Sama-sama Ditandai Batuk, Ini Beda Covid-19 dan Penyakit Paru Obstruktif Kronis
Merdeka.com - Virus corona Covid-19 yang merebak di Indonesia sejak Maret 2020 membuat banyak orang khawatir. Perbedaan gejala spesifik Covid-19 antara satu orang dengan yang lain, bisa membuat orang cepat panik ketika mengalami salah satu gejala saja. Misalnya ketika mengalami sesak napas, ada yang berpikiran mengalami Covid-19.
Tidak semua sesak napas termasuk Covid-19. Diagnosis Covid-19 perlu melewati pemeriksaan khusus yakni RT PCR (swab test) yang mendeteksi materi genetik virus dan tes lain terkait. Sementara sesak napas lain yang perlu diperhatikan ialah penyakit paru obstruktif kronis (PPOK).
Mengutip laman kemkes.go.id, PPOK yang dulunya bernama Penyakit Paru Obstruktif Menahun ini ditandai adanya perlambatan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversibel. Perlambatan ini umumnya bersifat progresif dan berkaitan dengan respons inflamasi yang abnormal terhadap partikel atau gas iritan.
Ada dua gejala PPOK dan Covid-19 yang sama, yakni sesak napas dan batuk. Bedanya, penderita PPOK mengalami batuk berdahak lebih banyak ketimbang penderita Covid-19.
"Orang PPOK kebanyakan punya dahak. Sedangkan pada orang dengan Covid, agak lebih banyak yang tidak berdahak. Jadi batuknya kering," kata dr. Budhi Antariksa, Sp.P (K), PhD, dokter ahli kesehatan paru dalam bincang Instagram Live 'Pejuang Penyakit Paru Kronik di Masa Pandemi' yang diselenggarakan oleh komunitas Sepenuh Napas bekerjasama dengan Klikdokter belum lama ini.
Perwakilan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PPDPI) itu melanjutkan bahwa secara garis besar Covid-19 disertai gejala lain seperti demam, nyeri otot, flu, diare, hingga berkurangnya daya penciuman. Sementara PPOK jarang ditandai demam dan tidak disertai gejala yang dialami penderita Covid-19.
Saat Covid-19 disebabkan virus corona, PPOK lebih dipicu partikel-partikel polusi udara yang berbahaya bagi pernapasan dan kebiasaan merokok.
Selanjutnya.
Sejauh ini, vaksin Covid-19 masih dalam tahap penelitian, sementara untuk mengatasi PPOK wajib mengikuti arahan dokter. Pengobatan yang diberikan dokter untuk PPOK biasanya ditujukan untuk mengobati keluhan sesak dan batuk. Ditambah juga latihan pernapasan untuk menambah asupan oksigen di paru dan tubuh. Ditekankan pula bagi perokok aktif untuk segera berhenti merokok agar PPOK yang diderita tidak semakin parah.
"Bagi yang bekerja di pabrik atau perusahaan cat atau zat kimia, harus pakai alat pelindung diri seperti masker dan lainnya. Harusnya juga ada penilaian paru pekerja secara berkala. Yang perokok pasif, usahakan jangan sampai kena asap perokok," jelas Budhi.
Dalam masa pandemi seperti sekarang, baik penderita PPOK, Covid-19, maupun yang masih sehat harus disiplin mematuhi protokol kesehatan 3M yakni memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak aman dengan orang lain.
Bagi penderita PPOK yang umumnya berusia 50 tahun ke atas, Budhi menekankan untuk menahan diri keluar rumah.
"Untuk PPOK 50 tahun ke atas, terutama ada gejala sesak dari parunya, ya kalau dalam keadaan pandemi mau nggak mau dia tetap harus three (3) M. Usahakan jangan ke mana-mana. Jangan terlalu banyak kontak dengan orang luar, alias di rumah saja," terang Budhi.
Budhi melanjutkan bahwa untuk menjaga kondisi tetap fit saat pandemi, orang dengan PPOK bisa memulai kebiasaan baik lain seperti berjemur untuk mendapatkan vitamin D sang surya agar sistem imun tubuh semakin kuat, latihan pernapasan lewat berenang, dan tidak melewatkan asupan makanan dan minuman bergizi.
Laporan oleh: Azizta Laksa Mahardikengrat
(mdk/snw)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Apa Perbedaan dari Istilah Akut dan Kronis pada Penyakit?
Istilah akut dan kronis pada penyakit merujuk pada dua kondisi yang berbeda dan perlu kita pahami.
Baca SelengkapnyaAntisipasi Covid-19 dan Pneumonia, 5 Pendeteksi Suhu Tubuh Dipasang di Bandara I Gusti Ngurah Rai
Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai mengantisipasi lonjakan Covid-19 dan temuan mycoplasma pneumonia di luar negeri.
Baca SelengkapnyaKemenkes Temukan Kasus Covid-19 Varian JN.1 di Jakarta dan Batam
Covid-19 varian JN.1 dilaporkan berkaitan erat dengan varian BA.2.86 dan dikhawatirkan dapat mempengaruhi pola penularan dan tingkat keparahan penyakit.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Kasus Covid-19 Naik Lagi, Penumpang Pesawat di Bandara Diimbau untuk Pakai Masker
Bandara sebagai pintu masuk pertama perlu melakukan persiapan terkait mitigasi Covid-19.
Baca SelengkapnyaKenali Perbedaan yang Muncul dari Kecemasan dan Panik yang Dialami Seseorang
Penting untuk mengenali perbedaan apa itu kecemasan dan panik untuk menemukan cara mengatasi yang tepat.
Baca Selengkapnya5 Fakta Sosok Febryanti Mulyadi, Kanit PPA Polres Klaten yang Viral
Penampilannya saat tak memakai seragam polisi tampak berbeda bikin pangling.
Baca SelengkapnyaBlak-blakan Menkes soal Kenaikan Kasus Covid-19 JN.1
Hingga 19 Desember 2023, jumlah kasus Covid-19 JN.1 mencapai 41 kasus.
Baca SelengkapnyaPenyebab Selesma dan Gejalanya yang Perlu Diwaspadai, Kenali Cara Mencegahnya
Selesma adalah infeksi virus yang menyerang saluran pernapasan bagian atas, seperti hidung dan tenggorokan.
Baca SelengkapnyaAda Faktor Pancaroba, Ini 3 Penyebab Kenaikan Kasus Covid-19 di Jakarta
Dinas Kesehatan (Dinkes) DKI Jakarta mengungkapkan tiga penyebab kenaikan kasus Covid-19.
Baca Selengkapnya