Ahli forensik sebut kasus sodomi di JIS tak pernah ada
Merdeka.com - Putusan Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta menyatakan dua guru Jakarta International School (JIS), Ferdinan Tjong dan Neil Bantlemen tidak terbukti melakukan kekerasan seksual terhadap 3 muridnya. Vonis itu diketuk Hakim berdasarkan fakta persidangan.
Menanggapi hal itu, ahli Psikologi Forensik, Reza Indragiri Amriel mengakui bahwa kasus asusila tersebut tidak pernah terjadi di sekolah yang bertaraf internasional tersebut.
"Saya berkesempatan melihat hasil visum dan saya kaitkan dengan nalar keilmuan. Saya menjadi yakin bahwa kasus (sodomi) tidak pernah terjadi," ujar Reza kepada wartawan di Jakarta, Selasa (18/8).
Reza mengaku, bahwa dirinya pernah melakukan pemeriksaan terhadap kondisi anak-anak yang diduga mengalami kasus kekerasan seksual. Alhasil, kasus asusila yang dituduhkan oleh dua guru JIS itu tidak terjadi.
"Saya sempat diminta untuk menjadi saksi ahli pada persidangan dua guru JIS ini, tapi saat itu saya berhalangan untuk hadir," tutupnya.
Penjelasan Reza tersebut sesungguhnya sesuai dengan bukti-bukti medis hasil pemeriksaan terhadap tiga siswa yang melaporkan kasus ini ke polisi. Hasil visum Rumah Sakit Cipto Mangunkusomo (RSCM) Jakarta menyatakan, korban tidak mengalami kekerasan seksual pada lubang pelepasannya.
"Berdasarkan bukti itulah pengadilan Singapura memenangkan gugatan pencemaran nama baik Neil Bantleman, Ferdinant Tjong dan JIS terhadap DR, ibu AL,"
Sebelumnya PT Jakarta telah membebaskan Neil dan Ferdi dari semua tuduhan. Kedua guru SD di JIS tersebut juga telah keluar dari rumah tahanan di Cipinang, Jumat pekan lalu.
Pengacara dua guru JIS Hotman Paris Hutapea menegaskan bahwa putusan pengadilan tinggi Jakarta membuktikan bahwa kasus JIS adalah sebuah rekayasa. Kasus ini tidak didukung oleh bukti-bukti yang akurat. Bahkan bukti dari Rumah Sakit seperti RSCM dan RS KK Women's and
Children's di Singapura menegaskan kondisi anus si anak normal.
"Putusan PT Jakarta membuktikan bahwa kasus JIS ini rekayasa. Ada motivasi uang yang sangat besar yang ingin diraih ibu korban, tapi tidak didukung oleh bukti-bukti. Kebenaran pada akhirnya tidak akan salah," tegas Hotman.
(mdk/efd)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Korban Pelecehan Seksual Rektor UP Jalani Pemeriksaan Forensik di RS Polri Hari Ini
Setelah lama memendam, RZ memberanikan diri melaporkan pelecehan yang dialami.
Baca SelengkapnyaJenderal Bintang Dua Ini Respons Pemberkasan Firli Bahuri Jelang Masuk Meja Hijau
Ade menyebut, 104 orang saksi telah dimintai keterangan.
Baca SelengkapnyaKomnas Perempuan: Tidak Ada Keadilan Restoratif Bagi Pelaku Kekerasan Seksual
Ini mempertimbangkan kerugian dan dampak negatif yang dialami korban dan tidak jarang bersifat permanen.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Komisi III Sarankan Kemenpan RB Punya Aturan Khusus untuk Cegah Pelecehan Seksual di Lingkungan ASN
Dia berharap agar korban pelecehan seksual berani bersuara.
Baca SelengkapnyaFakta Baru Pembunuhan Mahasiswi Cantik di Depok: Pelaku Cekik Korban Sebelum Memperkosa
Pembunuh mahasiswi cantik di Sukmajaya, Depok Argi (20) diketahui melakukan tindakan pemerkosaan terhadap korban.
Baca SelengkapnyaPolisi Tunggu Hasil Labfor Forensik Pastikan Motif Satu keluarga Lompat dari Apartemen di Jakut
Penyidik Polres Metro Jakut belum menyimpulkan penyebab satu keluarga melakukan aksi bunuh diri.
Baca SelengkapnyaSiswi SD Korban Kekerasan Seksual dan Perdagangan Orang di Bandung Jalani Pemulihan Trauma
Siswi SD yang menjadi korban kekerasan seksual dan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), di Bandung K (12) kini menjalani pemulihan trauma.
Baca SelengkapnyaDeretan Artis Blak-blakan Pernah Jadi Korban Pelecehan Seksual, Jadi Pengalaman Memilukan
Pelecehan seksual belakangan menjadi perbincangan masyarakat Indonesia. Perempuan menjadi korban utama pelecehan seksual yang marak terjadi.
Baca SelengkapnyaNapi Umur 51 Tahun Kasus Sodomi Anak Kabur dari Atap Kamar Mandi Lapas Pontianak
gun Saufi (51), merupakan warga binaan Lapas Pontianak yang divonis karena kasus sodomi anak di bawah umur, dengan hukuman delapan tahun penjara.
Baca Selengkapnya