Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Perma 2/2019, Jawaban Masyarakat Hadapi Sewenang-wenang Pemerintah

Perma 2/2019, Jawaban Masyarakat Hadapi Sewenang-wenang Pemerintah ilustrasi pengadilan. ©2014 Merdeka.com

Merdeka.com - Pemerintah sebagai otoritas “Penguasa” yang dipilih oleh rakyat untuk merepresentasikan sosok pemimpin pada dasarnya berhak untuk mengambil keputusan atau melakukan tindakan tertentu berdasarkan kewenangan yang dimilikinya sesuai ketentuan perundang-undangan. Namun demikian, berdasarkan teori hukum yang berkembang saat ini, dapat dibedakan antara “wewenang” sebagai landasan suatu subjek hukum untuk melakukan suatu tindakan berdasar hukum publik, serta “hak” sebagai landasan suatu subjek hukum untuk melakukan suatu tindakan berdasar hukum perdata.

Namun demikian, pernahkah kita merasa putus asa terlebih saat menghadapi keputusan para penguasa (pemerintah) yang dalam kewenangannya berhak untuk mengambil tindakan terhadap suatu hal yang terjadi di tengah masyarakat? Terlebih ketika keputusan atau tindakan yang dilakukan para pejabat tersebut kemudian berpengaruh besar terhadap keberlangsungan hidup keluarga kita dan masyarakat sekitar. Lantas apa yang terlintas dalam pikiran kita? Tentu rasa ingin melampiaskan amarah, namun apa yang bisa kita lakukan? Karena sejatinya pemerintah memiliki legitimasi mutlak dalam melakukan tindakannya sesuai hukum yang berlaku.

Sebagai refleksi, ketika mengingat kasus penggusuran warga Bukit Duri pada tahun 2016 oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Dapat kita bayangkan warga sekitar yang sudah tinggal di pemukiman tersebut puluhan tahun, di mana mereka bahkan menggantungkan kehidupan mereka di sana, karena sumber pencaharian mereka mayoritas sebagai pedagang di sekitar pemukiman tersebut, dan kemudian mereka harus menerima kenyataan bahwa pemukiman mereka harus digusur oleh pemerintah. Warga pun hanya bisa termenung tanpa arah, meratapi nasib, sembari membayangkan di mana keluarga mereka harus menyenderkan bahu untuk beristirahat dan berlindung dari kejamnya dunia di bawah panasnya matahari.

Selain kasus penggusuran permukiman warga Bukit Duri tersebut, masih banyak lagi contoh kasus tindakan kesewenang-wenangan pemerintah dalam menjalankan jabatannya, tanpa terlebih dahulu mengindahkan hak-hak masyarakat sipil yang cenderung terpinggirkan.

Seperti halnya pada kasus pemblokiran akses internet pada warga di Papua pada pertengahan tahun 2019. Pemblokiran internet di Papua saat itu dilakukan pemerintah melalui Kemenkominfo menyusul pecahnya aksi unjuk rasa di beberapa wilayah Papua seperti Fakfak, Sorong, Manokwari, dan Jayapura. Aksi demonstrasi besar-besaran itu kemudian berujung ricuh. Kasus ini kemudian ditutup dengan dikeluarkannya putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta yang menyatakan Presiden Joko Widodo dan Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) telah terbukti bersalah atas pemblokiran dan pelambatan koneksi internet di Papua, di mana keduanya dinilai telah terbukti melakukan Perbuatan Melanggar Hukum oleh Pejabat atau Pemerintah (Onrechtmatig Overheidsdaad)Seperti yang pernah disampaikan oleh seorang Sejarahwan dan Politisi terkenal Inggris, John Emerich Edward Dalberg-Acton, atau yang lebih dikenal sebagai Lord Acton, yakni “Power Tends to Corrupt, Absolute Power Corrupt Absolutely”.

Begitupula dengan para pemerintah dan penguasa yang memiliki kekuasaan. Sekelipun kekuasaan yang dimilikinya terbatas oleh hukum yang berlaku, akan tetapi kekuasaan yang dimiliki oleh mereka tetap berpotensi disalahgunakan atau mengarah ke penyelewengan kekuasaan. Oleh karena itu sebuah negara berdasarkan The Rule of Law memiliki salah satu ciri khas yakni menghadirkan suatu peradilan administrasi dalam wujud Pengadilan Tata Usaha Negara.

Pengadilan Tata Usaha Negara hadir sebagai perwujudan tata kehidupan negara yang seimbang antara aparatur negara dan rakyat terlebih saat berhadapan dengan kekuasaan. Peradilan Tata Usaha Negara (PERATUN) merupakan lingkungan peradilan yang terakhir dibentuk, yang ditandai dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 pada tanggal 29 Desember 1986, adapun tujuan dibentuknya Peradilan Tata Usaha Negara (PERATUN) adalah untuk mewujudkan tata kehidupan negara dan bangsa yang sejahtera, aman, tenteram serta tertib yang dapat menjamin kedudukan warga masyarakat dalam hukum dan menjamin terpeliharanya hubungan yang serasi, seimbang, serta selaras antara aparatur di bidang tata usaha negara dengan para warga masyarakat. Dengan terbentuknya Peradilan Tata Usaha Negara (PERATUN) menjadi bukti bahwa Indonesia adalah negara hukum yang menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan, kepastian hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM).

Namun demikian, obyek sengketa Tata Usaha Negara sendiri berbentuk Keputusan Tata Usaha Negara sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 3 UU No. 5 Tahun 1986 UU No. 9 Tahun 2004. Lantas bagaimana dengan tindakan-tindakan yang dilakukan oleh pemerintah dalam kuasa jabatannya? Sebelumnya, semua tindakan atau perbuatan melawan hukum oleh pemerintah dilakukan lewat pengadilan umum perdata. Namun demikian, pemerintah yang dianggap memiliki Power Oleh karena itu Mahkamah Agung menerbitkan sebuah aturan melalui Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) No. 2 Tahun 2019 tentang “Pedoman Penyelesaian Sengketa Tindakan Pemerintahan dan Kewenangan Mengadili Perbuatan Melanggar Hukum oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan (Onrechtmatige Overheidsdaad). Dengan kehadiran PERMA 2/2019 ini, kemudian lebih mengafirmasi lagi keadilan bagi warga masyarakat sipil saat berhadapan dengan pemerintah dan kekuasaannya.

Namun sayangnya, berdasarkan data yang dihimpun oleh Mahkamah Agung pada tahun 2020, bahwa peradilan Tata Usaha Negara menjadi lingkup peradilan dengan jumlah perkara masuk yang paling sedikit, dan bahkan tingkat presentase penyelesaian yang paling kecil juga. Sangat jauh tentunya apabila dibandingkan dengan perkara peradilan umum yang meliputi perkara pidana maupun perdata. Dimana hal ini kemudian menunjukkan bahwa eksistensi Pengadilan Tata Usaha Negara dalam menjalankan fungsinya di tengah masyarakat belum optimal.

Padahal, pada hakekatnya Pengadilan Tata Usaha Negara merupakan sebuah wadah/medium yang berakuntabilitas terhadap suara rakyat yang berusaha mencari keadilan dan mempertahankan hak-hak masyarakat terutama ketika berhadapan dengan pemerintah yang notabene merupakan penguasa dalam hal menjalankan jabatannya. Oleh karena itu, sosialisasi terkait fungsi Pengadilan Tata Usaha Negara harus lebih diperkuat sebagai prosedur hukum yang konkret dan transparan dalam menyelesaikan sengketa antara masyarakat dengan pemerintah agar pemerintah dalam menjalankan tugasnya dapat lebih berhati-hati dan memperhatikan asas-asas pemerintahan yang baik. Marilah kita buka ruang berdialog hukum seluas-luasnya dengan lebih peduli, aktif, dan berani bersuara untuk dapat membongkar stigma negatif yang selama ini berkembang di masyarakat bahwa “Hukum itu tumpul ke atas, tajam ke bawah”.

(mdk/has)
ATAU
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Persaudaraan Jangan Sampai Memudar karena Tidak Bisa Menerima Hasil Pemilu

Persaudaraan Jangan Sampai Memudar karena Tidak Bisa Menerima Hasil Pemilu

Masyarakat Indonesia patut bersyukur dan bersuka cita karena telah melewati proses Pemilu 2024

Baca Selengkapnya
Pemerintah Berencana Setop Sementara Penyaluran Bansos

Pemerintah Berencana Setop Sementara Penyaluran Bansos

Pemerintah mempertimbangkan untuk menghentikan sementara penyaluran bantuan pangan beras saat hari tenang hingga pencoblosan pemilu yakni 11-14 Februari 2024.

Baca Selengkapnya
Hormati Pemilu, Bapanas Bakal Hentikan Bantuan Pangan untuk Sementara Waktu

Hormati Pemilu, Bapanas Bakal Hentikan Bantuan Pangan untuk Sementara Waktu

Bapanas hentikan pemberian bantuan pangan sementara dalam rangka menghormati pemilu 2024.

Baca Selengkapnya
Kamu sudah membaca beberapa halaman,Berikut rekomendasi
video untuk kamu.
SWIPE UP
Untuk melanjutkan membaca.
Kemenag Ajak Pemilih Pemula Doa Bersama dan Deklarasi Pemilu Damai, Baik dan Jujur

Kemenag Ajak Pemilih Pemula Doa Bersama dan Deklarasi Pemilu Damai, Baik dan Jujur

Menag berpesan agar para pemilih pemula tidak memilih Golongan Putih (Golput) ataupun tidak datang dan tak bangun kesiangan.

Baca Selengkapnya
Penampilan Kece Uut Permatasari, Ibu Dua Anak yang Masih Seperti ABG

Penampilan Kece Uut Permatasari, Ibu Dua Anak yang Masih Seperti ABG

Di usianya yang kini genap 41 tahun dan telah dikaruniai dua orang anak, nampak tak banyak yang berubah dari penampilan Uut Permatasari.

Baca Selengkapnya
Peristiwa Pertempuran di Tebing Tinggi, Perjuangan Berdarah Pemuda Indonesia Melawan Penjajah

Peristiwa Pertempuran di Tebing Tinggi, Perjuangan Berdarah Pemuda Indonesia Melawan Penjajah

Peristiwa berdarah di Tebing Tinggi, merupakan perjuangan para pemuda melawan penjajah pasca kemerdekaan Indonesia.

Baca Selengkapnya
Apresiasi Pemilu Berjalan Damai, PBNU Minta Pihak Tak Puas Hasil Tempuh Jalur Hukum

Apresiasi Pemilu Berjalan Damai, PBNU Minta Pihak Tak Puas Hasil Tempuh Jalur Hukum

PBNU tidak melihat adanya potensi-potensi masalah yang berarti selama Pemilu 2024.

Baca Selengkapnya
Jelang Penetapan Hasil Pemilu, Massa Pendukung dan Tolak Padati KPU Saling Ejek

Jelang Penetapan Hasil Pemilu, Massa Pendukung dan Tolak Padati KPU Saling Ejek

Mereka sempat meledek massa kontra dengan pemilu yang didominasi dengan orangtua lantaran hanya duduk saja tanpa ada melakukan orasi.

Baca Selengkapnya
Kasus Peternak Kambing Lawan Pencuri Jadi Tersangka Disetop, Keputusan Jaksa Dinilai Patut Dicontoh

Kasus Peternak Kambing Lawan Pencuri Jadi Tersangka Disetop, Keputusan Jaksa Dinilai Patut Dicontoh

Julius menyampaikan, keputusan yang menetapkan Muhyani hanya melakukan pembelaan diri sudah tepat

Baca Selengkapnya