Angkat Martabat Petani, Pemuda Milenial Ini Olah Singkong jadi Tepung Mocaf
Merdeka.com - Riza Azyumarridha Azra (28) pada awalnya tidak pernah berpikir untuk berbisnis singkong. Sebagai aktivis pemuda yang tergabung di dalam Sekolah Inspirasi Pedalaman Banjarnegara, dulunya dia bersama teman-teman komunitasnya rutin berkunjung ke desa-desa pedalaman setiap akhir pekan. Kegiatan itu dilakukan untuk memberi inspirasi pada anak-anak yang putus sekolah agar mau melanjutkan sekolahnya.
Pada suatu hari, saat Riza sedang mengadakan kegiatan di sebuah desa, ada seorang petani singkong yang menangis di hadapannya dan teman-teman komunitasnya. Petani tersebut mengadu jika singkong yang dihasilkan para petani pada waktu itu hanya dihargai Rp200 per/kg. Hal inilah yang membuat singkong-singkong di sana dibiarkan membusuk di lahan-lahan.
Fenomena itu terjadi tak hanya di satu tempat, melainkan di banyak daerah yang tersebar di seluruh Kabupaten Banjarnegara. Padahal, kabupaten itu merupakan penghasil singkong terbesar kedua se-Jawa Tengah.
Melihat kenyataan tersebut, pemuda lulusan teknik elektro itu tergerak hatinya untuk bisa menyelesaikan permasalahan yang dihadapi para petani singkong. Riza dan teman-temannya pun mencoba berkonsultasi dengan para pakar singkong untuk menemukan solusi dari masalah itu.
Lalu apa solusi yang diberikan para pakar kepada Riza dan kawan-kawan? Berikut selengkapnya:
Diolah jadi Mocaf
©YouTube/Kementerian Pertanian
Dari hasil konsultasi itu, semua pakar yang ia temui menyarankan agar singkong dari para petani diolah menjadi Mocaf. Mocaf sendiri merupakan kepanjangan dari Modified Cassava Flour, atau tepung singkong yang termodifikasi. Tepung Mocaf ini memiliki karakteristik yang hampir sama dengan tepung terigu.
Dari situlah Riza dan kawan-kawan kemudian mulai belajar tentang Tepung Mocaf ini. Selain itu dari riset yang dilakukan, ia menemukan fakta bahwa Indonesia merupakan penghasil singkong terbesar nomor dua di dunia setelah Brazil. Namun di sisi lain, Indonesia juga merupakan pengimpor tepung terigu terbesar di dunia.
“Ini sangat ironis. Di satu sisi dari Sabang sampai Merauke ada singkong, tetapi banyak petani singkongnya yang hidup di bawah kesejahteraan normal, tapi di sisi lain Indonesia pengimpor terigu terbesar. Dan dari kalangan atas hingga ke bawah semuanya mengonsumsi terigu. Bahkan di kampung kami, jajanan mendoan yang menjadi makanan lokal, tapi ironisnya salah satu bahannya dari tepung terigu yang impor,” jelas Riza dikutip dari YouTube Kementerian Pertanian.
Mendampingi Petani
©YouTube/Kementerian Pertanian
Setelah berhasil mengembangkan Mocaf, Riza dan kawan-kawannya mendirikan sebuah gerakan bernama Rumah Mocaf. Melalui gerakan itu, mereka terjun ke desa-desa untuk mendampingi para petani membuat singkong menjadi tepung mocaf. Tapi bukannya menyelesaikan permasalahan, masalah baru muncul di mana mereka tidak bisa menjual produk yang mereka hasilkan.
“Pada awalnya kita pure 100 persen pemberdayaan dan tidak berpikir sama sekali untuk bisnis. Tapi karena masalah itu, akhirnya kami putuskan untuk membuat rumah besar bernama Rumah Mocaf Indonesia,” kata Riza.
Tiga Klaster
©YouTube/Kementerian Pertanian
Melalui Rumah Mocaf Indonesia, pemberdayaan untuk memaksimalkan singkong terdiri dari tiga klaster. Klaster pertama adalah para petani singkong, klaster kedua adalah ibu-ibu pengrajin mocaf, dan anak-anak muda.
Di klaster pertama, para petani singkong yang sering mengalami kerugian atas hasil panen singkongnya diberdayakan bagaimana bertani singkong dengan benar seperti mengolah pupuknya, mengelola lahan, dan bagaimana menghasilkan singkong yang berkualitas.
Sementara itu di klaster yang kedua, ibu-ibu yang dulunya tidak memiliki pekerjaan diberdayakan untuk mengolah singkong menjadi tepung mocaf, seperti mengupas kulit, melakukan proses fermentasi dan sebagainya.
Di klaster ketiga, para anak muda setempat diberdayakan untuk melakukan pengemasan terhadap produk, serta menjalin kerja sama dengan instansi-instansi terkait agar produk mocaf yang dihasilkan bisa diterima oleh masyarakat luas.
Demokratisasi Ekonomi
©YouTube/Kementerian Pertanian
Riza mengungkapkan ketiga klaster itu duduk bersama dalam menentukan harga pokok produksi (HPP) singkong yang mereka hasilkan. Harga singkong mereka pun terangkat, dari yang awalnya Rp200 per/kg menjadi minimal Rp1.500 per/kg.
Dengan menentukan harga bersama, antara satu sama lain tidak ada yang ditutup-tutupi dan tidak ada yang merasa dirugikan. Bahkan petani singkong tahu harga produk mocaf yang akan dijual ke pasaran. Riza mengistilahkan hal ini dengan nama "demokratisasi ekonomi".
Dengan adanya "demokratisasi ekonomi", literasi finansial petani terbangun dan mereka tak lagi mudah dipermainkan oleh para tengkulak, serta ibu-ibu petani yang tadinya menganggur jadi memiliki pekerjaan. Selain itu para pemuda yang tadinya menganggap sebelah mata pekerjaan bertani singkong bisa terbangun kesadarannya untuk terjun ke dunia pertanian.
“Bahkan singkong saja yang dianggap makanannya orang-orang pinggiran, ternyata ketika diolah oleh anak-anak muda bisa menghasilkan sesuatu yang bernilai jual tinggi,” kata Riza.
(mdk/shr)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Pastikan Daging Aman Dikonsumsi Warga, Pemkab Banyuwangi Sidak Pasar dan RPH
Petugas membawa beberapa alat untuk mengecek kondisi daging yang dijual oleh pedagang.
Baca SelengkapnyaCerita Petani Pisang Pernah Sedekahkan Hasil Panen Sebanyak 1 Ton, Ternyata Jadi Jalan Pembuka Rezeki
Kisah petani pisang yang buka jalan rezekinya dengan cara bersedekah.
Baca SelengkapnyaMahasiswa Nekat Bikin Usaha Jamur, Modal Rp100.00 Kini Raup Omzet Rp40 Juta Sekali Panen
Usahanya membuka peluang lapangan pekerjaan baru bagi teman-teman ataupun lingkungan sekitar.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Pengusaha Ngeliwet Bikin Ngiler, Makan Sambal Jengkol Nikmat Sampai Geleng-Geleng
Seorang pengusaha asal Jakarta, Arsjad Rasjid membagikan momen makan nasi liwet bareng ibu-ibu dan petani di Karawang.
Baca SelengkapnyaWarga Indonesia Beli Gula & Kopi Jalan Kaki ke Malaysia, Prajurit TNI Langsung Memeriksanya 'Lain kali belanja di Indonesia Ya'
Masyarakat perbatasan di Kecamatan Entikong, Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat memilih belanja kebutuhan rumah tangga ke Malaysia dengan berjalan kaki.
Baca SelengkapnyaTinggi dan Ganteng Putra Diah Permatasari Pertama Kali Nyoblos Acungkan Kelingking
Marco anak Diah Permatasari baru pertama kali nyoblos untuk pemilu. Penasaran seperti apa foto-fotonya?
Baca SelengkapnyaPemuda 20 Tahun Ini Tak Kenal Gengsi, Lulus SMA Langsung Terjun Bisnis Bawang Goreng dan Kini Tinggal Menikmati Hasil
Adit merasa, dari pada bekerja untuk orang lain, lebih baik dia mengembangkan usaha keluarganya agar lebih sukses.
Baca SelengkapnyaHidupnya Mengais Makanan dari Tong Sampah Mirip Gelandangan, Tapi Ternyata Miliuner yang Punya 10 Rumah
Hidupnya Mengais Makanan dari Tong Sampah Mirip Gelandangan, Tapi Ternyata Miliuner yang Punya 10 Rumah
Baca SelengkapnyaPria ini Kena Tipu Ratusan Juta Malah Tambah Sukses, Padahal Cuma Jualan Bawang Goreng
Sempat ditipu hingga ratusan juta, pengusaha bawang goreng satu ini justru makin sukses dengan penghasilan mencapai ratusan juta.
Baca Selengkapnya