Pidato Jokowi di KAA lantang, tapi harus terus diperjuangkan
Merdeka.com - Pidato Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada pembukaan Konferensi Asia Afrika (KAA) ke-60 di Jakarta, Rabu (22/4) lalu telah mengundang berbagai pandangan. Banyak yang memuji atas kelantangan dan keberanian Jokowi membeberkan penilaiannya pada tata kelola dunia saat ini yang didominasi segelintir kekuatan global.
Sebagai contoh, Presiden secara lugas menyebut bahwa ketidakseimbangan global masih terpampang, ketika negara kaya yang hanya sekitar 20 persen penduduk dunia
mengkonsumsi 70 persen sumber daya dunia, maka ketimpangan global tidak dapat dihindari.
Ketika banyak orang di belahan dunia Utara (negara maju) menikmati hidup mewah sementara 1,2 miliar penduduk negara di wilayah Selatan (negara berkembang) hidup miskin dengan penghasilan kuran dari 2 USD per hari, keadilan sangatlah kasat mata.
Tapi ada pula yang tidak yakin bahwa Presiden paham dengan apa yang disampaikannnya mengingat posisi dan maqom Indonesia dalam konteks hubungan politik dan ekonomi global saat ini ketika Presiden menyatakan adanya pandangan bahwa persoalan ekonomi dunia hanya dapat diselesaikan oleh Bank Dunia, IMF, dan ADB dan itu adalah pandangan yang usang, yang perlu dibuang.
Namun ajakan dan dukungan gamblang Presiden bagi jalan menuju berdirinya Palestina sebagai sebuah negara merdeka menunjukkan penegasan posisi Indonesia atas masih relevannya KAA sebagai sebuah forum dan gerakan serta peneguhan eksistensi Indonesia sebagai negara mayoritas muslim yang demokratis yang bisa berkontribusi penting bagi percaturan politik internasional.
Adakah kelantangan dan kegagahan akan menjadi ciri utama diplomasi Presiden Jokowi (megaphone diplomacy)? Ataukah memang ada kesengajaan untuk membuat antitesa
dengan “million friends and zero enemy“ nya Presiden SBY yang mungkin dinilai lembek? Atau adakah beban dan tuntutan bagi Presiden untuk menjadi Soekarno baru
dalam forum itu?
Ketika Soekarno menjadi inspirasi pada KAA di tahun 1955, itu karena Soekarno dan para pemimpin negara-negara ketiga itu menghadapi musuh bersama yang nyata yaitu ketidakadilan yang menusuk hati yang diciptakan oleh sistem yang diciptakan segelintir negara kuat dan pengkutuban ideologi. Persoalannya, saat ini musuh bersama itu makin kabur bahkan karena tajamnya pandangan dan kondisi dua benua, shared naratives pun hampir tak ada.
Karenanya, tuntutan tegas Presiden untuk mereformasi PBB “agar berfungsi sebagai organisasi dunia yang mendorong keadilan bagi semua bangsa“ patut dipuji namun perlu dielaborasi jauh untuk bisa terwujud dan mewakili kepentingan dua kontinen, mengingat selama ini pandangan Indonesia terhadap reformasi PBB khususnya dalam Dewan Keamanan menghadapi kenyataan politik dan hukum di PBB, cukup modest yaitu dengan perluasan keanggotaan tidak tetap dan masa keanggotaan selama 4 tahun.
Saya mengharapkan sebenarnya Presiden dalam pidato itu juga mengevaluasi perjalanan gerakan KAA selama 60 tahun dan mengambil pelajaran dari (misalnya) kurang efektifnya NAASP (New Asian-African Strategic Partnership), serta merumuskan langkah perbaikan yang pragmatis dan menetapkan fokus baru menjadikan KAA sebagai jembatan kerjasama kedua benua yang saat ini sedang bangkit.
Betatapun pidato Presiden menyiratkan harapan baru untuk terwujudnya hubungan yang lebiah erat antara dua benua guna menghadapi persoalan dan tantangan nyata di dunia yaitu masalah kesejahteraan dan perlunya memperkuat solidaritas serta kerjasama dan penghormatan kepada hak asasi manusia.
Dalam titik ini, Presiden berutang untuk menindaklanjuti perwujudan reformasi arsitektur keuangan global dan kepemimpinan global yang kolektif seperti yang disuarakannya dalam pidato itu. Ini bukan sebuah tugas ringan mengingat tuntutan Presiden akan hal itu telah diembel embeli dengan istilah usang dan perlu dibuang terhadap establishment yang sudah ada.
Diplomasi dalam konteks usainya perang dingin memerlukan pemahamam realitas dan aturan main yang ada. Keluwesan sangat diperlukan untuk bisa memperoleh kerjasama dari semua negara dan berbagai organisasi multilateral yang ada. Reformasi arsitektur keuangan dan politik global seperti yang didambakan Presiden Jokowi tak bisa dikecualikan dari sikap diplomasi yang kooperatif namun berprinsip jika memang impian itu ingin berhasil diwujudkan demi kesejahteraan Asia, Afrika dan dunia.
(mdk/war)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Jokowi meminta KPU dan para penyelenggara Pemilu memastikan tata kelola pelaksanaan Pemilu 2024 berjalan dengan baik.
Baca SelengkapnyaUsulan kenaikan pangkat Prabowo ini merupakan usulan Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto.
Baca SelengkapnyaJokowi bakal menggelontorkan anggaran agar populasi produktif S2 dan S3 di Indonesia bisa meningkat drastis.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Kemudian, Jokowi bicara mengenai ketentuan Undang-undang Pemilu yang lagi ramai baru baru ini.
Baca SelengkapnyaJokowi meminta TNI AU kuat, namun bukan berarti manakut-nakuti musuh dan perang dengan negara lain.
Baca SelengkapnyaJokowi meminta pihak yang menemukan kecurangan untuk melaporkan ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
Baca SelengkapnyaWajar jika Presiden Jokowi akan mendapat peran penting di pemerintahan Prabowo-Gibran.
Baca SelengkapnyaStrategi besar negara tidak semuanya bisa dibuka, karena bukan toko kelontong.
Baca Selengkapnya