Membangun kota ke atas
Merdeka.com - Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok membayangkan warga kaya tinggal di pinggiran kota, sedangkan warga berpenghasilan pas-pasan, tinggal di pusat kota. Orang kaya bisa menggunakan mobil pribadi menjangkau kota, sedang orang biasa bisa berhemat biaya transportasi untuk memenuhi kebutuhan lain.
Agar warga biasa bisa tinggal di pusat kota, maka pemerintah harus menyediakan rumah hunian di pusat kota. Apartemen, rumah susun huni, rumah susun sewa, atau apapun namanya, harus tersedia dan terjangkau. Itu artinya, kehidupan akan menumpuk di pusat kota. Karena tanah sempit, pembangunan harus ke atas.
Pertumbuhan kota-kota besar di banyak negara sejak 1970-an, memang cenderung ke atas. Banyak kota mengonsentrasikan pembangunan di pusat kota. Mereka bukan hanya membangun gedung perkantoran bertingkat di pusat kota, tetapi juga apartemen murah.
Ini kontras dengan apa yang terjadi di Jakarta dalam 30 tahun terakhir. Pembangunan kota meluas, menuju pinggiran dan perbatasan, bahkan melampaui daerah lain. Sawah-sawah berubah jadi perumahan, sehingga ratusan miliar biaya pembangunan irigasi terbuang percuma.
Pemerintah berpikiran pendek: membangun perumahan di pinggiran kota lebih mudah, karena harga tanah murah. Pemerintah tidak mencegah pelahapan lahan-lahan pertanian oleh perusahaan properti, tetapi malah memfasilitasinya.
Rencana besar untuk membangun rumah susun di berbagai kawasan kota Jakarta pada 1980-an, tidak jadi kenyataan. Yang dibangun hanyalah rumah susun "percontohan" di Tanah Abang, Pejompongan, Tebet, dan Klender.
Dengan dalih bahwa rumah susun mahal dan tidak cocok dengan gaya hidup masyarakat, membuat pembangunan rumah susun berhenti. Perluasan Jakarta menjadi tidak terkendali, menyeberang di Bekasi, Depok, Bogor dan Tangerang.
Penduduk tinggal jauh dari pusat kota, tempat mereka bekerja setiap hari. Tentu saja penghasilan mereka habis untuk biaya transportasi. Apalagi pemerintah tidak menyediakan transportasi massal yang menghubungkan perumahan di pinggiran kota dengan pusat kota.
Karena kendaraan umum tidak nyaman, warga menggunakan kendaraan pribadi: mobil dan motor. Terjadilah kemacetan di mana-mana. Setiap hari waktunya habis di jalan. Mereka lelah dan stress, sehingga tidak produktif.
Di ranah keluarga, angka perselingkuhan dan perceraian meningkat karena warga tidak punya cukup waktu bersama keluarga. Sedang di ranah negara, angka subsidi BBM membengkak akibat dibuang sia-sia di jalan.
Kini, setelah kampung besar Jakarta menjadi semakin buruk, derita warga semakin tinggi dan kerugian negara semakin banyak, harapan ditumpukan kepada Jokowi dan Ahok untuk mengatasinya. Integritas, kesederhanaan, dan konsistensi menjadi modal penting untuk melawan iming-iming uang yang melenakan pejabat Jakarta.
Gagasan untuk membangun kampung susun di bantaran sungai menjadi pilihan utama, karena tidak mungkin menggusur warga. Pendekatan intensif yang dilakukan Jokowi ke warga, membuat jalan lempang membenahi hunian sekaligus lingkungan sungai.
Demikian juga rehabilitasi dan pembangungan rumah susun di pusat-pusat kota, terus dicarikan jalan keluarnya. Memang tidak mudah meyakinkan warga utuk merelakan tanah dan bangunannya untuk membangun rumah susun. Namun pendekatan dan kepercayaan kepada Jokowi dan Ahok, kesulitan itu akan mudah diatasi.
Masalahnya sekarang adalah tinggal menunggu komitmen DPRD DKI Jakarta dalam mengalokasikan anggaran. Juga kesungguhan birokrasi pemerintahan DKI Jakarta dalam mengelola dana pembangunan.
Jika semuanya lancar, inilah titik awal membangun kota Jakarta ke atas. Langkah pertama mengubah kampung Jakarta menjadi metropolitan.
*penulis adalah wartawan merdeka.com
(mdk/tts)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Penurunan Permukaan Tanah Buat Jakarta Rugi Rp10 Triliun per Tahun
Selain ekonomi, nasib 50 juta masyarakat di kawasan pesisir juga dipertaruhkan.
Baca SelengkapnyaAnies: Kita Ingin Kembangkan 40 Kota, Bukan Bikin Baru
Dia menerangkan, bahwa niatannya dirinya lebih untuk mengembangkan 40 kota selevel Jakarta.
Baca SelengkapnyaBegini Konsep Kota Besar Masa Depan di Indonesia yang Dijanjikan Gibran
"Kalau enggak ya kotanya jadi bangunan beton semua, dan pasti akan menimbulkan masalah-masalah baru, seperti banjir, polusi, dan lain-lain," kata Gibran.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Wali Kota Balikpapan Anggap Membangun IKN Lebih Realistis daripada Buat 40 Kota Setara Jakarta
Dia juga menyoroti keberanian Gibran sebagai sosok pemuda yang ingin menghadirkan perubahan di Indonesia.
Baca SelengkapnyaUniknya Rumah Batak Karo Siwaluh Jabu, Berbahan Kayu dan Bikin Penghuninya Tak Kepanasan
Terdapat sejumlah tahapan pembangunan rumah Siwaluh Jabu yang dibantu dukun.
Baca SelengkapnyaCak Imin Ingin Bangun 40 Kota Selevel Jakarta, Pakar Tata Kota: Berat untuk Diwujudkan
Untuk bisa mencapai level seperti Jakarta, tentu bukan hal mudah terlebih karena kapasitas fiskal Jakarta yang sangat besar.
Baca SelengkapnyaGagasan 40 Kota Selevel Jakarta ala Cak Imin, Timnas AMIN Beberkan Sumber Anggarannya
Timnas Amin menilai kota selevel Jakarta baru ada lima sehingga kota-kota lain perlu diprioritaskan pembangunannya daripada anggaran dihabiskan untuk IKN.
Baca SelengkapnyaRumah Menteri di IKN Disebut Mewah, Menpan-RB: Justru Lebih Kecil Dibanding di Jakarta
Azwar Anas menuturkan tanah dan bangunan rumah menteri di IKN lebih kecil dibandingkan yang ada di Jakarta.
Baca SelengkapnyaBegini Nasib Jakarta Usai Tak Lagi Jadi Ibu Kota Negara
Pemindahan ibu kota ke IKN dinilai akan menciptakan hubungan yang saling menguatkan bagi dua kota.
Baca Selengkapnya