Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Kembalinya dinasti politik

Kembalinya dinasti politik Infografis Pilkada Serentak 2017. ©2016 Merdeka.com/djoko poerwanto

Merdeka.com - Sebanyak 101 daerah menggelar pemilihan kepala daerah serentak hari ini. Ada 337 pasangan calon yang bertarung memperebutkan kursi bupati, wali kota, hingga gubernur. Di beberapa daerah, ada kerabat, istri, dan anak kepala daerah yang ikut pilkada. Upaya mencegah dinasti politik belum membuahkan hasil.

101 Daerah yang menggelar pilkada itu terdiri dari 7 provinsi, 18 kota, dan 76 kabupaten. Sembilan daerah di antaranya hanya memiliki calon tunggal alias satu pasangan calon. Sebagian besar mereka adalah kepala daerah incumbent alias petahana yang rata-rata memborong dukungan dari partai politik di daerah mereka masing-masing. Kesembilan daerah itu adalah Tebing Tinggi, Tulang Bawang Barat, Pati, Buton, Landak, Maluku Tengah, Tambrauw, Kota Sorong, dan Jayapura.

Di daerah, praktik dinasti politik merupakan hal yang lazim. Tak jarang, kepala daerah petahana digantikan oleh istri, anak, atau kerabatnya. Ada yang jeda satu periode, ada yang langsung digantikan di periode berikutnya seperti di Klaten yang dikuasai dua pasangan suami istri yang saling menggantikan dalam dua periode terakhir. Demikian juga di Cimahi yang dikuasai pasangan suami istri M Itoc Tohija dan Atty Suharti Tochija.

Koalisi Pilkada Bersih yang terdiri dari sejumlah lembaga seperti Indonesia Corruption Watch (ICW), Pukat UGM, Pusako UNAND, Perludem, dan Lingkar Madani pada Januari lalu merilis 12 calon di 11 daerah yang terkait dengan dinasti politik. Jumlah itu sebenarnya bisa ditambah dengan keterlibatan Agus Harimurti Yudhoyono di Pilgub DKI.

Berikut daftar 12 calon kepala daerah yang terkait politik dinasti di Pilkada Serentak 2017.

infografis calon kepala daerah dari dinasti politik

Infografis Calon Kepala Daerah dari Dinasti Politik ©2017 Merdeka.com/Tiara Novita

Setiap orang memang memiliki hak untuk dipilih dan memilih. Hak itu dilindungi konstitusi. Namun, praktik dinasti politik selama ini di Indonesia melenceng berujung pada perilaku koruptif. Contoh paling nyata adalah Provinsi Banten. Gubernur Ratu Atut Chosiyah yang saat ini masih mendekam di penjara akibat kasus suap mantan Ketua MK Akil Mochtar. Adik kandungnya, Ratu Tatu Chasanah saat ini menjabat sebagai Bupati Serang, adik tirinya TB Haerul Jaman adalah wali kota Serang, adik iparnya Airin Rachmi Diany adalah wali kota Tangerang Selatan. Di Pilkada serentak 2017, anaknya Andika Hazrumy kini menjadi calon wakil gubernur berpasangan dengan Wahidin Halim.

Majunya Andika ini seolah menjadi pertanda kembalinya dinasti Atut ke panggung politik. Padahal sang ibu dan pamannya, Tubagus Chaeri Wardhana (Wawan) masih berada di balik jeruji terjerat kasus korupsi.

"Pemilih di Banten banyak yang pragmatis," kata pengamat politik dari Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Abdul Hamid dalam perbincangan dengan merdeka.com, Senin (13/2).

Pragmatis dimaksud, lanjut Hamid, adalah ada kesan para pemilih menunggu 'serangan fajar' dari calon yang bertarung. Salah satu indikasinya adalah, kasus bagi-bagi sembako dan uang usai kampanye salah satu calon yang kasusnya malah dihentikan oleh Bawaslu setempat.

Subur tidaknya praktik dinasti politik, ujar dia, kembali kepada karakteristik masyarakatnya. Hamid mencontohkan, di Banten, keluarga Ratu Atut, menguasai hampir semua lini. Dari partai politik, sumber daya uang hingga jaringan organisasi sosial kemasyarakatan. Patronase yang dibangun sejak lama pun membuat elite politik di Banten 'dikuasai' keluarga Atut.

"Belum lagi kiai dan jawara serta tokoh masyarakat. Banyak dari mereka yang punya ikatan kuat dengan dinasti Atut. Hal ini yang dimanfaatkan oleh Andika dalam pilkada kali ini," ujar Hamid yang juga Kepala Program Studi Magister Administrasi Publik Untirta Banten ini.

Di Jakarta, pola itu, kata Hamid, terlihat dengan upaya mantan Presiden SBY yang menggunakan jaringannya untuk all out mendukung pencalonan anak sulungnya sebagai gubernur, Agus Harimurti Yudhoyono yang berpasangan dengan Sylviana Murni. "SBY melakukan itu dengan majelis zikir dan jaringannya dulu saat menjadi capres," ujanya.

Di Gorontalo, imbuh Hamid, Hana Hasanah Fadel, tentu akan menggunakan jaringan Fadel Muhammad yang dulu mendukungnya menjadi gubernur dua periode. Demikian juga daerah-daerah lain yang memiliki calon kepala daerah dari dinasti politik.

"Banyaknya calon dari dinasti politik di pilkada serentak 2017 justru akan menjadi tolak ukur apakah masyarakat bisa menerima atau menolak dinasti politik. Jika mereka menang, artinya praktik dinasti politik ternyata bisa diterima. Sebaliknya juga begitu," ujar Hamid.

Justru yang menjadi sorotan, kata dia, pilkada serentak 2017 terlalu banyak dimonopoli oleh isu pilgub DKI dan kasus penistaan agama yang membuat Basuki Tjahaja Purnama menjadi terdakwa. Imbasnya ke daerah-daerah yang mambuat isu-isu antikorupsi, pembangunan infrastruktur yang menjadi program calon tidak menjadi pembahasan serius. "Isu yang berkembang jauh tidak lebih berkualitas dibanding pilkada serentak 2015," pungkasnya.

(mdk/bal)
ATAU
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Ini Daftar Caleg Dapil Banten Lolos Senayan, Ada Nama Dasco hingga Airin
Ini Daftar Caleg Dapil Banten Lolos Senayan, Ada Nama Dasco hingga Airin

Pengumuman hasil rekapitulasi nasional perolehan suara Pilpres dan Pileg 2024, berdasarkan berita acara KPU nomor 218/PL.01.08-BA/05/2024.

Baca Selengkapnya
Berkali-kali Jadi Capres, Para Politikus Luar Negeri Ini Selalu Kalah dalam Pemilu, Ada yang Sampai 10 Kali
Berkali-kali Jadi Capres, Para Politikus Luar Negeri Ini Selalu Kalah dalam Pemilu, Ada yang Sampai 10 Kali

Berkali-kali Jadi Capres, Para Politikus Luar Negeri Ini Selalu Kalah dalam Pemilu, Ada yang Sampai 10 Kali

Baca Selengkapnya
4 Partai Pemenang Pemilu 1955, Berikut Sejarah dan Hasil Suaranya
4 Partai Pemenang Pemilu 1955, Berikut Sejarah dan Hasil Suaranya

Pemilu 1955 memiliki peran penting dalam sejarah Indonesia karena hasil pemilu tersebut menjadi dasar pembentukan negara Kesatuan Republik Indonesia.

Baca Selengkapnya
Kamu sudah membaca beberapa halaman,Berikut rekomendasi
video untuk kamu.
SWIPE UP
Untuk melanjutkan membaca.
Bapaknya Pejabat Negara, Pria Ini Kenal Megawati Sejak Usia 5 Tahun Hingga Sukses Jadi Kepala Daerah
Bapaknya Pejabat Negara, Pria Ini Kenal Megawati Sejak Usia 5 Tahun Hingga Sukses Jadi Kepala Daerah

Anak tokoh nasional dianggap 'akrab' dengan Megawati sejak usia 5 tahun sampai sukses menjadi kepala daerah. Siapa sosok yang dimaksud?

Baca Selengkapnya
Jadi Calon Independen Pilkada 2024, Harus Kumpulkan Berapa KTP?
Jadi Calon Independen Pilkada 2024, Harus Kumpulkan Berapa KTP?

Syaratnya 7,5 persen dari total jumlah pemilih di tiap daerah

Baca Selengkapnya
Cak Imin: Ada Teman Bilang Kita Tidak Perlu Pilkada Lagi Kalau Pelaksanaannya Ancam Kepala Desa
Cak Imin: Ada Teman Bilang Kita Tidak Perlu Pilkada Lagi Kalau Pelaksanaannya Ancam Kepala Desa

Muhaimin atau Cak Imin pada siang harinya juga mencuitkan soal slepet.

Baca Selengkapnya
Masyarakat Kaltim Berhasil Jaga Kondusifitas Pasca Pemilu 2024
Masyarakat Kaltim Berhasil Jaga Kondusifitas Pasca Pemilu 2024

Masyarakat Kaltim Berhasil Jaga Kondusifitas Pasca Pemilu 2024

Baca Selengkapnya
Curhat Eks Napiter Kembali ke Pangkuan NKRI Sumpah Setia pada Pancasila
Curhat Eks Napiter Kembali ke Pangkuan NKRI Sumpah Setia pada Pancasila

Munir berharap agar masyarakat tetap damai dan rukun meskipun memiliki perbedaan pilihan politik.

Baca Selengkapnya
Istana Jelaskan Alasan Rekrutmen ASN Besar-besaran Dibuka Jelang Pilpres 2024
Istana Jelaskan Alasan Rekrutmen ASN Besar-besaran Dibuka Jelang Pilpres 2024

Istana menjelaskan alasan pemerintah membuka rekrutmen calon aparatur sipil negara (CASN) besar-besaran pada tahun politik 2024.

Baca Selengkapnya