Intip Tradisi Labuhan Sarangan, Berdoa Semalam Utuh Tidak Tidur Sambut Ramadan
Merdeka.com - Masyarakat di Desa Sarangan, Kecamatan Plaosan, Kabupaten Magetan, Jawa Timur memiliki tradisi khusus untuk menyambut datangnya bulan suci Ramadan, yakni upacara Labuhan Sarangan. Tradisi ini dilaksanakan pada hari Jumat pon di bulan Syaban. Namun, jika pada bulan tersebut tidak ada hari Jumat pon, maka Upacara Labuhan Sarangan digelar lebih awal yakni pada hari Jumat pon di bulan Rajab.
Menariknya, bukan hanya masyarakat asli Sarangan yang terlibat dalam tradisi ini, melainkan juga warga dari daerah lain yang merasa meraup manfaat dari sektor wisata Telaga Sarangan. Pelaksanaan tradisi ini dibagi menjadi dua jenis, pertama yang bersifat sakral dan dikhususkan bagi masyarakat setempat. Selanjutnya, kegiatan yang dikemas sebagai paket wisata dan bertujuan untuk menarik wisatawan sebanyak-banyaknya.
Pelaksanaan Labuhan Sarangan
Dikutip dari Jurnal Kajian Etnografi Upacara Labuhan Sarangan di Telaga Sarangan, Kelurahan Sarangan, Kecamatan Plaosan, Kabupaten Magetan, dilansir journal.unair.ac.id, rangkaian kegiatan upacara Labuhan Sarangan dilaksanakan selama empat hari, mulai Kamis hingga Minggu.
Acara pada hari Kamis dan Jumat merupakan acara sakral yang hanya bisa diikuti masyarakat setempat. Selanjutnya, acara pada Sabtu dan Minggu yang diinisiasi Pemerintah Kabupaten Magetan dikemas dalam paket wisata bagi wisatawan domestik maupun mancanegara.
Acara yang banyak menyita perhatian wisatawan yakni larung Tumpeng Agung Gono Bahu yang dilaksanakan pada hari Minggu.
Acara Sakral
©2021 Merdeka.com/kominfo.magetan.go.id
Tradisi sakral yang hanya diikuti masyarakat setempat biasanya digelar sederhana. Saat pelaksanaan bersih desa, ada beberapa hiburan tradisional yang wajib ada.
Selain itu ada beberapa perlengkapan seperti panggang tumpeng, kembang sekaran (kembang abang putih, kembang telon), arang-arang kambang, jenang,sengkolo, hasil bumi (hulu wektu), kemenyan (menyan cunduk), pisang raja (gedhang rojo ayu), tumpeng robyong, tumpeng rasulan (tumpeng tengel), pitek tulak, dan kambing kendhit.
Sementara itu, kegiatan yang dilakukan Pemkab Magetan dikemas meriah dengan berbagai macam hiburan. Dalam pelaksanaannya, ada tumpeng raksasa dan gunungan hasil bumi yang dilarung bersama dengan Tumpeng Agung Gono Bahu. Perlengkapan yang digunakan dalam acara ini sama dengan acara sakral yang dikhususkan bagi masyarakat setempat. Hanya saja dalam acara ini tidak ada kambing kendhit.
Tidak Tidur Semalam Suntuk
©2021 Merdeka.com/kominfo.magetan.go.id
Tradisi Labuhan Sarangan sudah berlangsung sejak zaman nenek moyang terdahulu. Pada tahun 1985 tradisi ini mulai dikemas sebagai paket wisata untuk menarik para wisatawan.
Pelaksanaannya, pada Kamis sekitar pukul 16.00 WIB, warga melakukan kegiatan kirim doa di makam yang berada di Pulau Pasir yang berada di tengah Telaga Sarangan. Selanjutnya, pada Kamis malam dilakukan kegiatan tirakatan atau tidak tidur semalam suntuk. Dalam kegiatan ini, seluruh warga yang datang memanjatkan doa kepada Allah SWT. Tujuannya untuk meminta keselamatan. Dalam acara tirakatan ini, ada hiburan Tari Gambyong.
Selanjutnya, pada pukul 00.00 WIB dilakukan pageran deso atau menanam kaki kambing kendhit di empat penjuru arah desa (sukupat atau majupat), tepatnya di setiap sudut gapura desa.
Pada Jumat pagi, kegiatan diawali dengan kedatangan ibu-ibu warga Sarangan membawa tumpeng lengkap beserta makanan yang ada di dalam rantang. Kemudian arak-arakan pembawa tumpeng yang akan dilabuh membawa tumpeng dari balai kelurahan sampai tempat pelaksanaan tradisi. Arak-arakan pembawa tumpeng antara lain terdiri dari cucuk laku atau subuho manggolo, sesepuh adat Sarangan, lurah dan ibu lurah, dan kelompok kejawen.
Setelah sampai kepunden, tumpeng siap untuk dibacakan doa dan dilabuh di tengah telaga. Kegiatan pada hari Jumat diakhiri dengan kegiatan makan bersama (kembul bujono) tumpeng yang dibawa oleh warga Sarangan.
Selain menjadi kegiatan bersih desa masyarakat setempat, Labuhan Sarangan merupakan agenda tahunan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Kabupaten Magetan yang dikemas dalam bentuk paket wisata. Tujuannya untuk mengembangkan potensi wisata Telaga Sarangan dan lebih mengenalkan Telaga Sarangan beserta tradisi yang ada di wilayah setempat.
(mdk/rka)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
5 Tradisi Masyarakat Sumatra Utara Menyambut Datangnya Ramadan, Salah Satunya Pesta Tapai
Di Provinsi Sumatra Utara, masyarakat menyambut bulan suci ini dengan ragam tradisi yang berbeda-beda dan tentunya penuh makna.
Baca SelengkapnyaMengenal Maapam, Tradisi Memasak Apam Khas Pasaman Barat Sambut Bulan Ramadan
Dalam menyambut bulan penuh berkah, masyarakat Pasaman Barat memiliki salah satu tradisi unik yang sudah diwariskan secara turun-temurun.
Baca SelengkapnyaMengenal Balimau Kasai, Tradisi Bersuci Sambut Hari Ramadan Khas Masyarakat Kampar Riau
Dalam menyambut bulan Ramadan, setiap daerah memiliki tradisinya masing-masing yang unik dan penuh makna.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Mengenal Marandang untuk Sambut Ramadan, Tradisi Masyarakat Minangkabau yang Tak Lekang oleh Waktu
Bedanya memasak rendang untuk sambut Ramadan adalah masakannya akan disajikan untuk santap sahur pertama.
Baca SelengkapnyaMengenal Tradisi Papajar, Cara Orang Sunda Sambut Hari Pertama Ramadan
Kenalan lebih dekat dengan tradisi Papajar untuk menyambut bulan suci Ramadan ala masyarakat Sunda.
Baca SelengkapnyaMengenal Tradisi Tonggeyamo, Cara Unik Menentukan Tanggal 1 Ramadan ala Masyarakat Gorontalo
Selain dengan cara melihat hilal untuk menetapkan Bulan Ramadan, di Gorontalo memiliki tradisi yang unik dan berlangsung secara turun-temurun.
Baca SelengkapnyaSambut Bulan Suci Ramadan, Begini Serunya Tradisi Nyadran Ala Masyarakat Desa di Boyolali
Di balik pelaksanaannya, tradisi Nyadran memiliki nilai-nilai sosial budaya yang terkandung di dalamnya.
Baca SelengkapnyaTradisi Kearifan Lokal Merekatkan Kerukunan Antar-Umat di Tanah Air
Perayaan Idul Fitri di berbagai daerah biasanya dipadukan dengan kebiasaan masyarakat justru menguatkan semangat toleransi.
Baca SelengkapnyaSambut Ramadan dengan "Perang Air", Ini Makna di Balik Tradisi Gebyuran Bustaman di Semarang
Tradisi ini sudah ada sejak tahun 1743 dan diwariskan secara turun-temurun.
Baca Selengkapnya