Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Bisnis video streaming tidak mengancam bisnis bioskop

Bisnis video streaming tidak mengancam bisnis bioskop CEO Hooq. ©2016 Merdeka.com/M Syakur Usman

Merdeka.com - Aplikasi video streaming atau layanan video on demand (VoD) di Indonesia semakin marak di awal tahun ini. Layanan over the top (OTT) ini semakin marak, didorong semakin besarnya penetrasi internet di tanah air. Salah satu pelaku OTT ini yang ingin menjajal peruntungannya di pasar Indonesia adalah HOOQ, penyedia layanan VoD di Asia yang dibangun oleh tiga perusahaan, yakni SingTel, Sony Pictures Television, dan Warner Bros Entertainment. Sebelumnya HOOQ juga hadir di Filipina, Thailand, dan India.

Di Indonesia, HOOQ bersaing dengan layanan sejenis yang lebih dulu eksis macam Netflix, Tribe, dan iFlix yang belakangan hadir. Menawarkan 10.000 judul film dan serial TV dengan total durasi 35.000 jam dan metode pembayaran lewat pulsa telepon seluler, HOOQ memiliki kans untuk berhasil di republik ini.

Apalagi secara global, market size layanan VoD luar biasa besar. Menurut MarketsandMarkets.com, bisnis VoD diprediksi tumbuh menjadi US$ 61,4 miliar pada 2019 dari US$ 25,3 miliar di 2014. Ada pertumbuhan rata-rata per tahuan 19,4%, dengan potensi pasar terbesar ada di Amerika Utara dan Asia Pasifik. Nah, untuk mengetahui visi dan rencana bisnis HOOQ di Indonesia, M Syakur Usman dan Fauzan Jamaludin dari Kapanlagi Network (KLN) menemui Guntur Siboro, orang nomor satu HOOQ Indonesia, baru-baru ini. Berikut petikannya:

Apa fokus HOOQ Indonesia di tahun pertama ini?

Telekomunikasi dan hiburan itu sama, kebutuhan semua orang, baik di segmen atas, tengah, maupun bawah. Laki-laki atau perempuan, semua ras, semua agama, dan lain-lain. Jadi semua butuh hiburan. Konten hiburan ini terbuka untuk banyak pemain, seperti telekomunikasi juga, meski terbatas dengan sumber daya frekuensi.

Berdasarkan survei HOOQ, kami tidak bisa menyasar semua konten. Jadi dari sisi konten, kami fokus ke konten film dan serial TV, baik asing maupun Indonesia. Ini sesuai dengan tagline HOOQ, yakni Best Hollywood, Best Local. HOOQ sudah launching di India dan Filipina, yang selalu penekanannya pada konten lokal.

Apa target HOOQ Indonesia dalam jangka pendek?

Ini susah, karena kami startup (perusahaan rintisan). Seperti startup lain, kami ini mengubah kultur/budaya. Kami ingin mengubah budaya hiburan ke layanan OTT. Sama seperti aplikasi Go-Jek di Indonesia, yang mengubah budaya. Namun, enaknya di aplikasi ride sharing seperti Go-Jek dan lain-lain, budaya itu cepat diterima, karena menawarkan harga lebih murah, mudah, dan kepastian harga.

Problem kami di industri konten film, bagaimana mengubah kultur, jika ada layanan yang lebih murah? Dibanding menonton film di bioskop, layanan kami memang lebih murah. Tapi ada opsi lain di industri kami, yakni ada konten gratisan. Download konten film secara gratis. Jadi di industri konten film tidak segampang Go-jek atau Uber. Tapi itulah tantangan kami.

Bagaimana target dari sisi profit?

Perusahaan konten film, seperti Netflix, butuh 5-6 tahun untuk profit. Mungkin sekarang bisa lebih cepat. Tapi itu pasar AS, yang adopsi terhadap hal baru lebih cepat. Yang pasti banyak faktor. Intinya, tidak ada investor yang mau investasi, jika satu waktu tidak untung.

Bisa dijelaskan positioning HOOQ dibandingkan layanan sejenis?

Saat ini layanan video streaming yang paling advance adalah Netflix. Namun, Netflix sangat Amerika sentrik. Sedangkan HOOQ cenderung lebih lokal, lebih regional.

Prinsip kami, HOOQ adalah Asian company, made for Asian, and in Asian ways.

Sebagai orang sangat pengalaman di industri telekomunikasi, TV berbayar, dan kini OTT, apa yang menjadi kunci sukses HOOQ di Indonesia?

Ada dua hal yang menjadi kunci sukses kami ke depan. Pertama, budaya, bagaimana mengubah budaya hiburan masyarakat Indonesia ke layanan OTT. Kedua, terkait mobile internet, karena ini yang paling banyak diakses orang Indonesia dan internet rumahan masih jarang, maka kestabilan akses internet dan kuota layanan data menjadi sangat penting. Untuk itu, secara internal kami membangun momentum ini lewat kegiatan promosi dan konten. Seperti melakukan kegiatan lauching di Jakarta dan Bandung pada bulan lalu. Sejak hari pertama dan masa trial 7 hari, aplikasi HOOQ sudah diakses oleh 10.000 pengguna.

Bagaimana dengan strategi harga, apakah masih single tarif Rp 49.500 per bulan?

Kami menggunakan single tarif, karena kalau tarifnya kompleks, maka penggunanya akan pusing. Untuk start pertama, kami menggunakan satu pricing dan unlimited. Jadi pengguna tidak usah pusing soal tarif layanan. Nanti jika sudah teredukasi, kami akan tawarkan model tarif baru. Hanya industri mature yang bisa menerapkan tarif kompleks, seperti industri telekomunikasi dan otomotif.

Bukankah layanan VoD ini mengancam industri bioskop?

Industri ini punya standar global, karena saling melindungi. Jelasnya, sejak satu film tayang perdana di bioskop, rata-rata butuh waktu 18 bulan untuk bisa ditonton di platform lain seperti secara streaming. Namun, jika kami menjadi sponsor satu film, kami tidak harus menunggu hingga 18 bulan, tapi cukup 4 minggu, setelah premiere di bioskop. Industri film ini diatur, supaya masih banyak yang menonton film di bioskop. Jika tidak diatur, bioskop juga tidak mau membeli konten film. Lagipula ada manfaat juga satu film tayang lebih dulu di bioskop, yakni sebagai promosi.

Sedangkan untuk konten serial TV tidak ada aturan, bahkan bisa eksklusif. Artinya, jika hari ini tayang perdana di Amerika Serikat, di hari yang sama juga bisa ditonton di Indonesia.

Jadi layanan VoD tidak mengancam industri bioskop, karena ada standar dunia. Namun, tantangannya di Indonesia adalah saat tayang di bioskop, produk DVD ilegal ikutan beredar di pasar dengan kualitas semakin baik.

Seperti apa potensi pasar Indonesia dibandingkan Filipina, Thailand, dan India?

HOOQ sudah beredar di empat negara, tapi negara pertama baru diluncurkan setahun lalu, yakni Filipina. Jadi jarak waktunya masih dekat, sehingga setiap negara punya potensi sama besar.

Namun, berdasarkan faktor HOOQ Indonesia menawarkan single tarif, penetrasi mobile internet yang kian tinggi, dan metode pembayaran bisa dengan pulsa telepon, seharusnya potensi HOOQ Indonesia lebih tinggi dibandingkan tiga negara lain tersebut.

Tapi tentu tidak mudah, karena pesaing juga agresif di pasar. Misalnya iFlix di Filipina, yang memberikan gratis layanan selama satu tahun. Mereka bukan mencari untung, tapi mencari investor. Peduli apa subsidi, yang penting investor masuk. HOOQ tidak mencari investor, karena itu tidak sustainable. Kami adalah real sustainable company (HOOQ yang berdiri Januari 2015 ini sudah menyiapkan investasi US$ 100 juta untuk mengembangkan bisnisnya di Asia).

Seperti apa bisnis model untuk konten lokal?

Untuk konten lokal, kami membeli rights-nya selama 2 tahun. Namun, ada pula dibeli secara eksklusif, maksudnya konten tersebut hanya bisa ditonton di HOOQ, tapi tentu biayanya lebih mahal. Seperti saat kami membeli secara eksklusif film Ada Apa dengan Cinta (AADC) pertama. Repotnya di industri kreatif, nilai produk kreatif tidak ada benchmark harganya, sehingga biayanya relatif dan sangat bilateral.

Berapa besar porsi konten eksklusif di HOOQ?

Konten eksklusif tidaklah besar. Kami akan membeli konten secara eksklusif, jika menurut kami layak dan sesuai dengan kebutuhan, seperti membeli film AADC 1, karena film AADC 2 sedang tayang di bioskop. Jika konten eksklusif tidak dikelola, kami bisa kena biaya tinggi.

Apa benefit HOOQ bagi industri konten lokal?

Saya sangat ingin mendorong industri konten lokal, apalagi outlet dari film lokal masih kurang. Karena bioskop yang menayangkan film Indonesia juga masih rendah. Yang berjaya di bioskop Indonesia adalah film asing.

Jadi HOOQ menambah channel buat konten lokal, yang semula hanya dinikmati lewat TV berbayar, bioskop, dan TV free to air.

Untuk konten lokal, kami sudah bekerja sama dengan empat pihak, yakni MNC Content, TransMedia, Multivision Plus, dan 13 Entertainment. Kami akan eksplor dengan pihak lain yang memiliki konten supaya bisa dibeli rights-nya.

Sebagai perusahaan patung SingTel, mengapa tidak bekerja sama secara eksklusif dengan Telkomsel?

Eksklusif di Telkomsel? Saya kira tidak perlu, sebab hiburan ini kebutuhan semua orang. Di industri konten, jangan main eksklusif. Sebab kebutuhannya tidak melihat pelanggan operator tertentu. Pihak Telkomsel juga tidak mau tertutup bekerja sama dengan layanan OTT lain. Jadi kami tidak ada niat eksklusif dengan Telkomsel.

Secara pribadi, apa target Anda?

Secara pribadi, saya ingin mengubah konten kreatif lokal. Saya ingin Indonesia bukan hanya sebagai pasar, tapi menjadi pemasok konten global. Jangan seperti Google yang menjadikan Indonesia sebagai pasar saja. Saya justru salut dengan Baidu dari China, yang browser-nya menggunakan Bahasa Indonesia. Potensi China ini luar biasa, misalnya e-commerce-nya dinamakan Alibaba. Lalu ada smartphone Xiaomi. Nama-nama itu tidak kelihatan China, tapi sudah mendunia. Itu aspirasi saya, Indonesia jangan hanya jadi pasar, harus juga menjadi supplier konten.

Dari direktur di Indosat, CEO di pelaku TV berbayar, kini HOOQ Indonesia. Apa alasannya?

Saya melihat kelanjutan dari telekomunikasi adalah konten digital. Nah, mumpung belum terlalu tua, saya baru 51 tahun, saya terima tawaran HOOQ, apalagi ini industri konten, sehingga saya dipaksa untuk belajar lagi, harus tahu industrinya, isinya.

Sebenarnya insentif di perusahaan telekomunikasi lebih baik. Cuma di HOOQ ini lebih menantang. Tahun ini saya 51 tahun, tapi saya tidak ingin merasa cepat tua.

(mdk/war)
ATAU
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Berlangganan Amazon Prime Video dengan Cepat dan Mudah, Berikut Harganya

Berlangganan Amazon Prime Video dengan Cepat dan Mudah, Berikut Harganya

Amazon Prime Video menyajikan beragam layanan, salah satunya film internasional hingga lokal. Bagaimana cara berlangganannya?

Baca Selengkapnya
Strategi Vidio Jadi Platform OTT Nomor Satu di Indonesia, Kalahkan Netflix dan Disney+

Strategi Vidio Jadi Platform OTT Nomor Satu di Indonesia, Kalahkan Netflix dan Disney+

Konsumsi konten masyarakat Indonesia tidak hanya di platform televisi, tetapi seiring berjalannya waktu, mereka berpindah ke platform digital.

Baca Selengkapnya
Vidio Tawarkan Konten Indonesia Premium untuk Pelanggan Malaysia

Vidio Tawarkan Konten Indonesia Premium untuk Pelanggan Malaysia

Kemitraan ini memberikan penawaran tayangan streaming Vidio sebagai bagian dari paket Aneka Plus Pack Unifi TV.

Baca Selengkapnya
Kamu sudah membaca beberapa halaman,Berikut rekomendasi
video untuk kamu.
SWIPE UP
Untuk melanjutkan membaca.
Vidio Kini Tawarkan Konten Indonesia Premium untuk Pelanggan Malaysia

Vidio Kini Tawarkan Konten Indonesia Premium untuk Pelanggan Malaysia

Vidio meningkatkan pengalaman menonton pelanggan Malaysia

Baca Selengkapnya
Peringati 1 Tahun Terbentuknya AVISI: Bersama Temukan Solusi untuk Melawan Pembajakan Konten Ilegal

Peringati 1 Tahun Terbentuknya AVISI: Bersama Temukan Solusi untuk Melawan Pembajakan Konten Ilegal

AVISI menyelenggarakan kegiatan yang berjudul 'AVISI 2024 Indonesia Video Streaming Conference' dengan tema 'Anticipating Indonesia's Video Streaming Piracy Evo

Baca Selengkapnya
Mengenal Gambar Toong, Bioskop Keliling yang Selalu Ditunggu Anak-anak Sunda Tempo Dulu

Mengenal Gambar Toong, Bioskop Keliling yang Selalu Ditunggu Anak-anak Sunda Tempo Dulu

Dulu gambar toong sempat viral di masanya, anak-anak yang ingin menonton diharuskan membayar sebesar Rp5 sampai Rp10 rupiah

Baca Selengkapnya
Waria Ini Akui Tobat Setelah Nonton Film Siksa Api Neraka, Begini Potret Terbarunya yang Kembali Jadi Laki

Waria Ini Akui Tobat Setelah Nonton Film Siksa Api Neraka, Begini Potret Terbarunya yang Kembali Jadi Laki

Usai menonton film, pria yang dulunya akrab disapa Incess kini jadi tukang sampah dan ingin dipanggil Yanto.

Baca Selengkapnya
Vidio Merebut Kembali Posisi Sebagai OTT dengan Jumlah Subscriber Terbanyak di Indonesia

Vidio Merebut Kembali Posisi Sebagai OTT dengan Jumlah Subscriber Terbanyak di Indonesia

Vidio berhasil mengalahkan platform OTT global dan regional

Baca Selengkapnya
FOTO: Ini Strategi Vidio Jadi OTT Nomor 1 di Indonesia, Mampu Saingi Platform Global

FOTO: Ini Strategi Vidio Jadi OTT Nomor 1 di Indonesia, Mampu Saingi Platform Global

Berdasarkan jumlah pelanggan, Vidio merupakan platform OTT nomor satu di Indonesia dan mengungguli pemain lain seperti Viu, Disney Plus, hingga Netflix.

Baca Selengkapnya