Merdeka.com - Banyak pihak yang mungkin tidak menyadari bahwa, tidak ada tempat di planet Bumi ini yang bisa dikatakan benar-benar aman dari ancaman senjata pemusnah massal atau weapons of mass destruction (WMD). WMD mencakup senjata kimia, biologi, radiologi, nuklir, dan bahan peledak.
Ancaman WMD terhadap kesehatan masyarakat sangat nyata dan serius akibat penggunaan oleh suatu negara yang bermusuhan atau teroris. Artikel ini, akan mengupas aspek senjata biologis dan ancamannya terhadap ketahanan kesehatan global.
Senjata biologis adalah salah satu bentuk WMD yang paling berbahaya, karena mengandung virus dan/atau bakteri patogen atau zat beracun yang telah direkayasa untuk menyebabkan penyakit parah atau kematian pada manusia, hewan, dan tumbuh-tumbuhan.
Pusat Pengendalian Penyakit (CDC) Amerika Serikat mengkategorikan ancaman senjata biologis menjadi tiga kategori berdasarkan tingkat kematian, dengan masing-masing kategori mengandung agen biologis tertentu.
Kategori A mengandung agen paling mematikan yang menimbulkan ancaman terbesar, karena mudah disebarluaskan dan memiliki tingkat kematian tertinggi. Agen kategori A termasuk Anthrax- Bacillus anthracis, Botulisme- Clostridium botulinum, Plague- Yersinia pestis, Smallpox- Variola virus, Tularemia- Francisella tularensis, dan Viral Hemorrhagic Fever Viruses (termasuk Virus Ebola)
Agen kategori B memiliki morbiditas rendah hingga sedang dan memiliki potensi ancaman menengah untuk masyarakat. Agen kategori B meliputi agen Bakterial, Rickettsial, dan Protozoa (Brucellosis, Glanders, Melioidosis, Demam Q, Psittacosis, Demam Tifus, Kolera, dan Cryptosporidiosi); Racun (Staphylococcus Enterotoxin B, C. Perfringens Epsilon Toxin, dan Ricin Toxin); dan, Agen virus (Viral Encephalitides, termasuk Venezuelan, Western, dan Eastern Equine Encephalitis).
Kategori terakhir adalah Kategori C, yang merupakan patogen yang dapat direkayasa untuk diseminasi massal karena sudah tersedia, memiliki kemudahan produksi secara umum, dan potensi tingkat kematian yang tinggi. Ini termasuk patogen virus seperti Virus Nipah, Ebola dan Sindrom Demam Berdarah Hantavirus. Patogen ini memiliki tingkat kematian yang lebih tinggi daripada Agen kategori B.
Hal penting untuk diketahui dari setiap kategori di atas adalah setiap patogen itu unik dan memerlukan bentuk respons dan pengobatan yang berbeda.
Semua senjata biologis berpotensi menimbulkan ancaman signifikan terhadap keamanan kesehatan global. Tetapi beberapa jenis senjata biologis dianggap sangat berbahaya. Berikut adalah beberapa jenis senjata biologis paling berbahaya dan contoh potensi dampaknya:
1. Anthrax adalah penyakit bakteri yang dapat dengan mudah dipersenjatai dan memiliki tingkat kematian yang tinggi jika tidak segera diobati. Pada tahun 2001, spora antraks dikirim melalui pos di Amerika Serikat, mengakibatkan 22 kasus infeksi antraks dan lima kematian. Pelaku akhirnya diidentifikasi sebagai ilmuwan Angkatan Darat AS, yang memiliki akses ke spora antraks dan pernah terlibat dalam penelitian antraks.
2. Smalpox atau cacar variola adalah penyakit virus yang sangat menular yang telah diberantas pada tahun 1980, tetapi sampel virus masih disimpan di beberapa laboratorium. Cacar variola memiliki tingkat kematian hingga 30% dan dapat menyebar dengan cepat pada populasi dengan tingkat vaksinasi yang rendah. Cacar variola adalah senjata biologis yang menjadi isu selama Perang Dingin, Amerika Serikat dan Uni Soviet.
3. Wabah pes adalah penyakit bakteri yang dapat menyebar melalui tetesan aerosol dan memiliki tingkat kematian hingga 60 persen jika tidak diobati. Di masa lalu, wabah pes telah digunakan sebagai senjata biologis, termasuk selama Perang Dunia II oleh Tentara Jepang.
4. Toksin botulinum adalah salah satu racun paling kuat yang diketahui manusia dan dapat menyebabkan kelumpuhan dan gagal napas. Dikenal dalam bentuk aerosol dan ini juga merupakan agen bioterorisme yang potensial. Uni Soviet diketahui telah mengembangkan toksin botulinum sebagai senjata biologis selama Perang Dingin.
5. Tularemia adalah penyakit bakteri yang dapat menyebar melalui tetesan aerosol dan memiliki tingkat kematian hingga 30 persen jika tidak diobati. Penyakit ini sangat menular dan termasuk yang mudah diproses menjadi senjata biologis.
6. Virus Ebola adalah virus yang sangat menular dan mematikan yang menyebabkan demam, pendarahan, dan kegagalan organ. Ebola memiliki tingkat kematian hingga 90 persen dan dapat menyebar dengan cepat pada populasi dengan sumber daya kesehatan yang tidak memadai. Meskipun belum ada kasus Ebola yang dilaporkan digunakan sebagai senjata biologis, Ebola patut diduga sebagai agen bioterorisme yang potensial. Pada tahun 1992, sebuah sekte Jepang bernama Aum Shinrikyo berusaha mendapatkan virus Ebola untuk digunakan sebagai senjata biologis.
Ancaman Senjata Biologis Masa Depan
Ancaman senjata biologis di masa depan juga signifikan. Pengembangan senjata biologis jenis baru menjadi perhatian karena kemajuan dalam bioteknologi, seperti rekayasa genetika dan biologi sintetik, berpotensi mempermudah pembuatan senjata biologis yang lebih mematikan dan bertarget.
Misalnya, potensi untuk memodifikasi susunan genetik virus untuk meningkatkan virulensinya, atau membuatnya kebal terhadap pengobatan yang ada. Meskipun ini masih murni spekulatif, namun ini bisa menjadi kemungkinan ancaman di masa depan.
Singkatnya, meskipun ada kemungkinan jenis bioweapon baru dapat muncul di masa depan, peraturan ketat yang diberlakukan sangat diperlukan untuk mencegah pengembangan dan penggunaannya membuat hal itu kecil kemungkinan terjadi.
Landasan upaya internasional untuk mencegah proliferasi dan terorisme senjata biologis adalah Konvensi Senjata Biologis (BWC) 1972. Perjanjian ini melarang pengembangan, produksi, dan akuisisi senjata biologis dan racun serta sistem pengiriman yang dirancang khusus untuk penyebarannya.
Penting bagi masyarakat internasional termasuk peran Indonesia untuk terus memantau perkembangan bioteknologi dan memastikan adanya peraturan dan perlindungan untuk mencegah pengembangan dan penggunaan senjata biologis.
Indonesia adalah negara anggota Biological and Toxin Weapons Convention (BTWC), sebuah perjanjian internasional yang melarang pengembangan, produksi, dan penimbunan senjata biologis. Indonesia menandatangani perjanjian tersebut pada tahun 1972 dan meratifikasinya pada tahun 1974, menunjukkan komitmennya untuk mencegah penggunaan senjata biologis.
Indonesia juga telah mengambil langkah untuk mengimplementasikan BTWC di dalam negeri. Pada tahun 2010, Indonesia mengesahkan UU No. 21/2010 tentang Konvensi Senjata Biologis dan Racun, yang mengkriminalisasi pengembangan, produksi, akuisisi, dan penggunaan senjata biologis. Undang-undang juga menetapkan hukuman bagi individu atau organisasi yang melanggar ketentuannya.
Selain itu, Indonesia memiliki program biosafety dan biosecurity nasional untuk mencegah pelepasan secara tidak sengaja atau penyalahgunaan agen hayati secara sengaja. Program tersebut mencakup langkah-langkah seperti penilaian risiko, standar keselamatan laboratorium, dan pelatihan personel.
Meskipun demikian, ada beberapa alasan potensial mengapa suatu negara atau kelompok mungkin mempertimbangkan untuk menggunakan senjata biologis dalam suatu konflik. Alasan-alasan ini dapat meliputi:
1. Keuntungan strategis: Senjata biologis berpotensi memberikan keuntungan strategis dalam konflik, karena sulit dideteksi dan dapat menyebar dengan cepat, menyebabkan kerusakan signifikan pada populasi militer dan sipil.
2. Biaya rendah: Senjata biologis relatif murah dibandingkan dengan bentuk peperangan lainnya, seperti senjata konvensional atau nuklir.
Penyangkalan: Sulit untuk melacak penggunaan senjata biologis kembali ke sumber tertentu, sehingga hal ini dimanfaatkan sebagai alibi bagi pihak yang menyerang.
3. Motivasi ideologis atau ekstremis: Dalam beberapa kasus, kelompok atau individu ekstremis mungkin berupaya menggunakan senjata biologis sebagai cara untuk mempromosikan agenda ideologis atau politik mereka.
Itulah sebabnya sangat penting untuk menegaskan kembali bahwa penggunaan senjata biologis adalah ilegal dan sangat tidak etis, dan ada peraturan ketat dan perjanjian internasional untuk mencegah pengembangan dan penggunaannya.
Selain itu pengembangan senjata biologis membutuhkan pengetahuan, sumber daya, dan teknologi khusus, dan merupakan aktivitas yang sangat ketat regulasinya baik secara global dan nasional karena potensi ancaman seriusnya bagi kesehatan dan keamanan global. Oleh karena itu, literasi, penguasaan teknologi untuk memitigasi senjata (perang) biologis dan pengawasan komprehensif lintas sektor strategis menjadi sangat penting bagi Indonesia.
Sources:
Federation of American Scientists. (n.d.). Biological Weapons. Retrieved from https://fas.org/issues/nuclear-weapons/biological-weapons/
U.S. Department of State. (2019). Adherence to and Compliance with Arms Control, Nonproliferation, and Disarmament Agreements and Commitments. Retrieved from https://www.state.gov/adherence-to-and-compliance-with-arms-control-nonproliferation-and-disarmament-agreements-and-commitments-2/
"Germ Warfare in the Age of Enlightenment" by Elizabeth Fenn, The American Historical Review, Volume 107, Issue 4, October 2002, Pages 1213–1244.
"Japan and Biological Warfare: The Post-World War II Policy Debate" by Sheldon H. Harris, The Journal of Asian Studies, Vol. 47, No. 1 (Feb., 1988), pp. 77-104.
Tucker, Jonathan B. "A history of chemical and biological weapons." Bulletin of the Atomic Scientists 71, no. 5 (2015): 66-74.
Wheelis, Mark, Lajos Rózsa, and Malcolm Dando. Deadly cultures: Biological weapons since 1945. Harvard University Press, 2006.
Carus, Seth. "Bioterrorism and biocrimes: the illicit use of biological agents since 1900." The National Defense University Press, Washington DC (2002).
Advertisement
Meningkatkan Kemajuan ASEAN dalam 50 Tahun Hubungan Diplomatik Indonesia-Korea
Sekitar 3 Hari yang laluMemaknai Pencabutan Status Darurat Kesehatan Masyarakat Covid-19
Sekitar 1 Bulan yang laluCara Pengambilan Keputusan dalam Demokrasi Pancasila
Sekitar 1 Bulan yang laluIdulfitri dan Pembangunan Politik Indonesia yang Beradab
Sekitar 1 Bulan yang laluHilangnya Status Internasional Bandara Silangit
Sekitar 1 Bulan yang laluSenjata Biologis dan Ancaman terhadap Ketahanan Kesehatan Global
Sekitar 2 Bulan yang laluBerharap 'Sesuatu' Tak Terjadi
Sekitar 2 Bulan yang laluPencalonan dan Keterpilihan Presiden
Sekitar 4 Bulan yang laluMenyusun dan Membangun Indonesia yang Merdeka
Sekitar 4 Bulan yang laluSituasi Indonesia 2022 di Tengah Badai Krisis Global
Sekitar 5 Bulan yang laluSerangkaian Kejutan Piala AFF 2022, Indonesia Juara kah?
Sekitar 5 Bulan yang laluMahkamah Agung: Integritas Tangguh, Kepercayaan Publik Tumbuh
Sekitar 5 Bulan yang laluVIDEO: Anggota Komisi III Sebut Kejaksaan Lebih Cantik dari Polisi & KPK
Sekitar 7 Jam yang laluViral Masuk Brimob karena Salah Pencet, Segini Gaji & Tunjangan Bakal Didapat
Sekitar 11 Jam yang laluIngin Ganti Blok Mesin Kendaraan, Ini Saran dari Iptu Benny Gak Bakalan Kena Tilang
Sekitar 13 Jam yang laluDengar Hafalan Quran Naja Kakinya Dicium Syekh Ali Jaber, Perwira Polisi Terkesima
Sekitar 14 Jam yang laluJual Miras Oplosan, 2 Warga di Tasikmalaya Terancam Penjara 15 Tahun
Sekitar 1 Hari yang laluJangan Tertipu, Begini Cara Membedakan Oli Asli dan Palsu
Sekitar 1 Hari yang laluBikin Oli Abal-Abal, Komplotan Ini Cuan Rp6,5 Miliar Sebulan
Sekitar 1 Hari yang laluBikin Geleng Kepala, Pria Ini Ikut Seleksi Brimob karena Salah Pencet saat Buka Web
Sekitar 1 Hari yang laluPasien Purnomo Polisi Baik Keluarkan Ilmu Kebal di Depan Calon Jenderal
Sekitar 1 Hari yang laluKomandan Polisi PBB dari New York Temui Kapolri, Ternyata Sahabat Irjen Krishna Murti
Sekitar 1 Hari yang laluFerdy Sambo Kirim Bunga-Surat buat Anaknya yang Ultah ke-22, 'Mba Trisha Kesayangan'
Sekitar 1 Minggu yang laluPesan Manis Sang Jenderal dan Istri dari Balik Jeruji di Hari Ultah Anak Perempuannya
Sekitar 1 Minggu yang laluTerang-terangan Mahfud MD Sebut Ada Pejabat Bekingi Mafia, Singgung Rafael & Sambo
Sekitar 1 Minggu yang laluSurvei Populi Center: Citra Polri Mulai Membaik Pascakasus Ferdy Sambo
Sekitar 1 Minggu yang laluFerdy Sambo Kirim Bunga-Surat buat Anaknya yang Ultah ke-22, 'Mba Trisha Kesayangan'
Sekitar 1 Minggu yang laluMenakar Peluang Kasasi Diajukan Putri Candrawathi, Mengurangi atau Perberat Hukuman?
Sekitar 2 Minggu yang laluMembaca Peluang Ferdy Sambo Lolos dari Hukuman Mati
Sekitar 2 Minggu yang laluSekuat Tenaga Ferdy Sambo Ingin Lolos dari Hukuman Mati
Sekitar 2 Minggu yang laluIntip Liburan Ronny Talapesy Pengacara Bharada E di Luar Negeri, Sosok Istri Disorot
Sekitar 1 Bulan yang laluPermohonan Banding Kandas, Ricky Rizal Tetap Dihukum 13 Tahun Penjara
Sekitar 1 Bulan yang laluFerdy Sambo Tak Hadir di Sidang Putusan Banding Vonis Mati
Sekitar 1 Bulan yang laluMinta Pasokan Serum dan Vaksin Antirabies, Viktor Laiskodat Telepon Menkes
Sekitar 1 Minggu yang laluSudin KPKP Jakarta Selatan Gelar Vaksin Rabies Gratis untuk Cegah Penyakit Menular
Sekitar 1 Minggu yang laluDeretan Pelatih Asing di BRI Liga 1 2023 / 2024: Persaingan 14 Arsitek Impor untuk Jadi yang Terbaik
Sekitar 14 Jam yang laluDarynaufal Mulyaman, S.S., M.Si
Lecturer at Department of International Relations - FISIPOL UKIMeningkatkan Kemajuan ASEAN dalam 50 Tahun Hubungan Diplomatik Indonesia-Korea
Dicky Budiman
Peneliti dan Praktisi Global Health Security Griffith University AustraliaMemaknai Pencabutan Status Darurat Kesehatan Masyarakat Covid-19
Ingatlah untuk menjaga komentar tetap hormat dan mengikuti pedoman komunitas kami