Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Netizen Indonesia, Kebebasan yang Kebablasan

Netizen Indonesia, Kebebasan yang Kebablasan ilustrasi. ©Liputan6.com/Faizal Fanani

Merdeka.com - Bram Aditya terbangun dari tidurnya. Layar telepon genggamnya terus berkedip menandakan pesan masuk. Dia terheran-heran membaca beberapa pesan. Isinya cacian, makian, hingga ancaman.

"Kaget gue, ada apa ya. HP gue sampai panas karena tiap detik ada pesan yang masuk," Cerita Bram dalam perbincangan dengan merdeka.com, pekan lalu.

Bram mengingat, peristiwa itu terjadi pada akhir Mei 2019. Sehari sebelumnya 22 Mei, dia merekam aksi demonstrasi pendukung pasangan capres-cawapres Prabowo Subianto-Sandiaga Uno di depan Gedung Bawaslu, Jalan MH Thamrin, Jakarta. Isinya menggambarkan berbagai kegiatan massa, termasuk peserta demo yang diikuti anak-anak di bawah umur. Ada juga foto-foto demonstran yang sedang menggelar salat berjemaah di jalan.

Dini hari, usai seharian mendokumentasikan aksi massa, Bram membuat unggahan video dan foto melalui fitur instastory di akun instagram miliknya @bramadity. Dalam unggahan itu, Bram juga menuliskan pendapatnya soal isi orasi pendemo yang menjelek-jelekkan aparat keamanan yang berjaga, termasuk penyerangan yang dilakukan demonstran dengan petasan dan kembang api terhadap aparat keamanan.

"Instastory gue dianggap menjelekkan mereka. Banyak yang enggak terima. Gue dikatain 'cebong' lah," kata Bram.

Bram mengaku tidak berniat menjelekkan para demonstran melalui sejumlah unggahannya. Dia hanya menceritakan fakta yang terjadi di lokasi dari sudut pandangnya. Sebagai videografer lepasan, Bram merekam aksi itu untuk tujuan dijual, terutama untuk media-media massa yang berminat.

"Hampir seminggu instastory gue ramai dikomentari, termasuk foto-foto di IG. Ribuan komentarnya. Yang lebih parah pesan-pesan melalui DM (direct message), ngata-ngatain sampai mengancam," tutur Bram.

Meski begitu, lanjut Bram, tidak semua komentar yang dia terima negatif. Banyak netizen yang mendukung unggahannya dan meminta dirinya tidak takut terhadap ancaman. Bram juga mengaku tidak terlalu ambil pusing dengan komentar-komentar menyerang. Beberapa bahkan dia balas dengan candaan.

Penasaran, dia mencoba menelusuri beberapa akun yang menyerangnya. "Banyak akun bodong, anonim. Tidak jelas identitasnya. Tapi ada juga akun real, kalau lihat foto dari profilnya pemiliknya bocah-bocah," ujarnya.

Paranoid dan Tertekan

Cerita serupa dialami Cakrayuri Nuralam. Mantan jurnalis Liputan6.com itu diserang oleh sejumlah akun anonim. Lebih parah, data pribadinya diunggah, lengkap dengan alamat rumah dan nomor teleponnya. Cakra mengalami doxing.

Istilah doxing mengacu pada praktik berbasis internet untuk meneliti dan menyebarluaskan informasi pribadi secara publik (termasuk data pribadi) terhadap seseorang individu atau organisasi. Data doxing biasanya didapat dari informasi yang diunggah korban di media sosial, bahkan ada yang dengan cara meretas akun hingga e-mail. Doxing dilakukan karena beberapa alasan, termasuk menimbulkan bahaya hingga penghinaan di dunia maya.

Cakra mengalami doxing terkait artikel di rubrik Cek Fakta Liputan6.com yang dia tulis berjudul: 'Tidak Benar Anggota DPR dari Fraksi PDI Perjuangan Cucu Pendiri PKI di Sumbar' pada 10 September 2020. Artikel tersebut memuat hasil konfirmasi terkait klaim yang menyebut Politikus PDIP tersebut merupakan cucu dari pendiri PKI Sumatera Barat, Bachtaroedin.

Sehari kemudian, serangan doxing mulai terjadi pada Jumat 11 September 2020, dengan skala masif. Sekitar pukul 18.20 WIB, akun Instagram @d34th.5kull mengunggah foto Cakra tanpa izin dengan keterangan foto sebagai berikut:

"mentioned you in a comment: PEMANASAN DULU BRO‼️ No Baper ye jurnalis media rezim. Hello cak @cakrayurinuralam. Mau tenar kah, ogut bantu biar tenar 🤭. #d34th_5kull #thewarriorssquad #MediaPendukungPKI," tulis akun tersebut dalam unggahannya.

Narasi dengan foto yang sama juga diunggah belasan akun lainnya. Cakra menduga, pelakunya adalah orang yang sama dengan menggunakan sejumlah akun.

"Isi postingannya sama semua. Data dan foto saya disebar. Saya dituduh macam-macam," kata Cakra saat dihubungi merdeka.com.

Awalnya Cakra menanggapi santai. Namun dia tetap melaporkan kejadian itu kepada atasannya. Pihak redaksi menyikapi serius peristiwa itu dan memutuskan mengamankan Cakra di sebuah safe house agar tidak terjadi hal yang membahayakan Cakra.

"Saya mengungsi ke sebuah apartemen di kawasan Jaksel selama seminggu lebih. Istri dan anak saya ikut," ujarnya.

Saat datanya mulai disebar sejumlah akun, Cakra mengaku sempat paranoid. "Ada pengendara motor berhenti di depan rumah malam-malam. Terus ada telepon ke nomor saya yang disebar itu dini hari. Tapi enggak ada yang ngomong," tutur dia.

Cakra juga menonaktifkan semua akun media sosialnya seperti Instagram dan Facebook. Meski begitu, dia tetap memantau akun-akun yang terus menyerangnya. Sekitar sebulan, akun-akun itu terus melakukan doxing. "Setelah itu berhenti sendiri," ujarnya.

Meski sempat mengalami ketakutan, Cakra mengatakan tidak sampai membutuhkan bantuan konseling dari psikiater untuk memulihkan kondisi mentalnya. Sebagai jurnalis, Cakra memahami risiko terkait pekerjaannya.

Pihak Liputan6.com melaporkan peristiwa doxing ini ke Polda Metro Jaya. Namun kasus tersebut hingga kini tidak jelas kelanjutannya.

Kompaknya Netizen Indonesia

Peristiwa yang dialami Bram Aditya dan Cakrayuri Nuralam tersebut menggambarkan perilaku sebagian netizen di Indonesia. Sebuah riset yang dirilis Microsoft dalam laporan berjudul 'Digital Civility Index (DCI)', netizen Indonesia berada di urutan terendah di Asia Tenggara dalam hal kesopanan. Survei itu merupakan upaya mempromosikan interaksi online yang lebih aman, lebih sehat, dan lebih saling menghormati.

Responden survei yang digelar April dan Mei 2020 berjumlah 16.000 orang dari 32 negara. Sistem penilaian laporan tersebut berkisar dari skala nol hingga 100. Semakin tinggi skor, semakin rendah kesopanan netizen di negara tersebut. Skor kesopanan di dunia maya untuk Indonesia mengalami kenaikan dari 67 pada tahun 2019 menjadi 76 pada tahun 2020.

Laporan DCI juga menyebut terkait perundungan (bullying) di internet, 19 persen responden mengatakan mereka menjadi target perundungan. Sementara 47 persen mengatakan mereka terlibat dalam insiden tersebut.

Di Asia tenggara, laporan DCI menyatakan Singapura kembali menjadi negara dengan netizen paling teladan. Negara itu menempati urutan keempat secara global dan pertama di Asia Tenggara untuk tingkat kesopanan daringnya. Urutan kedua ditempati oleh Malaysia dan berada di peringkat kelima secara global. Posisi ketiga ditempati Filipina, lalu Thailand dengan. Di atas Indonesia ditempati oleh Vietnam. Sedangkan peringkat negara dengan tingkat kesopanan daring terbaik secara global andalan Belanda.

Soal perilaku netizen Indonesia, aktivis digital dan pengamat media sosial Enda Nasution menyebut, sebenarnya mayoritas menggunakan media sosial untuk hiburan dan berbagi informasi.

"Saya sih percayanya mayoritas seperti itu," ujarnya kepada merdeka.com.

Menurutnya, kasus-kasus perundungan muncul ketika ada ada perilaku-perilaku selebgram, publik figur atau orang biasa yang dianggap melewati batas kewajaran. Dia mencontohkan kasus Rachel Venya yang kabur dari karantina sepulang berlibur dari Amerika Serikat.

"Itu tentunya mendapat celaan, mungkin komen-komen yang negatif. Kalau menurut saya sih istilah yang tepat komen negatif aja, pasti akan ada reaksi," ujarnya.

Meski begitu, di sisi lain, ketika ada sosok yang layak mendapat pujian, Enda mengatakan, netizen Indonesia juga ramai-ramai mengapresiasi dan memberikan komentar positif.

Guru Besar Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada (UGM) Prof Koentjoro menilai, rendahnya tingkat kesopanan netizen Indonesia seperti yang tergambar dalam survei Microsoft karena ada pemahaman yang salah dalam memaknai kebebasan.

"Hampir secara keseluruhan, bukan hanya di dalam perilaku netizen, tetapi di dalam kehidupan sehari-hari. Kita salah memaknai kebebasan. Yang namanya kebebasan itu sebenarnya mengandung pengertian penghargaan atas hak orang lain. Tetapi oleh banyak kalangan, kebebasan (diartikan) ya kebebasan, bebas yang sebebas-bebasnya. Padahal tidak," tegasnya.

Terkait konten, dia menyebut, ada orang yang mengunggah konten untuk menunjukkan sesuatu atau perasaannya. Ada yang bertujuan untuk meningkatkan jumlah follower. "Karena follower itu berhubungannya dengan duit, cuan, maka orang asal membuat (konten) seperti itu, kemudian menjadi tidak kreatif," ujar Koentjoro.

Kembali kepada sikap netizen, Koentjoro menyebut saat ini di Indonesia sudah terbentuk 'terror factory' yaitu perusahaan atau kelompok yang membuat teror-teror, membuat isu-isu yang dampaknya membuat orang-orang melanggar norma kesopanan.

"Tersulut emosinya, kemudian dia tidak sopan. Di-setting. Tapi kan kalau di-setting itu sifatnya individual. Tapi kalau factory ada kelompok kelompoknya tertentu yang memang sudah menyiapkan itu," ungkapnya.

Koentjoro mengingatkan dampak terburuk dari hujatan netizen bisa membuat korban depresi dan paling parah bisa bunuh diri. "Karena dia diserang terus menerus dan mengalami sebuah depresi, kemudian menarik diri. Kalau orang sudah terbiasa menggunakan medsos dan mereka harus membuka (medsos) lagi, ketika dia membuka isinya menghujat dia, maka dia semakin down," ujarnya.

Sementara Bram menilai, serangan yang dia alami di akun instagram miliknya tidak terlepas dari kondisi politik yang terjadi saat itu. Dua kubu pendukung pasangan capres menggunakan platform media sosial untuk saling menjelek-jelekkan lawan. Jika ada unggahan yang menurut salah satu kubu menyudutkan mereka, pembuat konten akan diserang komentar negatif hingga ancaman.

"Gue sih enggak ada urusan dengan politik, bukan buzzer juga. Komentar-komentar itu gue anggap lucu-lucuan aja," ujarnya.

Sedangkan bagi Cakra, peristiwa doxing yang dia alami sempat menjatuhkan mentalnya. Dia sempat berpikir untuk berhenti menulis artikel. Dia khawatir anak dan istrinya akan terdampak.

"Takutnya diapa-apain di jalan. Paling seram tahu alamat rumah gue karena ada yang komentar ngajak ngopi dekat rumah gue. Ancamannya secara tersamar gitu," pungkasnya.

(mdk/bal)
ATAU
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Ada Indonesia, Ini Daftar Negara yang Rakyatnya Paling Banyak Tak Dapat Akses Internet

Ada Indonesia, Ini Daftar Negara yang Rakyatnya Paling Banyak Tak Dapat Akses Internet

Berikut adalah laporan dari We Are Social yang memotret kondisi internet di seluruh dunia.

Baca Selengkapnya
Hasil Survei Ungkap Banyak Orang Indonesia Tak Siapkan Rencana Keuangan Masa Depan, Apa Solusinya?

Hasil Survei Ungkap Banyak Orang Indonesia Tak Siapkan Rencana Keuangan Masa Depan, Apa Solusinya?

Sebanyak 15 persen responden dengan pendapatan tinggi mengaku bahwa seringkali pengeluarannya melebihi anggaran bulanan.

Baca Selengkapnya
Ganti HP Jadi Salah Satu Keinginan Orang Indonesia di Lebaran Tahun Ini

Ganti HP Jadi Salah Satu Keinginan Orang Indonesia di Lebaran Tahun Ini

Ini berdasarkan hasil survei Telkomsel Enterprise terhadap warga Indonesia jelang Lebaran.

Baca Selengkapnya
Kamu sudah membaca beberapa halaman,Berikut rekomendasi
video untuk kamu.
SWIPE UP
Untuk melanjutkan membaca.
Menkominfo: CEO Microsoft akan Kunjungi Indonesia Usai CEO Apple, CEO Nvidia Masih Diusahakan

Menkominfo: CEO Microsoft akan Kunjungi Indonesia Usai CEO Apple, CEO Nvidia Masih Diusahakan

Budi Arie menjelaskan bahwa pemerintah juga mengupayakan kedatangan CEO Nvidia agar Indonesia menjadi salah satu rantai pasok teknologi.

Baca Selengkapnya
Survei Populi Center: 79,9 Persen Masyarakat Ingin Pilpres Satu Putaran

Survei Populi Center: 79,9 Persen Masyarakat Ingin Pilpres Satu Putaran

Kebanyakan responden ingin mengetahui segera siapa yang menggantikan Jokowi.

Baca Selengkapnya
LSI Denny JA: Tingkat Kepuasan ke Presiden Jokowi Capai 80,8 Persen, Prabowo-Gibran Kecipratan Suara

LSI Denny JA: Tingkat Kepuasan ke Presiden Jokowi Capai 80,8 Persen, Prabowo-Gibran Kecipratan Suara

Survei LSI Denny JA yang mengusung tema "Di Ambang Pilpres Satu Putaran Saja" ini dilakukan pada periode 16-26 Januari 2024.

Baca Selengkapnya
Pesan Jokowi ke MA: Hakim Harus Peka Terhadap Rasa Keadilan Masyarakat

Pesan Jokowi ke MA: Hakim Harus Peka Terhadap Rasa Keadilan Masyarakat

Jokowi mengingatkan hakim agar peka terhadap rasa keadilan masyarakat dan mengikuti perkembangan teknologi.

Baca Selengkapnya
Pengguna Internet di Indonesia 2024 Mencapai 221 Juta

Pengguna Internet di Indonesia 2024 Mencapai 221 Juta

Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) merilis hasil survey internet Indonesia 2024.

Baca Selengkapnya
Survei Populi: Prabowo-Gibran 52,2 Persen, Anies-Muhaimin 22,1 Persen dan Ganjar-Mahfud 16,9 Persen

Survei Populi: Prabowo-Gibran 52,2 Persen, Anies-Muhaimin 22,1 Persen dan Ganjar-Mahfud 16,9 Persen

79,8 persen responden mengaku telah mantap dengan pilihannya tersebut.

Baca Selengkapnya