Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Wakil Ketua MPR: Tanpa Toleransi, Indonesia Bubar

Wakil Ketua MPR: Tanpa Toleransi, Indonesia Bubar Wakil Ketua MPR Jazilul Fawaid.. ©2021 Merdeka.com/liputan6.com

Merdeka.com - Hidup bersatu dalam keberagaman di Indonesia menjadi sebuah keindahan luar biasa. Sudah lama antar masyarakat terbiasa menghadapi perbedaan, mulai dari urusan adat istiadat hingga kepercayaan. Banyaknya perbedaan tersebut justru membuat mereka saling menghargai.

Pesatnya perkembangan teknologi seharusnya membuat masyarakat semakin mudah mempelajari ragam perbedaan. Justru belakangan dirasa sebaliknya. Banyak masyarakat semakin sensitif dan merasa paling benar dengan argumen yang disampaikan melalui media sosial. Dan tidak menutup kemungkinan berujung sikap intoleran.

Kondisi ini yang belakangan juga menjadi fokus Wakil Ketua MPR Jazilul Fawaid. Menurut dia, munculnya beragam kasus intoleransi di Indonesia bisa dipicu beberapa hal. Mulai dari sikap masyarakat yang mau menang sendiri dan tidak menghargai orang lain, hingga munculnya banyak provokasi.

Kepada jurnalis merdeka.com Muhammad Genantan pada Selasa, 26 Januari 2021, politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) tersebut memaparkan akar intoleransi di Indonesia. Berikut petikan lengkap wawancaranya:

Menurut Anda mengapa masalah intoleran kerap muncul dan terus terjadi di Indonesia?

Pertama saya mau mulai dari negara kita, NKRI dibangun atas dasar kesepakatan dan kesepakatan itu membutuhkan toleransi. Jadi toleransi menjadi prasyarat masyarakat yang majemuk seperti Indonesia yang beragam. Agamanya banyak, sukunya banyak, berbeda-beda maka untuk membangun itu semua, prasyarat untuk menguatkan itu semua adalah toleran.

Kita sudah punya satu semboyan nasional yang disebut Bhinneka Tunggal Ika, kita memaklumatkan, mengumumkan bahwa kita ini masyarakat beragam, meski beragam kita ini satu kesatuan. Ini pondasi sejak Indonesia lahir sampai ini. Karena Indonesia dibangun di atas toleransi itu, tidak muncul kasus kasus yang sifatnya rasialis, apa itu penistaan agama, penghinaan asal usul orang dan lain lain.

Atas negara toleran ini kita bangun negara hukum, karena Indonesia negara hukum. Inilah yang mengatur toleransi, yang mengatur sikap hidup yang toleran dalam toleransi itu ada dua dimensi. Dimensi pertama adalah dimensi kita tidak setuju dengan pendapat orang lain atau pikiran orang lain. Karena berbeda beda pandangan, pikiran, satu dengan lainnya maka dibutuhkan toleransi.

Prinsip kedua, kalau ada perbedaan. Anda tidak boleh memaksakan pilihan kepada orang lain. Dalam semua agama dan negara, ada yang disebut bibit perbedaan, bahkan ada cara pandang berbeda beda dalam satu tempat. Namun muncul juga pikiran yang menyalahkan lainnya, memaksakan pikirannya. Itu nanti akan berdampak kepada intoleran. Menjadi perbuatan yang ekstrem radikal dan terorisme itu sudah aksi.

Awalnya tidak setuju, tidak ada toleransi, dimensi kesepemahaman tidak ada. Lalu muncul pemaksaan pendapat, sering kali apa yang disebut pikirkan ekstrem, pikiran radikal, itu membenarkan pikirannya sendiri. Bahkan dia tidak mau mendengar pikiran yang lain. Bahkan ada kelompok yang mengkafirkan, bahkan boleh melukai, boleh membunuh di luar kelompoknya, karena semuanya dianggap sesat.

Ini bahaya bagi kelangsungan sebuah negara. Maka seringkali toleransi bukan hanya perbuatan baik, tapi toleransi adalah prasyarat berdirinya sebuah negara yang majemuk, tanpa toleransi tidak mungkin Indonesia akan berlangsung, bubar Indonesia tanpa toleransi.

Kalau toleransi sudah final, kenapa belakangan ini muncul masalah intoleran yang malah semakin krusial dan sensitif?

Kenapa sekarang banyak muncul di publik karena media sosial ikut membantu publikasi. Ini tergantung sikap kita, jadi sikap toleransi ada tiga model.

Pertama model acuh tidak acuh atau cuek. Meskipun berbeda tidak ganggu saya, tidak ada masalah. Ini rata-rata banyak yang cuek dan rentan terprovokasi, rentan propaganda. Karena begitu dia diberitahu informasi yang lain, dia reaktif. Karena sikapnya selama ini tidak mengganggu kita, tahu berbeda, tahu tidak sama, tapi tidak mengganggu ya sudah biarin. Karena ada media sosial, ada yang memprovokasi. Makanya tidak boleh menyampaikan konten, ujaran yang menyampaikan provokasi.

Kedua, sikap yang muncul dari orang toleran itu sikap saling memahami. Model ketiga yang diinginkan kita semua. Perbedaan pendapat A dengan B di dialogkan. Kemudian menghadirkan sikap produktif, bermanfaat. Jadi ini yang diharapkan Indonesia sebenarnya. Dialog antar kebudayaan, agama, adat istiadat dan melahirkan satu pola yang memberikan manfaat untuk sesama.

Tidak boleh juga toleransi mencampuradukan kebenaran. Membuat sama seragam, itu bukan toleransi namanya. Apalagi mencampur aduk keyakinan. Dialog itu tidak mencampuradukan tetapi mencari sisi manfaatnya. Misalnya, berbagai adat istiadat yang ada di Indonesia, kita dialog kita buat festival budaya, itu namanya dialog akhirnya lahir kultur baru.

Hari-hari ini masyarakat kita banyak digiring berita-berita yang memprovokasi. Jadi para netizen kita harus tahu bahwa masyarakat yang berbeda beda, yang majemuk itu akan melahirkan tiga sikap. Satu sikap konflik. Kalau A tidak setuju dengan B maka terjadi konflik. Kedua dominasi. Kelompok besar berbeda dengan kelompok kecil maka sering kali terjadi dominasi. Dominasi itu juga tidak boleh karena akan terjadi sikap mendikte.

Ketiga adalah kompetisi. Itu bagus ada yang positif dan negatif. Bagi intoleran kompetisi itu negatif. Di agama Islam juga diberitahu, berkompetisi. Jadi kalau berkompetisi tidak masalah, sering kali hari ini berita berita sikap atau tindakan yang mengarah pada melapor konflik, kompetisi tidak sehat, dan dominasi.

Apakah dominasi itu sengaja dimanfaatkan bahkan dibuat kelompok tertentu sehingga muncul intoleran?

Komposisi masyarakat secara alamiah pasti dominan di suatu tempat. Seperti di Indonesia, Islam menjadi mayoritas di negara Indonesia. Tapi perlu diingat bahwa para pemimpin Islam menerima negara ini negara kebangsaan, bukan negara agama. Ini luar biasa. Tapi ada yang membuat kecemburuan, provokasi provokasi yang dihadapkan.

Provokasi kerap muncul di media sosial yang ruangnya sangat luas. Menurut Anda bagaimana untuk meminimalisir kondisi ini?

Kalau MPR ada program empat pilar kebangsaan yang mengingatkan generasi muda dan kita semua bahwa bangsa ini diikat dengan cara pandang Pancasila. Bangsa Indonesia apapun suku, bahasa, daerahnya dia harus berkomitmen menjadikan Pancasila sebagai dasar negara. Itu poinnya. Masyarakat Indonesia harus bertuhan. Harus berketuhanan dan inti ketuhanan adalah toleransi. Jadi kalau masyarakat agamanya yang baik, pasti orangnya toleran. Apapun agamanya.

Kedua kemanusiaan, semakin dalam kemanusiaannya semakin dia toleran. Di Islam pun kamu tidak akan menjadi mukmin beriman kalau kamu tidak mencintai saudaramu seperti mencintai dirimu. Ketiga persatuan, mensyaratkan toleransi. Keempat permusyawaratan. Bagaimana mungkin bermusyawarah tanpa toleransi. Tidak mungkin terjadi dialog. Terakhir keadilan. Itu prinsipnya toleran.

Apakah ada kelompok politik yang sengaja meruncingkan masalah keberagaman dan intoleran untuk kepentingan mereka?

Yang paling jelas soal intoleran yang menolak kepada dasar negara dan dibubarkan itu ya HTI. Hizbut Tahrir Indonesia kan. Itu jelas dibubarkan karena pikirannya, dia boleh tidak setuju dengan Pancasila di negara Pancasila. Tetapi kalau dia mengkampanyekan mengajak mengganti Pancasila itu tidak boleh. Kalau keyakinan secara pribadi mana orang tahu, tapi ketika menjadi tindakan diketahui.

Ada juga namanya Partai Komunis Indonesia, tidak setuju dengan orang banyak, dengan kerangka negara, memberontak akhirnya dibubarkan ya sama. Nah hari hari ini sering kali kita kesusupan pikiran pikiran intoleran. Anak-anak muda kita, dari hasil survei luar biasa, intoleran itu dimulai dengan merasa paling benar sendiri, merasa superior.

Ini yang menjadi bibit-bibit intoleran. Saya benar, orang lain salah, saya benar orang lain buruk, dan ini sering kali muncul dengan peristiwa politik, peristiwa ekonomi, kemudian ditarik kepada soal identitas, kepada rasa untuk menyerang yang lain itu sering kali.

Itu yang saya sebut propaganda. Makanya kita terus mempropagandakan toleransi untuk melawan yang intoleran dan anak anak muda percaya lah kalau tidak ada toleransi, tidak ada penghargaan kepada pikirkan yang lain, kita akan bubar dengan sendirinya. Memang Indonesia ini berbeda beda, saling ngotot dengan keperbedaannya pasti bubar. Tidak terjadi pilar itu jatuh, MPR ingin semuanya menguatkan empat pilar ini sebagai menjaga kedaulatan dan masa depan Indonesia, Pancasila, UUD, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika, empat ini yang menjadi pondasi yang disebut dengan Indonesia ini.

Bagaimana dengan kasus siswi nonmuslim di Padang yang diminta mengenakan jilbab di sekolahnya?

Kita jangan terprovokasi betul dengan berita yang belum jelas. Harus diklarifikasi betul apa sebenarnya yang terjadi di sana. Apakah itu muncul dari rasa intoleran atau etik di sana yang mengatur.

Saya bukan mengatakan masyarakat Padang intoleran. Kita juga harus tahu, minoritas dan mayoritas harus sama-sama tahu dan paham. Negara ini memberikan ruang untuk berbeda. Tapi kalau semau maunya atau di sisi lain merasa dipersalahkan, merasa dizalimi, merasa diperlakukan tidak adil, kan juga harus melihat ruang dan waktunya.

Kalau bahasa padangnya, karena terjadi di Padang, di mana bumi dipijak di situ langit dijunjung. Itu bukan istilah agama, istilah adat. Kalau di sana adatnya berpakaian tertutup ya ikutilah, kan begitu.

Saya tidak ingin membela orang Padang, karena ini terjadi adat istiadat tradisi di sana, kearifan lokal. Jangan merasa kita masyarakat luar daerah, pergi ke Padang terus semau maunya membawa adat istiadat kita. Kan tidak hidup di lingkungan sosial itu namanya juga tidak toleran, itu sekadar contoh. Atas nama demokrasi kemudian bertindak semau maunya yang menyinggung orang lain ya tidak bisa.

Bagaimana peran institusi di pemerintahan dalam pencegahan tumbuhnya intoleran?

Kalau soal pencegahan itu fungsi kita bersama MPR, DPR dan semua instrumen negara harus mencegah intoleransi. Kalau soal tindakan yang pasti bisa melakukan adalah aparat hukum. Jadi kalau ada orang yang share berita atau menghina orang lain, menistakan yang lain, itu pasti ditindak. Banyak kasus kasus yang muncul karena penghinaan, bullying, provokasi, itu banyak, semua ditangani kepolisian dan aparat penegak hukum.

Sepanjang pengetahuan saya, aparat penegak hukum bertindak cepat menindak itu karena ini akan mendapatkan konflik di masyarakat kalau segera ditindak, mau tidak mau harus cepat ditindak, apalagi di media sosial yang bisa dibaca, dimanapun dan kapanpun oleh siapapun, kalau itu aksi provokasi untuk terjadi intoleransi, patroli siber dari kepolisian dan masyarakat bisa melaporkannya, saya pikir sudah jalan di situ, makanya hati hati kepada anak muda yang memunculkan sikap sikap-sikap seperti intoleran, dan dianggap sara pasti akan ditindak

Lantas seharusnya seperti apa peran institusi pendidikan Indonesia untuk mengikis sikap intoleran? Apakah sejauh ini sudah efektif?

Pendidikan kita memang mengajarkan untuk toleransi. Kalau pendidikan ini memunculkan sesuatu yang radikal, perlu dikoreksi kurikulumnya. Begitu kita lahir sudah melihat keberagaman, pendidikan itu mendidik agar orang memiliki budi pekerti yang luhur. Nah intoleran itu contoh dari budi pekerti yang tercela, yang buruk. Kalau ini terjadi maka kita bisa mengatakan "pendidikan kita gagal menghasilkan masyarakat yang budi pekerti"

Jadi kalau ini terjadi di dunia pendidikan atau orang terpelajar, maka bibit bibit intoleran itu muncul di dunia pendidikan. Artinya menyalahi tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan itu mengajari orang budi pekerti, baca di undang undang Sidiknas, Kalau melahirkan orang orang intoleran, tutup saja pendidikannya. Tidak ada gunanya dididik. Makanya tugas kementerian pendidikan, kita semua melahirkan generasi yang memiliki budi pekerti yang luhur. Jadi toleransi itu bukan hanya contoh dari budi pekerti, tapi prasyarat untuk kita hidup bersama. Untuk survive. Tanpa toleransi, Indonesia tidak akan bisa survive.

Sama dengan teman-teman anak muda atau netizen. Kita memunculkan sikap 'Tepo Seliro' kalau bahasa Jawa. Toleran dengan yang lain memberikan penghargaan kepada yang lain di dalam keperbedaan agar hidup kita. Saya yakin orang yang tidak memiliki toleransi, penghargaan kepada orang lain, hidupnya tidak sukses. Karena prasyarat menjadi manusia itu harus punya penghargaan kepada yang lain. Agar dia dihargai dia harus menghargai orang lain agar dia dimuliakan, dia harus memuliakan orang lain, jangan mencubit orang lain kalau kamu sakit dicubit.

Toleransi ini memang sikap pribadi, tapi harus diatur. Tapi semangat yang muncul dari spirit pribadi itu panggilan karena tidak mungkin manusia berpikiran sama, pasti menemui konflik, pasti menemui masalah yang berbeda. Di sinilah dituntut toleransi.

Saya karena berasal dari agama Islam, saya juga mendeklarasi bahwa Islam agama yang toleran. Nabi yang mengatakan itu. Agama yang paling saya cintai agama yang lurus dan toleran, yang lembut. Jadi kalau agama mengajarkan kekerasan, bukan kelembutan, itu bukan agama. Tidak mungkin agama mengajarkan menyerang orang, berkonflik.

Semua agama mengajarkan kasih sayang, penghormatan kepada yang lain, Makanya Rasulullah Muhammad menyampaikan bahwa agama yang paling saya cintai agama yang mengajarkan perilaku yang lurus dan toleran.

Menurut Anda, upaya apa yang tepat untuk semua pihak mau berperan menutup ruang gerak intoleran agar tidak tumbuh subur?

Tentu tidak bisa pemerintah. Kalau pemerintah, 34 kementerian harus mendorong toleransi. Bukan Kemendikbud saja. Tetapi Kemendikbud yang memiliki bidang sumber daya manusia, dan toleransi itu kan dilakukan oleh manusia bukan benda, maka Kemendikbud harus memberikan teladan dan menyusun kurikulum yang mampu melahirkan manusia Indonesia yang toleran

Tetapi tugas ini bukan pemerintah saja, tugas kita semua, termasuk media merdeka.com yang selalu memberikan, menyebarkan inisiasi untuk menjadikan hidup yang toleran. Kalau dibebankan ke negara, pasti digagal. Karena toleransi sikap pribadi, negara hanya mengatur. Caranya menegakkan hukum tidak boleh pandang bulu, kalau hukum pandang bulu maka terjadi intoleransi, kalau tidak ada ketidakadilan itu juga menjadi bibit terjadinya toleransi, itu yang perlu dilakukan negara.

Pertama pada bidang bidang sumber daya manusia harus diperkuat kesadaran toleransi, yang di bidang penegak hukum harus bertindak adil tidak boleh tebang pilih harus diproses sesuai hukum, karena hukum tumpul ke satu golongan, tajam ke satu golongan maka muncul tindakan intoleransi bahkan lebih ekstrem lagi daripada intoleransi,

Saya yang ada di MPR, tidak capek capeknya menyampaikan tugas saya bahwa Indonesia ini adalah negara kesepakatan yang dibangun dari empat pilar yang ada dan harus kita jaga, dan prasyarat menjaga itu adalah sikap toleran, tanpa toleransi, tidak akan ada.

(mdk/ang)
ATAU
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Jangan Termakan Hasutan Kelompok Intoleran Jelang Nataru

Jangan Termakan Hasutan Kelompok Intoleran Jelang Nataru

Jangan sampai dimanfaatkan untuk menyebarkan narasi intoleransi, bahkan mengarah pada aksi radikal terorisme.

Baca Selengkapnya
Masyarakat Diminta Perkuat Toleransi & Hindari Prasangka Buruk Terhadap Perbedaan

Masyarakat Diminta Perkuat Toleransi & Hindari Prasangka Buruk Terhadap Perbedaan

Memperkuat toleransi dan kerukunan antarumat beragama. Masyarakat tidak boleh semena-mena melanggar hak dari mereka yang dianggap berbeda.

Baca Selengkapnya
Jadikan Perbedaan Kekuatan Cegah Masuknya Paham Radikal Intoleran

Jadikan Perbedaan Kekuatan Cegah Masuknya Paham Radikal Intoleran

Masyarakat jangan mudah terpapar informasi hoaks dan ujaran kebencian yang dapat memicu konflik.

Baca Selengkapnya
Kamu sudah membaca beberapa halaman,Berikut rekomendasi
video untuk kamu.
SWIPE UP
Untuk melanjutkan membaca.
Perempuan Harus Waspadai Doktrin Sesat Kelompok Radikal Intorelan

Perempuan Harus Waspadai Doktrin Sesat Kelompok Radikal Intorelan

Musdah menyayangkan jika masih banyak perempuan terjebak doktrin mengharuskan mereka tunduk dan patuh tanpa memiliki hak bertanya atau menolak.

Baca Selengkapnya
Indahnya Toleransi, Prajurit TNI Ini Unggah Momen Disiapkan Takjil oleh Ibu Pendeta

Indahnya Toleransi, Prajurit TNI Ini Unggah Momen Disiapkan Takjil oleh Ibu Pendeta

Di tengah ramainya war takjil, pria ini justru unggah momen disiapkan takjil oleh mama pendeta.

Baca Selengkapnya
Masyarakat Diingatkan Perkuat Nilai Toleransi, Jangan Ributkan Perbedaan

Masyarakat Diingatkan Perkuat Nilai Toleransi, Jangan Ributkan Perbedaan

Perkuat juga solidaritas, empati, dan tolong-menolong antar-sesama tanpa memandang perbedaan agama atau kepercayaan.

Baca Selengkapnya
Respons Melki Dinonaktifkan dari Ketua BEM UI, Benarkah Buntut Kritik Pemerintah?

Respons Melki Dinonaktifkan dari Ketua BEM UI, Benarkah Buntut Kritik Pemerintah?

Tudingan Melki melakukan kekerasan seksual pertama kali ramai diperbincangkan di media sosial setelah diunggah akun @BulanPemalu.

Baca Selengkapnya
Perangi Radikalisme dan Terorisme dengan Moderasi Beragama

Perangi Radikalisme dan Terorisme dengan Moderasi Beragama

Di tengah upaya membumikan toleransi pada keberagaman, kelompok radikal melakukan framing terhadap moderasi beragama.

Baca Selengkapnya
Media Sosial Mulai Hangat Jelang Pemilu 2024, Ini Pesan Kapolri

Media Sosial Mulai Hangat Jelang Pemilu 2024, Ini Pesan Kapolri

Jenderal Bintang Empat tersebut pun mewanti-wanti pentingnya menjaga kerukunan dan perdamaian selama proses pemilu.

Baca Selengkapnya