Bukan pemimpi, tapi spekulan calon presiden
Merdeka.com - Hitungan mundur, pemilu presiden tinggal setahun lagi. Setelah pemilihan legislatif April, pada Juni 2014 akan digelar pemilu presiden. Semakin mendekati hari H, nama-nama calon presiden terus malang melintang di jagat politik Indonesia. Nama-nama lama tetap bertahan, bersamaan dengan munculnya nama-nama baru.
Nama Megawati Soekarnoputri, Prabowo Subianto, Aburizal Bakrie, Jusuf Kalla, dan Hatta Rajasa sudah lama beredar. Memasuki 2013 muncul nama-nama baru: Gita Wirjawan, Mahfud MD, Marzuki Alie, Irman Gusman, Joko Widodo, dan Pramono Edhie Wibowo. Di luar dugaan, pekan lalu Partai Hanura mendeklarasikan paket Wiranto-Hary Tanoe sebagai pasangan calon presiden dan wakil presiden.
Datang belakangan, Jokowi dan Pramono, belum mau berterus terang soal pencalonan. Masih malu-malu kucing. Ini berbeda dengan calon-calon lain yang tegas menyatakan, mau nyapres karena merasa mendapat dukungan rakyat atau dukungan partai. Baik Jokowi maupun Pramono, seakan tak terobsesi dengan kursi presiden. Ini berbeda dengan calon-calon lain, yang penuh percaya diri tinggi bisa meraih kursi presiden.
Seorang calon memang harus percaya diri, sebab itu modal mental penting. Kalau tidak percaya diri, lebih baik tidak usah mencalonkan. Memang tidak semua orang yang menyatakan siap menjadi calon presiden mengarah kursi presiden. Banyak di antara mereka yang cukup puas jika jadi calon wakil presiden. Tetapi jadi calon presiden atau pun calon wakil presiden, sama-sama butuh kepercayaan diri tinggi.
Pada titik inilah bisa dinilai, apakah kepercayaan diri tinggi itu masuk akal, atau hanya mimpi. Pencalonan Wiranto dan Hary Tanoe misalnya, dianggap hanya dagelan politik. Bagaimana tidak, partai paling kecil di DPR itu tiba-tiba nekat mengajukan pasangan calon presiden dan wakil presiden sendiri, padahal partai itu belum tentu lolos ambang batas perwakilan DPR atau parliamentary threshold 3,5% pemilu legislatif.
Jika pun lolos ambang batas perwakilan, partai politik tersebut kecil kemungkinan bisa mendapatkan minimal 20% kursi DPR, atau meraih minimal 25% suara. Padahal UU No 42/2008 membuat syarat itu agar partai politik atau gabungan partai politik bisa mengajukan pasangan calon presiden dan wakil presiden.
Memang beberapa partai politik di DPR, seperti Partai Hanura, Partai Gerindra dan PAN, ingin agar ketentuan itu diubah: ditiadakan atau dikurangi persentasenya. Tapi partai lain tidak sependapat. Jadi, jika undang-undang tidak diubah, maka tidak banyak atau bahkan tidak ada partai politik yang bisa mengajukan pasangan calon sendiri. Jika begitu, tak salah bila pencalonan Wiranto-Hary Tanoe oleh Partai Hanura, disebut dagelan.
Partai Hanura dan Wiranto-Hary mungkin tidak sedang bermimpi. Lebih tepat mereka sedang berspekulasi, mengingat ketentuan persyaratan pencalonan presiden dalam UU No 42/2008 tengah digugat ke Mahkamah Konstitusi. Dalam uji materi ini, bisa saja MK membatalkan ketentuan itu, sehingga tidak ada persaolan bagi Wiranto-Hary Tanoe untuk maju sebagai calon pasangan calon presiden dan wakil presiden.
Spekulasi sesungguhnya juga sedang dilakukan para calon presiden yang hendak mengikuti konvensi Partai Demokrat. Sungguh tidak ada yang bisa jamin, bahwa Partai Demokrat akan meraih suara besar kembali seperti pada Pemilu 2009. Hasil survei menunjukkan buah buruk dari kader-kadernya yang gemar korupsi. Apalagi SBY sebagai penarik suara Partai Demokrat sudah tidak bisa menjadi calon presiden lagi.
Jika demikian, apalah artinya menang konvensi Partai Demokrat, kalau partai ini gagal meraih minimal 20% kursi DPR atau minimal 25% suara dalam pemilu legislatif. Jelas Partai Demokrat tidak bisa mengajukan sendiri calonnya. Mereka harus berkoalisi dengan partai politik lain. Padahal partai-partai politik lain tentu tidak mau menerima begitu saja calonnnya Partai Demokrat.
Jadi, pada diri calon peserta konvensi Partai Demokrat sebetulnya juga terpersik harapan agar MK membatalkan pasal persyaratan pencalonan dalam UU No 42/2008. Sama dengan Wiranto dan Hary Tanoe, mereka juga tengah berspekulasi untuk maju dalam pemilu presiden. Sebutan spekulan juga pantas disematkan kepada Hatta Rajasa, karena partai yang dipimpinnya, PAN, tak pernah meraih suara dan kursi lebih dari 10%.
(mdk/tts)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Ketahui Kapan Pemilu Presiden, Tahapan, dan Para Calon Pemimpinnya
Kapan Pemilu Presiden? Pemilu presiden 2024 adalah pemilu kelima di Indonesia yang bertujuan untuk memilih presiden dan wakil presiden Republik Indonesia.
Baca SelengkapnyaMuncul Gerakan Salam Empat Jari, Ini Respons Anies
Calon Presiden nomor urut 1, Anies Baswedan menanggapi isu salam empat jari hingga gerakan tak memilih pasangan Capres nomer 2, Prabowo-Gibran.
Baca SelengkapnyaJK Usul Ambang Batas Presiden di Pemilu 2024 Tidak 20%: Dulu Saya Calon Banyak, Satu Pilihan
JK menyebut, presidential Threshold (PT) atau ambang batas seharusnya tidak 20%.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Sejarah Pemilu 2004: Pelaksanaan, Peserta, dan Hasil Pemilihan
Pemilu 2004 menjadi pemilihan bersejarah karena untuk pertama kalinya rakyat dapat memilih langsung presiden dan wakil presiden mereka.
Baca SelengkapnyaKapan Pemenang Pilpres 2024 Dilantik Jadi Presiden dan Wakil Presiden?
Merujuk pada Peraturan KPU Nomor 3 Tahun 2022, Pemilu saat ini berada pada tahapan pemungutan dan penghitungan suara
Baca SelengkapnyaRespons Ganjar soal Surat Suara Simulasi Pilpres Hanya Memuat Dua Paslon: Kok KPU Minta Maaf Terus
Simulasi pencoblosan calon presiden dan wakil presiden dengan surat suara yang hanya menampilkan dua kolom pasang calon menuai kritik dari berbagai pihak.
Baca SelengkapnyaJokowi: Presiden dan Menteri Boleh Memihak dan Ikut Kampanye
Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyatakan, semua menteri bahkan presiden boleh berkampanye atau mendukung salah satu kandidat pada Pemilu 2024.
Baca SelengkapnyaPresiden Jokowi Diseret Dalam Sidang Sengketa Pilpres, Istana Minta Pembuktian Tuduhan di MK
Pihak Istana masih menunggu pembuktian atas tuduhan yang disampaikan persidangan.
Baca SelengkapnyaPutuskan Netral dalam Pilpres 2024, Ini Alasan Mantan Wakapolri Syafruddin Kambo
Meski demikian, ia tetap menghargai pilihan politik mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK).
Baca Selengkapnya