Menilik Sejarah Imlek dan Maknanya Bagi Masyarakat Tionghoa, Kaya Akan Tradisi
Ilustrasi Imlek. ©Shutterstock/Thong Wing Hoong
Merdeka.com - Imlek adalah perayaan tahun baru yang disepakati oleh orang-orang Tionghoa pada etnis masyarakat Cina. Secara umum, Imlek merupakan peristiwa alam yang menunjukkan perubahan cuaca dari musim dingin kemusim semi. Keberadaan etnis Tionghoa atau lebih dikenal sebagai orang Cina ini mampu membawa warna tersendiri bagi masyarakat asli Indonesia.
Perayaan Tahun Baru China juga dikenal sebagai Chūnjié (Festival Musim Semi/Spring Festival), Nónglì Xīnnián (Tahun Baru), atau Guònián atau sin tjia. Kata Imlek "Im" berarti bulan, dan "Lek" berarti penanggalan. Ini berasal dari dialek Hokkian atau mandarinya yin li yang berarti kalender bulan.
Perayaan tahun baru imlek merupakan perayaan tradisi tertua dan terpenting dalam kehidupan komunitas Tionghoa. Di luar daratan China, Tahun Baru China lebih dikenal sebagai Tahun Baru Imlek dan merupakan hari raya paling penting dalam masyarakat China.
Berikut ini adalah uraian lengkap mengenai sejarah Imlek dan maknanya bagi masyarakat Tionghoa secara umum yang menarik untuk diketahui.
Perhitungan Perayaan Imlek
Melansir H. Hasanah dari UIN Walisongo Semarang dalam Jurnal Penelitian, perayaan Tahun Baru Imlek dirayakan pada tanggal 1 hingga tanggal 15 pada bulan ke-1 penanggalan kalender China yang menggabungkan perhitungan matahari, bulan, 2 energi yin yang, konstelasi bintang atau astrologi shio, 24 musim, dan 5 unsur.
Perayaan tahun baru imlek dimulai di hari pertama bulan pertama (bahasa Tionghoa; pinyin: zhēng yuè) di penanggalan Tionghoa dan berakhir dengan Cap Go Meh di tanggal kelima belas (pada saat bulan purnama).
Malam tahun baru imlek dikenal sebagai Chúxī yang berarti “malam pergantian tahun”. Karena seperlima penghuni bumi ini adalah orang China, maka Tahun Baru China hampir dirayakan oleh seluruh pelosok dunia di mana terdapat orang China, keturunan China atau pecinan.
Banyak bangsa yang bertetangga dengan China turut merayakan Tahun Baru China seperti Taiwan, Korea, Mongolia, Vietnam, Nepal, Mongolia, Bhutan, dan Jepang. Khusus di daratan China, Hong Kong, Macau, Taiwan, Singapura, Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand dan negara-negara yang memiliki penduduk beretnis China, Tahun Baru China dirayakan dan sebagian telah berakulturasi dengan budaya setempat.
Pandangan Keagamaan tentang Imlek
Masyarakat Tionghoa memiliki 3 pandangan keagamaan yaitu, Kunfusianisme, Bhudisme, dan Taoisme. Ketiga pandangan ini saling berdampingan satu sama lain, damai dalam kerukunannya dan bahkan saling mempengaruhi satu sama lain.
Perayaan-perayaan agama dalam tradisi Tionghoa sangatlah kental dan berperan penting sehingga tradisi ini dilakukan terus menerus, yang pada masa sebelumnya terbentuk dari kebudayaan dalam etnis orang Tionghoa.
Perayaan Imlek termasuk dalam agama Koghucu, di mana agama ini memasukkan perayaan tradisi Imlek menjadi salah satu ibadahnya yaitu sembahyang Imlek. Sementara dalam Taoisme, saat merayakan Imlek umat Tao diharuskan untuk melakukan pemujaan pada leluhur terdahulu.
Sejarah Imlek di Indonesia
Telah umum diketahui bahwa pada tahun 1968-1999, di Indonesia perayaan tahun baru Imlek dilarang untuk diselenggarakan di depan umum dan dalam wilayah publik. Melalui Instruksi Presiden Nomor 14 Tahun 1967, rezim Orde Baru di bawah pemerintahan Presiden Soeharto, melarang segala hal yang berbau Tionghoa, di antaranya Imlek ataupun perayaan-perayaan keagamaan yang dilakukan etnis Tionghoa.
Namun masyarakat keturunan Tionghoa di Indonesia kembali mendapatkan kebebasan merayakan tahun baru Imlek pada tahun 2000 ketika Presiden Abdurrahman Wahid mencabut Inpres Nomor 14/1967. Keputusan Presiden Nomor 19/2001 tertanggal 9 April 2001 meresmikan Imlek sebagai hari libur fakultatif (hanya berlaku bagi mereka yang merayakannya).
Baru pada tahun 2002, Imlek resmi dinyatakan sebagai salah satu hari libur nasional oleh Presiden Megawati Soekarnoputri dan berlaku sejak 2003. Imlek kini menjadi salah satu wujud kekayaan kultural yang telah berhasil menempati ruang hati masyarakat Indonesia dan mampu memberikan makna baru bagi perkembangan akulturasi budaya Jawa-Cina, mengutip P. Hariyono dalam buku Kultur Jawa dan Cina: Pemahaman Menuju Asimilasi Kultural.
Makna Kultural dalam Sejarah Imlek
Mengutip I. Wibowo dalam buku Retrospeksi dan Rekontektualisasi Masalah Cina, pada setiap perayaan Imlek terdapat makna kultural yang menjadi simbol kekuatan etnis Tionghoa. Menurut Shu Dangpo, semua aspek dalam perayaan Imlek memiliki maknanya tersendiri. Pada tanggal 30 bulan terakhir dalam penanggalan Yinli, perayaan tahun baru sebenarnya telah dimulai.
Pada saat ini, semua anggota berkumpul dan mengadakan jamuan makan bersama sebagai wujud perpisahan dengan tahun lalu dan menyambut tahun baru. Makanan yang biasa dimakan adalah Jiaozi dan Ikan. Makna dari Jiaozi adalah makan makanan yang biasa dikonsumsi oleh orang kaya maupun miskin. Tidak ada perbedaan tingkat kesenjangan sosial karena makanan ini merupakan makanan favorit orang cina sejak dulu.
Ikan memiliki makna "berlebihan". Artinya, mengonsumsi ikan melambangkan kelebihan rejeki. Selain itu, masyarakat Tionghoa juga minum arak sebagai upaya menghalau bencana, menyembuhkan penyakit, serta membuat orang tetap sehat dan panjang umur.
Pada malam tahun baru, semua orang tidak tidur dan rumah dibiarkan dalam keadaan terang. Kegiatan ini memiliki makna agar setiap roh jahat keluar dari tempat persembunyian dan menghilang. Tepat jam 12 malam, semua orang mengenakan pakaian baru serta mengunjungi kerabatnya sambil mengucapkan selamat tahun baru. Ucapan ini merupakan bentuk ucapan syukur dan doa kepada kerabat agar semua hal dapat berjalan baik.
Ada kebiasaan khusus bagi orang yang telah tua, yakni memberikan uang yang dibungkus kertas kepada yang lebih muda, dan di Indonesia disebut dengan angpau. Makna kebiasaan ini adalah mewujudkan rasa kasih dan sayang kepada seluruh anggota keluarga, dan kerabat serta memiliki makna menekan kekuatan jahat, dan melindungi anak-anak mereka dari pengaruh jahat.
Hari kedua merupakan hari mengunjungi kerabat dan teman, masing-masing akan membawa permen, kue dan buah jeruk. Makna simbol ini melambangkan hari yang manis, giok (keindahan) dan emas (kemewahan), memiliki makna harapan tahun depan mendapatkan kemuliaan hidup yang lebih baik, bahagia, indah dan mewah.
Hari ketiga merupakan hari untuk membersihkan rumah. Makna tradisi ini adalah sebagai upaya membuang kesialan. Pada hari ini seluruh orang Tionghoa berdiam di rumah dan tidak keluar rumah untuk menemukan kedamaian dan kesejahteraan yang disimbolkan masuk ke dalam rumah.
Pada hari keempat adalah hari para perempuan berkunjung ke rumah orang tua mengajak serta anak-anaknya, dengan membawakan hadiah kepada orang tua sebagai wujud menyenangkan dan membahagiakan orang tua. Hari kelima adalah hari turunnya dewa dari langit untuk mengadakan inspeksi di dunia. Pada hari ini orang-orang akan memuja, berdoa, dan memohon rahmat.
Hari ini menandakan berakhirnya rangkaian kegiatan perayaan imlek. Selanjutnya adalah acara puncak keramaian di bulan pertama yang jatuh tanggal 15 yang ditandai dengan festival barongsai dan lilin.
[edl]
Baca Selanjutnya: Perhitungan Perayaan Imlek...
Ingatlah untuk menjaga komentar tetap hormat dan mengikuti pedoman komunitas kami