Mengenal Kesenian Rhodat, Tarian Sambut Idulfitri Ala Warga Bantul
Merdeka.com - Momen perayaan Hari Raya Lebaran biasanya disambut dengan meriah oleh jutaan umat muslim di Indonesia. Caranya pun bermacam-macam. Ada yang menyambutnya dengan baju lebaran baru ataupun dengan mempertunjukkan kesenian unik seperti yang dilakukan oleh sebuah kelompok masyarakat.
Di Bantul, ada sebuah kesenian unik yang dipertunjukkan setiap menyambut hari raya Lebaran. Kesenian itu bernama Rhodat.
Dilansir dari ANTARA, Rhodat merupakan kesenian masyarakat Dusun Kauman, Desa Wijirejo, Pandak, Bantul. Selain berfungsi untuk menjaga dan mempererat silaturahmi antar warga dan tetangga, tradisi itu juga merupakan simbol perayaan hari kemenangan.
Lantas seperti apa kesenian itu dimainkan? Berikut selengkapnya:
Sejarah Selawat Rhodat
©YouTube/Antara TV Indonesia
Kesenian Selawat Rhodat pertama kali diperkenalkan oleh Panembahan Kudo, seorang ulama yang berperan menyebarkan ajaran Islam di Pulau Jawa bagian selatan ratusan tahun silam. Melalui Selawat Rhodat ini, para ulama zaman dulu memancing kedatangan masyarakat untuk memperluas ajaran syiar Islam.
Di Dusun Kauman, pagelaran yang dilaksanakan di Masjid Sabilurosyad itu merupakan ungkapan syukur warga setelah berhasil melewati godaan dan hawa nafsu selama Bulan Ramadan. Kini, warga mencoba melestarikan kesenian Rhodat dengan tetap menghadirkannya sebagai sebuah tradisi.
Tata Cara Kesenian Rhodat
©YouTube/Antara TV Indonesia
Kesenian Rhodat dimainkan oleh belasan orang dengan cara duduk berjajar dan saling berhadapan. Saat duduk itu, para pemain Rhodat menggerakkan tubuh menundukkan kepala yang mengisyaratkan saling bermaaf-maafan. Gerakan itu diiringi musik rebana oleh para pemain musik.
“Jadi pada hari raya kita senantiasa menampilkan kesenian Rhodat yang merupakan simbol kemenangan. Kemenangan setelah kita menunaikan puasa dan mendapat pahala dari Allah SWT,” kata Hariyadi, takmir Masjid Sabilurosyad Dusun Kauman, dikutip dari ANTARA.
Selawat Bersama
©YouTube/Antara TV Indonesia
Hariyadi mengatakan, setiap lagu pengiring kesenian Rhodat berisi Selawat yang dinyanyikan bersama. Menurut salah satu pemain Rhodat, Alfin Fahriza, kesenian Rhodat sebenarnya sudah langka, maka dari itu kesenian tersebut patut dilestarikan.
“Pagelaran kayak gini kan sudah langka. Jadi kami rutin menyelenggarakannya biar terus berkembang dan nggak langsung hilang,” kata Alfin.
(mdk/shr)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Bodho Kupat sendiri merupakan tradisi yang rutin diselenggarakan masyarakat Lumajang ketika memasuki hari ketujuh Lebaran Idulfitri.
Baca SelengkapnyaRuwahan cukup berbeda dari tradisi penyambutan Ramadan di daerah lain
Baca SelengkapnyaTradisi ini biasa dilakukan oleh masyarakat Suku Serawai yang ada di Bengkulu yang dilaksanakan pada malam menjelang Idulfitri.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Salah satu tarian tradisional asli masyarakat Suku Kerinci dari daerah Hamparan Rawang ini selalu menghadirkan penampilan yang membuat decak kagum.
Baca SelengkapnyaPerbedaan hari Lebaran tidak pernah mereka permasalahkan.
Baca SelengkapnyaPada hari raya Lebaran, mereka tidak melaksanakan salat Idulfitri. Pelaksanaan salat mereka ganti dengan membersihkan makam leluhur.
Baca SelengkapnyaMasyarakat Jawa masih rutin melaksanakan tradisi tersebut sebagai bentuk penyucian diri.
Baca SelengkapnyaTopeng-topeng ini sudah ada sejak zaman Kesultanan Banten ketika menguasai wilayah Sumatra.
Baca SelengkapnyaSelain dengan cara melihat hilal untuk menetapkan Bulan Ramadan, di Gorontalo memiliki tradisi yang unik dan berlangsung secara turun-temurun.
Baca Selengkapnya