Hilangnya Status Internasional Bandara Silangit

Merdeka.com - Danau Toba sebagai salah satu tujuan wisata populer di Indonesia, menarik jutaan pengunjung setiap tahun. Danau ini merupakan danau vulkanik terbesar di dunia, dan kawasan sekitarnya pun kaya akan wisata budaya dan alam. Namun, terlepas dari popularitasnya, pergi ke Danau Toba bisa menjadi tantangan tersendiri bagi wisatawan.
Bagi mayoritas pengunjung yang datang melalui jalur udara, Bandara Kualanamu dan Silangit bisa menjadi pilihan. Hanya saja, Bandara Kualanamu sendiri, berjarak beberapa jam berkendara. Sehingga bisa menjadi penghalang yang signifikan bagi sebagian wisatawan, terutama mereka yang memiliki waktu terbatas untuk menjelajahi kawasan pariwisata Danau Toba.
Bagi wisatawan mancanegara, khususnya yang datang melalui Malaysia, Bandara Silangit pernah menjadi pilihan terbaik untuk akses yang lebih dekat dan cepat untuk menjangkau spot-spot wisata di sekitaran Danau Toba. Saat itu, Bandara Silangit seakan memegang peranan penting bagi peningkatan kunjungan wisatawan dalam dan luar negeri. Momentum ini pun ditandai pada tahun 2016 dimana Bandara Silangit yang tadinya mati suri kemudian menjadi pintu gerbang pariwisata Danau Toba.
Namun, belum lama menikmati masa-masa kejayaannya, awal tahun 2023 ini harus diwarnai dengan isu terkait akan dipangkasnya jumlah bandara internasional di Indonesia. Ini berarti bahwa bandara-bandara yang tadinya merupakan pintu masuk langsung bagi penerbangan luar negeri, siap-siap tak lagi dapat menyambut kedatangan wisatawan asing secara langsung. Lantas, apakah ini juga berarti pendapatan devisa negara dari industri pariwisata dapat menurun?
Tak terkecuali bagi Bandara Silangit, bandara yang sangat diharapkan dapat menjadi pintu masuk lebih dekat bagi para wisatawan Danau Toba. Bandara Internasional Silangit, yang terletak di Siborong-borong, Tapanuli Utara, menjadi salah satu bandara yang juga akan dicabut status internasionalnya.
Jika benar keputusan ini diresmikan, tak pelak dapat menimbulkan kekhawatiran di kalangan pelaku industri pariwisata di kawasan pariwisata Danau Toba, yang berharap pada kembalinya wisatawan luar negeri melalui Silangit untuk meningkatkan perekonomian daerah di sekitaran Danau Toba, apalagi setelah berakhirnya masa-masa pandemi.
Jika menengok ke belakang, betul bahwa rute penerbangan internasional yang dilayani Air Asia sebelumnya di Silangit bahkan sudah dihentikan pada tahun 2019, sebelum isu pandemi merebak di Indonesia. Air Asia sendiri saat itu melakukan penghentian sementara layanan rute tersebut dalam istilah "suspension route" atau penskorsingan rute didasari alasan komersial (Juraidi, 2019).
Tak lama dari itu, pandemi Covid-19 mulai melanda awal tahun 2020, di mana pergerakan wisatawan lokal dan juga mancanegara menurun drastis, hingga ditandai dengan berkurangnya penerbangan dalam dan luar negeri di tanah air sehingga memperkuat alasan bahwa penutupan rute internasional oleh Air Asia tadi tidak tahu akan berakhir sampai kapan.
Hal ini pada akhirnya juga berdampak kepada beroperasinya Bandara Silangit yang pada tahun 2018 diresmikan sebagai Bandara Internasional Raja Sisingamangaraja XII atau yang lebih akrab dikenal sebagai Bandara Internasional Silangit.
Setelah pandemi berakhir, pemerintah seakan menjadikan momentum pandemi untuk mengevaluasi kembali status bandara internasional yang ada di tanah air. Angka statistik pun menjadi acuan. Memang, data yang digunakan adalah sebelum Covid-19. Bahwa dari 31 bandara internasional yang beroperasi, jumlah trafik internasional 90% itu hanya di 4 bandara, Cengkareng, Bali, Surabaya, dan Kualanamu (Hikam, 2023).
Jika benar pengurangan jumlah bandara internasional ini direalisasikan, tentu saja kebijakan ini dibuat oleh pemerintah sebagai bagian dari upaya yang lebih luas untuk merampingkan industri penerbangan tanah air. Hal lain yang menjadi pertimbangan adalah justru banyak bandara internasional yang beroperasi bukannya meningkatkan kunjungan luar negeri, malah sebaliknya.
Banyak masyarakat Indonesia yang hobi plesiran ke luar negeri. Yang berarti devisa negara bisa bocor seperti kekhawatiran yang disampaikan oleh Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf), Sandiaga Salahuddin Uno (Satito, 2023).
Meskipun keputusan menghapus status internasional Bandara Silangit masih berupa wacana, tentu saja hal ini segera harus menjadi perhatian banyak pihak, khususnya bagi pemerintah dan para pelaku industri pariwisata di Kawasan Pariwisata Danau Toba. Paling tidak, pengunjung internasional yang tertarik ke Danau Toba harus terbang ke bandara Kualanamu dan kemudian menempuh perjalanan melalui jalan darat untuk mencapai Danau Toba.
Keputusan ini mungkin akan berdampak signifikan pada industri pariwisata di kawasan pariwisata Danau Toba. Wisatawan mancanegara mungkin akan kesulitan untuk berkunjung lebih dekat dan lebih cepat ke Danau Toba. Konsekuensinya mengakibatkan penurunan pendapatan pariwisata dan hilangnya pekerjaan bagi orang-orang di sekitaran Danau Toba yang mengandalkan industri pariwisata untuk mencari nafkah.
Buntutnya, keputusan untuk menghapus status internasional Bandara Silangit semakin memantik kekecewaan karena bandara tersebut sebelumnya dianggap cukup berhasil menarik pengunjung dari luar negeri, khususnya dari Malaysia. Hal ini dinilai telah membantu meningkatkan jumlah pengunjung internasional ke Danau Toba, memberikan dorongan yang sangat dibutuhkan bagi perekonomian lokal.
Meskipun di satu sisi, keputusan pemerintah mungkin dibuat dengan niat baik, melihat bagaimana mengoptimalkan peran bandara bagi keluar masuknya penerbangan ke tanah air. Hal ini tentu saja juga penting sebagai bagian dari strategi meningkatkan devisa negara secara keseluruhan. Konsep ini perlu dipahami bersama sehingga setiap keputusan yang diambil juga dibuat dengan pertimbangan yang matang dan dilengkapi dengan beragam solusi yang bisa diambil untuk menyikapinya.
Kesimpulan sementara, pencabutan status internasional Bandara Silangit memiliki kemungkinan akan berdampak negatif bagi industri pariwisata di Danau Toba. Namun, kita menyadari bahwa pemerintah juga perlu diapresiasi yang telah mengambil langkah-langkah dalam rangka mengurangi dampak dari keputusan ini dan bekerja sama dengan para pemangku kepentingan untuk menemukan solusi alternatif yang akan mendukung industri pariwisata di daerah Danau Toba.
Dengan demikian, kita dapat memastikan bahwa Danau Toba yang ditetapkan sebagai Destinasi Super Prioritas tetap menjadi tujuan wisata yang populer dan menjadi bagian vital perekonomian Indonesia di tahun-tahun mendatang.
Salah satu langkah yang paling nyata saat ini adalah penyelesaian infrastruktur jalan tol Kuala Tanjung hingga Parapat yang perlu terus didorong percepatan pembangunannya untuk meningkatkan aksesibilitas ke kawasan pariwisata Danau Toba.
Paling tidak, wisatawan mancanegara yang masuk melalui Kualanamu, tidak lagi harus menempuh waktu yang cukup lama untuk mencapai kawasan pariwisata Danau Toba. Jalan tol diharapkan dapat membuat waktu tempuh ke Danau Toba menjadi kurang lebih 2 jam saja.
Mendorong Komersialisasi Masif Pengoperasian Seaplane
Tak hanya konektivitas jalur darat, peningkatan konektivitas jalur udara pun bisa diupayakan dengan strategi 'out of the box' terhadap kunjungan wisatawan mancanegara ke Danau Toba. Salah satunya adalah bagaimana seaplane (pesawat amfibi) menjadi cara lain untuk menjangkau wilayah perairan Danau Toba secara langsung bagi wisatawan mancanegara yang landing di Bandara Kualanamu. Tak ayal, pemerintah perlu terus melakukan upaya untuk memperkenalkan pengoperasian seaplane melalui pendekatan-pendekatan holistik.
Seaplane yang memiliki kemampuan take off dan landing dari darat maupun air ini menjadi pilihan lain yang barangkali juga perlu dikaji lebih lanjut untuk dapat melayani pengunjung Danau Toba, khususnya wisatawan mancanegara, dimana mereka bisa melanjutkan penerbangan menggunakan seaplane dengan take off dari Kualanamu dan landing persis di perairan Danau Toba. Dan itu, hanya butuh waktu 30-45 menit saja. Hal lain, seaplane memiliki potensi untuk merevolusi cara orang bepergian dan merasakan pengalaman baru tentunya untuk dapat menjangkau wilayah perairannya Danau Toba.
Di Indonesia, meskipun seaplane bukan sepenuhnya hal baru, namun seaplane dirasa akan menjadi suatu cara baru untuk mengubah paradigma dalam hal meningkatkan aksesibilitas dan menarik lebih banyak wisatawan ke Danau Toba.
Seaplane secara unik cocok untuk beroperasi di daerah dengan infrastruktur terbatas untuk menjangkau spot-spot cantik di Danau Toba. Seaplane dapat mendarat di atas air, sehingga memungkinkan untuk mengakses tujuan yang tidak mudah dijangkau dengan cara lain.
Selain itu, seaplane dapat lepas landas dan mendarat dalam jarak yang lebih pendek daripada pesawat tradisional, memungkinkan seaplane menggunakan badan air yang lebih kecil sebagai landasan pacu.
Momentum awal pengenalan seaplane sendiri berlangsung di perhelatan event kelas dunia F1 Powerboat yang berlangsung Februari lalu. Akademi Penerbang Indonesia Banyuwangi berhasil mendaratkan seaplane pertama kali di Danau Toba. Hal ini diharapkan dapat menjadi langkah awal mempopulerkan seaplane untuk dapat menjadi solusi dalam meningkatkan aksesibilitas sekaligus menjadi atraksi baru untuk menikmati kawasan pariwisata Danau Toba.
Namun, di sisi lain tak dipungkiri bahwa ada juga beberapa tantangan yang perlu diatasi sebelum pengoperasian seaplane benar-benar bisa menjadi kenyataan di Danau Toba. Misalnya, mungkin ada masalah lingkungan tentang dampak seaplane terhadap ekosistem danau. Mungkin juga ada tantangan infrastruktur, seperti kebutuhan fasilitas yang memadai, ataupun harga yang harus dibayarkan oleh wisatawan yang ingin menggunakan seaplane.
Terlepas dari tantangan-tantangan ini, pengoperasian seaplane berpotensi menjadi pengubah peta industri pariwisata Danau Toba. Dengan meningkatkan aksesibilitas dan memberikan pengalaman perjalanan yang unik, seaplane diharapkan dapat menarik lebih banyak wisatawan dan membantu meningkatkan ekonomi lokal di sekitaran Danau Toba.
Sudah saatnya pemerintah pusat, pemerintah kabupaten di sekitaran Danau Toba, dan juga pelaku industri pariwisata menggali potensi pengoperasian seaplane di Danau Toba dan bekerja sama untuk mengatasi tantangan yang menyertainya.
Terbayang ke depannya, seaplane hilir mudik melintasi perairan Danau Toba dengan dibarengi tumbuhnya pembangunan-pembangunan resort kelas internasional di pesisir Danau Toba. Bagi saya pribadi, seakan ini menjawab pertanyaan, bukankah kita ingin menjadikan Danau Toba sebagai pariwisata kelas dunia?
(mdk/noe)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Indahnya Wisata Super Premium di Labuan Bajo
Labuan Bajo menyuguhkan banyak wisata alam memukau.
Baca Selengkapnya

Intip Kondisi Terbaru Pecatu Indah Resort Milik Tommy Soeharto, Luas 327,6 Hektare Banyak Bangunan Mangkrak
Sayangnya, ada beberapa bangunan di antaranya yang kini nampak mangkrak dan tak mendapatkan perawatan.
Baca Selengkapnya

Sandiaga Beri DPUP ke 5 Desa Wisata Jabar, Bantuan untuk Infrastruktur hingga Layanan Turis
Sandiaga Uno menunjukkan komitmen terhadap pengembangan sektor pariwisata di Indonesia.
Baca Selengkapnya

Sembunyi di Kapal, 4 Pria Lintasi Bahaya Samudera Atlantik, Mau ke Eropa Kok Tiba di Brazil
Mereka adalah penumpang gelap kapal kargo. Dalam perjalanan terpaksa meminum air laut yang masuk dari bawah kapal mereka.
Baca Selengkapnya

Mengunjungi Senjang Senjoyo, Wisata yang Dulunya Menjadi Tempat Pemandian Kerajaan Pajang
Sumber mata air itu juga digunakan untuk pertanian dan kebutuhan air bagi industri sekitar.
Baca Selengkapnya

Potret Lawas Bandara I Gusti Ngurah Rai Bali Era 70 hingga 80-an, Kini Cetak Sejarah Pesawat Penumpang Terbesar Dunia Pernah Mendarat
Beredar beberapa potret lawas memperlihatkan kondisi bandara I Gusti Ngurah Rai Bali di masa lampau. Berikut penampakannya.
Baca Selengkapnya

Wakili Indonesia di Ajang Pariwisata Internasional, Intip Daya Tarik Batulayang Cisarua
Desa wisata ini sayang untuk dilewatkan saat mampir ke Kabupaten Bogor.
Baca Selengkapnya