK) kasus korupsi cessie Bank Bali dengan terdakwa Djoko Tjandra ke Mahkamah Agung.

11 Juni 2009

Majelis Peninjauan Kembali MA yang diketuai Djoko Sarwoko dengan anggota I Made Tara, Komariah E Sapardjaja, Mansyur Kertayasa, dan Artidjo Alkostar memutuskan menerima Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan Jaksa. Selain hukuman penjara dua tahun, Djoko Tjandra juga harus membayar denda Rp 15 juta. Uang milik Djoko Tjandra di Bank Bali sejumlah Rp 546.166.116.369 dirampas untuk negara.

Imigrasi juga mencekal Djoko Tjandra. Pencekalan ini juga berlaku bagi terpidana kasus cessie Bank Bali lainnya, Syahril Sabirin. Mantan Gubernur BI ini divonis 2 tahun penjara.

16 Juni 2009

Djoko mangkir dari panggilan Kejaksaan untuk dieksekusi. Djoko diberikan kesempatan 1 kali panggilan ulang, namun kembali tidak menghadiri panggilan Kejaksaan, sehingga Djoko dinyatakan sebagai buron.

Djoko diduga telah melarikan diri ke Port Moresby, Papua New Guinea, menggunakan pesawat carteran sejak 10 juni 2009 atau sehari sebelum vonis dibacakan oleh MA.

Juli 2012

Wakil Jaksa Agung Darmono menyatakan otoritas pemerintah PNG telah memberikan kewarganegraan kepada Djoko Tjandra, sehingga eksekusi terhadapnya mengalami kesulitan. Hingga titik ini, Djoko Tjandra tak lagi bisa disentuh.

LSM Pemantau Birokrasi dan Pelayanan Publik (IBSW) menilai kronologi ini penting diketahui publik agar kasusnya menjadi terang benderang.

"Catatan ini penting untuk menyegarkan kembali ingatan publik atas kasus yang menyangkut buron ini, dan bukan berkutat pada kasus terakhir ini saja," ujar Nova Andika.

8 Juni 2020

Djoko mendatangi Kelurahan Grogol Selatan untuk membuat e-KTP. Djoko diantar langsung oleh Lurah Grogol Selatan, Asep Subhan. Akibatnya Asep langsung dinonaktifkan oleh Gubernur DKI Anies Baswedan.

Sumber: Liputan6.comReporter: nanda perdana putra

(mdk/ded)
ATAU
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Digelar Serentak, Begini Potret Deklarasi Tertib Berlalu Lintas Wujudkan Pemilu Damai

Digelar Serentak, Begini Potret Deklarasi Tertib Berlalu Lintas Wujudkan Pemilu Damai

Acara ini serentak dilakukan sejajaran Polda Riau.

Baca Selengkapnya
Jenderal Polisi Pecat Anggota Polwan, Kapolres Langsung Coret 'Wajahnya' di Depan Anak Buah

Jenderal Polisi Pecat Anggota Polwan, Kapolres Langsung Coret 'Wajahnya' di Depan Anak Buah

Kapolda memutuskan terhitung mulai 31 Januari 2024, Bripka NA diberhentikan tidak dengan hormat dari Dinas Bintara Polri.

Baca Selengkapnya
Dilantik Kapolri Jadi Kakorlantas Polri, Aan Suhanan Kenakan Dua Bintang di Pundak

Dilantik Kapolri Jadi Kakorlantas Polri, Aan Suhanan Kenakan Dua Bintang di Pundak

Prosesi pelantikan dan sertijab berlangsung di Ruang Rupatama Mabes Polri, Jakarta Selatan, Kamis (14/12).

Baca Selengkapnya
Kamu sudah membaca beberapa halaman,Berikut rekomendasi
video untuk kamu.
SWIPE UP
Untuk melanjutkan membaca.
Jenderal Kehormatan TNI 'Ngabaso' Ditemani Komjen Polri, Warungnya Punya Eks Kasad

Jenderal Kehormatan TNI 'Ngabaso' Ditemani Komjen Polri, Warungnya Punya Eks Kasad

Berikut potret Jenderal kehormatan TNI 'ngebaso' ditemani oleh Komjen Polri.

Baca Selengkapnya
Jenderal Bintang Dua Polri Asyik Nyanyi Bareng Bule & Taruna, Suaranya Ramai jadi Perbincangan

Jenderal Bintang Dua Polri Asyik Nyanyi Bareng Bule & Taruna, Suaranya Ramai jadi Perbincangan

Sosok jenderal bintang dua Polri tampil di atas panggung. Tak sendirian, dia turut mengajak seorang WNA dan taruna.

Baca Selengkapnya
Duka Perwira Polwan Sama-Sama Polisi dengan Anaknya 'Kaos Kaki Hilang Tinggal 2 Pasang'

Duka Perwira Polwan Sama-Sama Polisi dengan Anaknya 'Kaos Kaki Hilang Tinggal 2 Pasang'

Berikut drama 'eyel-eyelan' kaos kaki ala perwira polwan dengan sang anak yang berpangkat bintara.

Baca Selengkapnya
Polri Rekayasa Lalu Lintas Jelang Debat Kelima Pilpres 2024 Malam Ini

Polri Rekayasa Lalu Lintas Jelang Debat Kelima Pilpres 2024 Malam Ini

Kapolres Bogor ini juga ingin agar mereka yang hadir untuk tidak menggangu selama berada di dalam acara dan jalannya debat berlangsung.

Baca Selengkapnya
Pensiunan Jenderal TNI-Polri Turun Gunung Menangkan Ganjar-Mahfud di Jatim, Ada Eks Kapolri dan Mantan Anak Buah Prabowo

Pensiunan Jenderal TNI-Polri Turun Gunung Menangkan Ganjar-Mahfud di Jatim, Ada Eks Kapolri dan Mantan Anak Buah Prabowo

Ganjar mengapresiasi dukungan diberikan pensiunan jenderal TNI maupun Polri tersebut.

Baca Selengkapnya
Media Sosial Mulai Hangat Jelang Pemilu 2024, Ini Pesan Kapolri

Media Sosial Mulai Hangat Jelang Pemilu 2024, Ini Pesan Kapolri

Jenderal Bintang Empat tersebut pun mewanti-wanti pentingnya menjaga kerukunan dan perdamaian selama proses pemilu.

Baca Selengkapnya